Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
KPK tidak dapat memenuhi permintaan pemerintah dan DPR mengenai rumusan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dalam bentuk pidana pokok (core crime).
Hal itu sudah disampaikan KPK melalui surat tertanggal 4 Januari 2017 kepada Presiden Joko Widodo dengan menyampaikan sejumlah alasan.
"Setelah dilakukan kajian lebih mendalam, KPK tidak dapat memenuhi permintaan pemerintah dan DPR mengingat adanya kepentingan bangsa yang lebih besar dan keberpihakan pada kemaslahatan rakyat Indonesia dalam melakukan pemberantasan korupsi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Agus meyakini tidak semua UU khusus yang berada di luar KUHP harus diintegrasikan dalam proyek kodifikasi. Apalagi karakter kekhususannya terletak pada kebutuhan untuk beradaptasi atau merespons kejahatan yang perkembangan modus, struktur, dan jaringannya semakin kompleks dan cepat berubah.
"KPK meyakini, tipikor yang diintegrasikan dalam skema kodifikasi dalam RUU KUHP akan menghilangkan kekhususan yang telah diatur dalam Tipikor dan melebur dalam tindak pidana umum (tipidum)," kata Agus.
KPK pun mencantumkan seti-daknya 10 karakteristik menonjol tipikor yang berbeda dengan tindak pidana lainnya yaitu (1) tipikor dirumuskan secara formal dan bukan materiil sehingga pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan penuntutan pidana terhadap terdakwa dan hanya sebagai faktor meringankan.
(2) Pencantuman pengaturan korporasi sebagai subjek hukum Selanjutnya. (3) Pengaturan pembuktian terbalik terbatas atau berimbangan (balanced burder of proof), (4) adanya pengaturan ancaman pidana minimum dan maksimum, (5) terdapat pidana mati sebagai unsur pemberatan. (6) Adanya pengaturan penyidikan gabungan perkara tipikor yang sulit pembuktiannya di bawah koordinasi Jaksa Agung.
Kemudian (7) pencantuman peng-aturan tentang penyidikan ke dalam rahasia bank yang lebih luas diawali dengan pembekuan rekening tersangka/terdakwa dilanjutkan penyitaan, (8) pengaturan peran masyarakat sebagai kontrol sosial dengan disebutkannya perlindungan hukum sebagai saksi pelapor. (9) Pemuatan ketentuan tentang pegawai negeri yang lebih luas daripada per-aturan lain dan (10) memuat pidana tambahan yang lebih luas daripada dalam KUHP.
KPK enggan disebut membangkang karena penolakan RUU KUHP. Prasangka buruk tentang surat KPK kepada Presiden Joko Widodo dinilai tidak substansial.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan surat sengaja dikirim agar Jokowi dan instansi terkait memahami risiko pelemahan pemberantasan korupsi pada RUU KUHP.
"Upaya-upaya melemahkan KPK sudah sering terjadi. Dulu revisi UU KPK digagas bahkan dengan pembatasan umur dan kewenang-an KPK," kata Febri.
Menolak
Ketua DPR RI Bambang Sosesatyo pun menolak pelemahan KPK di RKUHP) serta pelegalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). "Kami di DPR sedang bekerja keras bersama pemerintah untuk menyelesaikan RKUHP agar bangsa kita segera memiliki Kitab UU Hukum Pidana sendiri dan segera meninggalkan kitab UU Hukum Pidana peninggalan kolonial. Tapi, melegalkan LGBT dan pelemahan KPK itu tentu jauh dari semangat kita dalam menyusun UU tersebut." (Ant/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved