Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
ANGGOTA Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Teuku Taufiqulhadi menilai pasal tindak pidana korupsi (tipikor) tidak akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menegaskan kewenangan KPK tidak berkurang bila pasal tersebut dicantumkan.
"Kalau orang menganggap itu upaya mengurangi wewenang KPK, menurut saya, persepsi yang salah. Meleset jauh sekali," kata politikus Partai NasDem itu dalam diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Sebelumnya, lembaga antirasywah telah lima kali me-ngirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan delik korupsi dari RKUHP. KPK juga berkirim surat kepada Ketua Panitia Kerja RKUHP DPR serta Kementerian Hukum dan HAM.
KPK meminta tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP. Lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu menolak tindak pidana khusus termasuk tindak pidana korupsi dimasukkan ke RKUHP.
Taufiq menegaskan, dalam pembahasan RKUHP, DPR tidak pernah sekali pun berniat melemahkan KPK. DPR justru ingin mengoreksi beberapa hal dalam upaya pemberantasan korupsi, seperti operasi tangkap tangan (OTT).
"Misalnya, ketika masyara-kat senang melihat OTT, sebaiknya hal itu tetap di dalam hukum. Artinya, kalau kita menangkap seseorang, ya harus benar-benar terbukti dengan minimal dua alat bukti. OTT bukan bertujuan memburu orang tanpa alat bukti, itu namanya pelanggaran HAM," kata dia.
Ia pun mendesak KPK fokus memberantas korupsi termasuk berupaya maksimal dalam mengembalikan aset dan kerugian negara sebanyak-banyaknya. KPK pun diminta tidak terlena dengan lebih banyak memprioritaskan unsur pidana.
"Yang paling penting bagaimana mengembalikan uang negara sebanyak mungkin. Sekarang di Indonesia lain, tangkap sebanyak-banyaknya orang," pungkas politikus asal Aceh tersebut.
Guru Besar Perguruan Ting-gi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husin menyayangkan sikap KPK yang mendesak Presiden mencabut pasal tipikor dalam RKUHP. Menurut dia, hal ini bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.
"Sikap KPK yang menolak ini bentuk pembangkangan birokrasi kepada Presiden. Ada kesan mengancam di sini kirim surat minta Presiden intervensi tetap pada format sekarang," terang Umar dalam diskusi tersebut.
Ia menambahkan KPK harus tunduk pada UU induk dan tidak bisa berkeras mengunakan UU Tipikor jika RKUHP akhirnya jadi disahkan. "Kalau semau-maunya sendiri, rusak. Semua harus tunduk pada UU induk," lanjut Umar lagi.
Kejahatan biasa
Pengacara Maqdir Ismail mengutarakan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum sejatinya dilakukan secara adil. KPK harus menyadari apa yang dilakukan DPR bersama pemerintah ialah untuk kepentingan penegakkan hukum, bukan untuk kepentingan pencitraan.
Lagi pula, menurut dia, korupsi bukan kejahatan yang luar biasa. Ini kejahatan biasa, hanya pelakunya penyelenggara negara, politisi, atau pejabat negara.
"Tidak perlu pula kita berlebihan menjadikan korupsi sebagai momok yang akan menghancurkan negeri ini," cetus pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto itu. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved