Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

UU Pemilu kembali Diuji

Golda Eksa
25/5/2018 08:50
UU Pemilu kembali Diuji
Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro (tengah) yang mewakili Pemerintah dalam sidang lanjutan uji UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berbicara kepada pers seusai mengikuti sidang lanjutan yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstit(HUMAS MK/GANIE)

PEMERINTAH memastikan frasa 'pekerjaan lain' yang tertuang dalam Pasal 182 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu (UU Pemilu) bersifat menyeluruh. Regulasi itu bertujuan mencegah timbulnya konflik kepentingan ketika para senator, termasuk anggota DPR dan DPRD, hendak mencalonkan diri pada pemilu legislatif.

Demikian dikatakan staf ahli bidang pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro, seusai sidang pleno dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR, di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Permohonan perkara yang diajukan seorang warga bernama Muhammad Hafidz itu teregister dengan nomor 30/PUU-XVI/2018.

Suhajar yang hadir mewakili pemerintah mengemukakan pencantuman frasa itu merupakan produk hukum yang dibuat pemerintah dan DPR ketika menyusun UU Pemilu. Artinya, anggota baik DPD maupun DPR dan DPRD yang bakal berlaga pada pesta demokrasi harus melepaskan profesi lain, seperti penyedia barang dan jasa, advokat, dan pejabat pembuatan akta tanah.

"Jangan sampai karena pekerjaan yang mereka emban itu justru membuat mereka menjadi tidak objektif dalam melaksanakan fungsi utama sebagai anggota DPD, DPR, dan DPRD," ujarnya

Dengan demikian, sambung dia, sangat tidak tepat apabila pemohon berkukuh meminta MK mengabulkan permohonan untuk menambah tafsir fungsionaris partai politik dalam frasa pekerjaan lain di Pasal 182 huruf I.

"Karena yang kita maksud pekerjaan lain ialah pekerjaan apa saja yang mungkin menimbulkan conflict of interest atau yang bisa berdampak pada pekerjaan utama jika mereka terpilih sebagai anggota DPD, DPR, dan DPRD."

Menajamkan

Hakim konstitusi Suhartoyo meminta ahli pemerintah untuk menajamkan pemaknaan frasa 'pekerjaan lain yang dapat' di Pasal 182 huruf I. Majelis Hakim MK khawatir penerapan frasa itu akan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.

"Kenapa harus ada pembatasan 'pekerjaan lain' ditambah dengan kata 'dapat'? Hari ini mungkin pengurus partai yang dipermasalahkan, tetapi mungkin ke depan akan ada yang lain. Kemungkinan profesi lain juga akan menuntut, apalagi ada kata 'dapat' yang menimbulkan ketidakpastian," kata dia.

Pandangan senada disampaikan hakim konstitusi Saldi Isra. Menurutnya, pemerintah harus mengetahui duduk perkara bahwa sebenarnya pemohon hanya mempermasalahkan keikutsertaan fungsionaris partai dalam ajang pemilihan anggota legislatif.

"Pemohon tidak melarang anggota partai menjadi calon anggota legislatif (DPD), tapi yang menjadi keberatan ialah fungsionaris partai yang mencalonkan diri," tukasnya.

Pemohon yang juga senator dari Jawa Barat memandang apabila ada anggota DPD rangkap jabatan sebagai fungsionaris partai politik, tidak tertutup kemungkinan timbul konflik kepentingan meski partai yang menjadi wadah aspirasinya tidak masuk daftar peserta pemilu.

Sehari sebelumnya, Rabu (23/5), MK menolak gugatan terhadap Pasal 169, Pasal 227, dan Pasal 229 UU Pemilu. Mahkamah menilai penggugat yang terdiri atas Martinus Butarbutar dan Risof Mario tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya