Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Medsos Percepat Penetrasi Radikalisme

Ardi Teresti
19/5/2018 21:45
Medsos Percepat Penetrasi Radikalisme
(thinkstock)

DIREKTUR Capacity Building Yayasan Prasasti Perdamaian, Mohamad Rizki  Maulana menyebut, sekarang radikalisme berkembang. Dulu waktu Bom Bali,  radikalisme tumbuh melalui pesantren. Namun, sekarang yang melakukan bom  bunuh diri berasal dari kelompok biasa.

Menurut dia, yang membuat mereka radikal saat ini adalah melalui penetrasi  media sosial yang dalam. Tidak banyak kontranarasi melalui media sosial  terhadap mereka yang radikal, mereka dengan mudah terpengaruh faham radikal.

Penetrasi medsos yang dalam membuat mereka menjadi penyebab utama orang  dapat lebih cepat terpengaruh terhadap radikalisme, terutama melalui konten  video.


"Proses radikalisasi saat ini (dengan media sosial dan konten video), 
menurut pengamatan kami, terakselerasi (lebih cepat)," kata dia di  kantornya di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (16/5). Agar yakin menjadi pelaku bom bunuh diri, kini membutuhkan waktu kurang dari setahun.

Motivasi mereka mau melakukan bom  bunuh diri pun bermacam-macam, ada yang  ingin mengganti hukum yang ada, ekonomi, hingga motivasi jodoh.

Yang perlu diteliti lebih lanjut adalah perkembangan pelaku bom bunuh diri  saat ini dengan melibatkan satu keluarga, seperti di Surabaya. Cara seperti  itu merupakan hal baru yang sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, dulu pelaku  bom bunuh diri adalah lelaki dewasa, selanjutnya perempuan, tetapi sekarang  satu keluarga.

"Pelaku yang melibatkan satu keluarga ini perlu pengkajian lebih dalam,  masih menjadi pertanyaan," kata dia. Namun, analisis awalnya, pelaku melaukan bom bunuh diri karena ada motivasi utopis bahwa mereka akan masuk  surga dan mendapat kehidupan yang kekal.

Untuk proses deradikalisasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung  klaster orangnya, yaitu orang sehat, orang yang terkena gejala, dan pelaku  tindakan kekerasan. Klaster pertama bisa ditanggulangi dengan sosialisasi,  klaster kedua dengan memberikan narasi tandingan, sedangkan klaster ketiga  dengan penindakan hukum dan disengagement.

Banyak yang telah dilakukan Yayasannya dalam mengantisipasi aksi  radikalisme. Misalnya, pihaknya melakukan disengagement, pemutusan hubungan  orang yang pernah terlibat jaringan radikal dari kelompoknya. 

Selain itu,  yayasannya memberi pendampingan sesuai kebutuhan mereka yang didapat dari  hasil assessment. Misalnya, membentuk lingkungan baru dan memberi bantuan  ekonomi ataupun kemandirian usaha.

"Mantan Napiter dibantu bisa survive di masyarakat, tanpa bergantung dengan  kelompok lamanya," kata dia. Mereka akan dibuat sibuk hingga tidak  memikirkan jihad dengan kekerasan.

Di sisi lain, bantuan peningkatan kapasitas petugas lapas yang menangani Napi Teroris juga diberikan. Harapaannya petugas lapas Napiter pelan-pelan  dapat berbicara dengan Napiter dan menurunkan keradikalan mereka. (A-5)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Agus Triwibowo
Berita Lainnya