Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Jaksa Sebut Dorodjatun Terlibat Kasus BLBI

Putri Anisa Yuliani
15/5/2018 08:25
Jaksa Sebut Dorodjatun Terlibat Kasus BLBI
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (kanan) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Syafruddin merupakan tersangka kasus penerbitan surat keterangan(MI/ BARY FATHAHILAH)

JAKSA KPK Haerudin menyebut mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang juga mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) diduga terlibat skandal bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Selain itu, mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung juga didakwa merugikan negara sebesar Rp4,5 triliun terkait dengan BLBI.

Kerugian negara itu ber-kaitan dengan penerbitan su-rat keterangan lunas (SKL) dari BPPN terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim.

Hal itu dikatakan Haerudin saat sidang perdana kasus BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi, yaitu memperkaya Sjamsul Nursalim sejumlah Rp4.580.000.000.000, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara Rp4.580.000.000.000," ujar Haerudin.

Perbuatan itu disebut jaksa KPK dilakukan Syafruddin bersama Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim, serta Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Jaksa menyebut Syafruddin menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuh-an kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.

BDNI ialah bank yang melakukan bank take over (BTO) dan BDNI ditetapkan sebagai bank beku operasi (BBO) dan pengelolaannya dilakukan tim pemberesan yang ditunjuk BPPN pada 21 Agustus 1998.

Dengan status BBO itu, BLBI BDNI dialihkan dari BI ke BPPN sejumlah Rp37,039 triliun pada 29 Januari 1999 dan selanjutnya berupa fasilitas saldo debet sebesar Rp5,492 triliun.

"Dalam penggunaan dana BLBI oleh BDNI ditemukan penyimpangan, di antaranya transaksi pembelian valas dilakukan saat devisa netto melampaui ketentuan yang berlaku, melakukan penempatan baru dengan menambah saldo debet," kata Haerudin.

"Selain itu, melakukan pembayaran dana talangan keada kreditur luar negeri untuk menutupi kewajiban nasabah grup terkait dengan pemberian kredit rupiah kepada grup terkait yang dananya digunakan untuk transaksi di pasar uang antarbank.''

Pelanggaran

BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim. Sjamsul kemudian diwajibkan mengikut penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) dengan pola perjanjian master settlement aqcuisition agreement (MSAA).

Imbasnya BLBI mewajibkan BDNI untuk mengikuti PKPS dengan pola perjanjian MSAA. BPPN dengan tim aset manajemen investasi (AMI) menentukan jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) yang berjumlah Rp28,048 triliun.

Pada 21 September 1998, dilakukan penandatangan kesepakatan antara Ketua BPPN Glenn MS Yusuf dan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali (PSP) BDNI, yaitu BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya secara tunai sesuai perjanjian MSAA. (Ant/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya