Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Elektabilitas bukan Kriteria Utama untuk Cawapres

Astri Novaria
15/5/2018 08:20
Elektabilitas bukan Kriteria Utama untuk Cawapres
Seorang fotografer mengambil gambar dari rilis survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengenai pemilihan Presiden 2019 di Kantor LSI, Jakarta, kemarin. Berdasarkan survei dengan tema Mengapa Jokowi kuat, namun goyah? tersebut elektabilitas Joko Widodo (Jo(MI/M IRFAN)

SOSOK calon wakil presiden disebut-sebut bakal menentukan pemenang Pilpres 2019. Namun, bukan berarti cawapres yang dipilih para calon presiden dan tim suksesnya harus memiliki elektabilitas yang tinggi.

Hal tersebut diungkapkan Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby. Ia berkaca pada Pilpres 2009 ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai petahana saat itu memilih Boediono sebagai cawapres, padahal Boediono bukanlah tokoh yang saat itu memiliki elektabiltias yang tinggi.

"SBY memiliki kriteria dan pertimbangan lain dalam memilih Boediono. Hal ini membuktikan elektabilitas tidak selamanya menjadi indikator utama," ujarnya di Kantor LSI, Jakarta, kemarin.

Dalam survei yang dilakukannya, LSI mengembangkan sebuah metode baru dalam mengukur potensi dan kelayakan cawapres, yakni expert judgement. Metode ini diawali dengan menentukan enam indeks kelayakan cawapres, yakni menambah dukungan elektabilitas, kecukupan partai, kapasitas kemampuan memerintah, dan kenyamanan berpasangan.

Kelima, cawapres merupakan tokoh yang mengakomodasi kelompok politik penting (suku, agama, sipil, militer, dan lainnya). Terakhir, cawapres bisa menambah dana kampanye. Keenam indeks ini dinilai 30 ahli yang berasal dari akademisi, peneliti, media, dan lain-lain.

Setiap indeks ada skornya antara 1-10 yang diberikan ke setiap cawapres yang dinilai setiap ahli. Skor yang dicantumkan di dalam slide presentasi ini adalah skor rata-rata dari 30 ahli yang telah dibulatkan.

Dari survei yang dilakukan, tiga cawapres potensial yang memperoleh skor tertinggi untuk Jokowi dari unsur partai antara lain, Airlangga Hartarto (34), Budi Gunawan (32), dan Puan Maharani (31). Sementara cawapres potensial Jokowi dari unsur militer secara berturut-turut adalah Moeldoko (34), Agus Harimurti Yudhoyono (33), dan Gatot Nurmantyo (31).

Sementara, tiga nama teratas sebagai cawapres potensial untuk Prabowo adalah Ahmad Heryawan (37), Muhaimin Iskandar (36), dan TGB Zainul Majdi (35). Adapun tiga nama teratas sebagai cawapres potensial untuk Gatot Nurmantyo yakni, Muhaimin Iskandar (38), Agus Harimurti Yudhoyono (37), dan Ahmad Heryawan (36).

Masih terkuat

Dalam kesempatan yang sama, LSI juga merilis elektabilitas para capres. Seperti rilis lembaga survei lainnya, elektabilitas Joko Widodo masih yang tertinggi dengan 46%, disusul Prabowo Subianto, dan 12 capres lain yang total elektabilitasnya mencapai 44,7%.

"Artinya, ada 44,7% pemilih yang tidak memilih Jokowi. Kalau kemudian tokoh ini bergabung atau pemilih di luar Jokowi bergabung, ini selisihnya hanya 2% dengan Jokowi," lanjut Ajie.

Dengan selisih hanya kurang dari 2% ini, Ajie memprediksi kemenangan Jokowi di Pilpres 2019 belum mutlak terjadi. Menurutnya, ada lima alasan yang dianggap bisa mengganggu elektabilitasnya, yakni gencarnya serangan oposisi, isu tena-ga kerja asing, kurangnya kepuasan terhadap kondisi ekonomi, kurang populernya Jokowi di kelompok pemilih Islam politik, dan isu terorisme yang ramai belakangan ini dipercayai bisa menggerus elektabilitas calon petahana tersebut. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya