Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

20 Tahun Reformasi, Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM masih Jalan di Tempat

Indriyani Astuti
12/5/2018 17:45
20 Tahun Reformasi, Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM masih Jalan di Tempat
(MI/ADAM DWI )

DUA puluh tahun reformasi berjalan, tetapi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat tidak kunjung dituntaskan. Keluarga dari empat mahasiswa Universitas Trisakti yang meninggal dalam tragedi 12 Mei 1998 menginginkan adanya kejelasan dari kasus tersebut.

Keluarga meminta Pemerintah untuk mengakui adanya pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh negara. Empat mahasiswa Trisakti yang gugur tertembak yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.

"Kami minta kasusnya dituntaskan, anak kami diakui bahwa memperjuangkan kebenaran," ujar Enus Yunus, 76, ibu dari Hafidin Royan, seusai upacara dan napak tilas di Kampus A Trisakti, Grogol, Jakarta, Sabtu (12/5).

Keluarga, sambung Enus, ingin agar kasus pelanggaran HAM tersebut dituntaskan. Bukan dengan mengadili pelaku, melainkan dengan adanya pengakuan dari negara bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat yang dilakukan pada satu rezim pemerintahan.

"Negara belum mengakui penembakan itu menyalahi HAM. Masuk dalam kategori pelanggaran berat," pungkas Enus.

Kakak dari Elang Mulia Lesmana, Sari Ratna Dewi, 41, mengatakan, selama 20 tahun reformasi, penuntasan kasus pelanggaran HAM jalan di tempat. Menurutnya belum ada ketegasan dari Pemerintah mulai dari kepemimpinan BJ Habibie hingga Presiden Joko Widodo.

"Kita keluarga korban sampai lelah, anak-anak kita meninggalnya untuk apa? Cuma untuk kampus jadi jaya atau apa? Kami minta semuanya dituntaskan dengan baik. Cukup pengakuan dari negara, kalau peradilan akan saling tunjuk menunjuk. Mereka bilang tidak salah. Biar yang mengadili Tuhan saja," tutur Sari.

Laksmi, 60, ibu dari Heri Hertanto menambahkan hingga saat ini belum ada ketetapan dari pemerintah terkait penghormatan bagi empat mahasiswa tersebut. Padahal, mereka gugur karena memperjuangkan kebenaran.

"Belum ada ketetapan, mereka pahlawan reformasi atau apa. Pejuang apa?" tukas Laksmi.

Karena itu, pihak universitas berserta alumi tengah mengupayakan gelar pahlawan reformasi bagi mereka yang gugur pada Tragedi 12 Mei 1998. Guru Besar Universitas Trisakti, Profesor Dadan Umar Daihani, mengatakan, usulan tersebut segera diajukan kepada Pemerintah.

Menurutnya, negara harus mengatakan bahwa dalam gerakan reformasi ada salah tindak dari aparat. Empat mahasiswanya yang gugur, imbuh dia, disebabkan karena tindakan represif dari aparat.

"Kasus ini belum tuntas. Ini sudah terlambat betul, karena tim ad hoc di Komnas HAM sudah dibentuk. Prosesnya sudah dinyatakan dan masuk ke kejaksaan dan pengadilan," ucap Dadan.

Penutasan kasus pelanggaran HAM, imbuhnya, memberikan martabat bagi negara. Apabila tidak, maka pemerintah siapa pun akan tersandera dengan adanya pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.

"Kalau sebuah kesalahan mari akui kesalahan. Sehingga ke depan tidak terjadi lagi. Supaya kebijakan ke depan tidak ada lagi seperti ini," tukasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik