Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
MAHKAMAH Konstitusi menolak uji materi Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang diajukan Yahya Karomi, kader Partai Persatuan Pembangunan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. "Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," tegas Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (9/5).
Para hakim mahkamah berpendapat pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat Undang-Undang Partai Politik. "Sejak dari awal, mahkamah tidak pernah memberikan kedudukan hukum kepada anggota atau pengurus partai politik karena menyangkut adanya konflik kepentingan partai politik yang ikut membahas dan menyetujui UU a quo," ujar hakim anggota, Suhartoyo.
Meskipun berwenang mengadili permohonan a quo karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, imbuhnya, mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan.
Menurut Suhartoyo, norma Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UU 2/2011 serta Pasal 24 UU 2/2008 menjadi dasar bagi Menteri Hukum dan HAM dalam mengambil keputusan untuk mengesahkan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP.
Dalam gugatannya, pemohon merasa dirugikan dengan adanya dualisme kepemimpinan di PPP akibat adanya putusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengacu pada ketentuan-ketentuan a quo. Keputusan itu kemudian dinilainya menimbulkan ketidakpastian hukum.
Pemohon mempersoalkan kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam pendaftaran perubahan kepengurusan partai politik tingkat pusat yang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dalam UUD 1945. Menurut pemohon, pemberian kewenangan kepada Menkum dan HAM untuk mendaftarkan perubahan kepengurusan partai politik tingkat pusat tidak tepat.
UU Administrasi Pemerintah
Selain itu, MK juga menolak permohonan pengujian UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang diajukan Direktur Utama PT Nusantara Ragawisata Richard Christoforus Massa.
"Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar Usman.
Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 77/PUU-XV/2017 mempermasalahkan norma Pasal 53 ayat (5) yang berbunyi, 'Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 hari kerja sejak permohonan diajukan'.
Dalam pertimbangannya, mahkamah menegaskan bahwa norma-orma a quo sama sekali tidak berhubungan dengan masalah upaya hukum luar biasa dan juga tidak berhubungan dengan pembatasan orang yang berkepentingan untuk menjadi pihak dalam pemeriksaan permohonan fiktif positif di PTUN.
"Norma-norma a quo sama sekali tidak menghalangi hak pihak-pihak berkepentingan untuk masuk sebagai pihak terkait atau tergugat intervensi, atau untuk menempuh upaya hukum luar biasa," tukasnya.
Oleh sebab itu, dalil pemohon supaya norma a quo dinyatakan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, dinilai tidak beralasan menurut hukum.
Sebelumnya, pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena berlakunya ketentuan a quo. Hal tersebut bermula ketika pemohon sejak 2003 telah menghadapi gugatan terkait aset PT Nusantara Ragawisata, terutama aset lahan di wilayah Ungasan, Bali. (*/Ant/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved