Politik Praktis Kotori Ibadah

Nur Aivanni
28/4/2018 09:30
Politik Praktis Kotori Ibadah
(ANTARA/Wahyu Putro A)

KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan kegiatan pengajian boleh saja diisi dengan ceramah bermuatan politik, tetapi bukan politik praktis.

"Kalau politik dalam arti pendidikan politik, itu bagus. Tapi, begitu di-switch sedikit menjadi politik praktis, itu akan mengganggu," katanya di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Ia mengemukakan itu menanggapi pernyataan Amien Rais saat mengisi pengajian di depan ustazah di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/4). Pada kesempatan itu, Amien meminta para ustazah agar punya andil dalam Pilpres 2019.

Menurut Amien, pengajian yang disisipi kepentingan politik praktis ialah sebuah keharusan. "Ini ustazah peduli negeri, pengajian-pengajian disisipi politik itu harus," kata Amien.

Moeldoko mencontohkan, pendidikan politik yang bisa disisipkan dalam kegiatan keagamaan, antara lain mengingatkan generasi muda yang sudah mempunyai hak pilih untuk menggunakannya dalam pemilu. "Dalam konteks pendidikan politik, boleh. Karena itu mengajarkan yang baik-baik," ucapnya.

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardhani menjelaskan lebih lanjut mengenai politik praktis yang dimaksudkan Moeldoko. "Politik praktis dalam artian menjelek-jelekkan satu kandidat, memfitnah dengan macam-macam," terangnya.

Adapun pendidikan politik yang bisa masuk materi pengajian ialah membicarakan mengenai pemimpin yang amanah. "Politik itu dalam artian hal-hal yang menyangkut karakter pemimpin, bagaimana mengelola negara. Dalam konteks itu, iya. Tapi, politik praktis yang disampaikan tadi itu, hujat menghujat, fitnah, politisasi dalam artian yang selama ini kita rasakan," tuturnya.

Pada kesempatan itu, Moeldoko mengutarakan bahwa dirinya berencana akan bertemu dengan Amien Rais. Namun, ia belum memastikan kapan pertemuan itu akan terlaksana. "Iya nanti kita (bertemu)," tandasnya.

Melarang

Berkenaan dengan hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melarang segala bentuk politik praktis di tempat ibadah karena akan memecah belah umat. "Yang dihindari itu kalau politik praktis pragmatis. Misal, pilih A, jangan si B. Pilih partai A, jangan partai B. Sudah menyebut nama, menyebut partai. Atau, pilihlah presiden A, jangan capres lain, itu yang sudah politik praktis yang akan membelah umat," tegas Lukman.

Ia menambahkan, politik praktis yang dimaksud ialah kegiatan atau pernyataan yang menjurus ke arah kampanye. "Dan kalau itu yang dilakukan, akan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika rumah ibadah diisi hal-hal politik praktis pragmatis, itu akan mengotori kesucian ibadah seperti pengajian," tukasnya.

Lukman kembali mengingatkan mengenai sembilan butir seruan ceramah agama di tempat ibadah yang ia keluarkan tahun lalu. Dia memperbolehkan jika tempat ibadah atau pengajian disisipi politik yang bersifat substantif. Artinya, membicarakan masalah kebangsaan. "Misalnya, menegakkan keadilan, mencegah tindakan koruptif, menegakkan kejujuran." (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya