Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Teori Branding dan Deklarasi Gerindra

Dede Susianti
11/4/2018 22:25
 Teori Branding dan Deklarasi Gerindra
(ANTARA)

MASIH ada ruang untuk Partai Gerindra meninjau kembali pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada pemilihan presiden (pilpres) 2019.

Bahkan dalam teori branding, produk yang sudah dua kali diluncurkan tapi gagal, akan sulit berhasil pada peluncuran ketiga kalinya.

Bahkan deklarasi Gerindra itu belum tentu sebagai hasil final dari konstalasi pilpres mendatang. Bahwa lagi-lagi ini akan jadi pertarungan Prabowo versus Jokowi

"Menurut saya masih terbuka ruang buat Gerindra untuk mencalonkan calon lain. Tetapi ini pilihan paling tepat buat Gerindra jauh-jauh hari, di tengah banyak kebingungan kemungkinan Prabowo maju atau tidak. Selain itu partainya bisa melakukan konsolidasi. Dan prabowo bisa mendapatkan efek dongkrak karena kepastian maju tadi," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya di Bogor, Rabu (11/4).

Yunarto berpendapat, akan sulit bagi Prabowo untuk mengalahkan petahana. Terkecuali dia bisa menurunkan tingkat kepuasan publik dari sisi rasional.

"Tingkat kepuasan publik ini kerek saja. Bagaimana tingkat kepuasan publik incumbent harus di bawah 60% minimal. Prabowo tidak mudah, karena berdasarkan survei Jokowi berada di angkat 65%-70%," ungkapnya.

Caranya dengan bertarung ide, atau masuk ke isu-isu kebijakan yang bersifat mikro.

"Saya melihat apa yang dilakukan Prabowo belakangan ini lebih banyak bermain di wilayah makro. Indonesia bubar, negara elitenya maling dan segala macam. Akhirnya dia hanya jadi seorang kritikus besar, tapi tidak menjadi seorang problem solver," tegasnya.

Yunarto membandingkan dengan apa yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menilai, apa yang dilakukan SBY cukup berhasil dengan baik.

SBY, lanjutnya, berani masuk ke kebijakan -kebijakan yang sifatnya mikro. Kritik terhadap pembangunan infrastruktur yang dianggap terlalu ambisus, hingga kenapa BLT dihapus. Dan SBY juga melakukan safari politik untuk mengenalkan dan kritik-kritik itu disosialisasikan ke masyarakat.

"Saya melihat SBY mengambil peran bagus dalam konteks menjadi pihak penyeimbang pemerintah, dibandingkan dengan Prabowo. Prabowo munculnya jarang sekali. Sekalinya muncul bermain di wilayah isu besar tadi. Ini menurut saya yang menyebabkan stagnasi dari Prabowo," tambahnya.

Bahkan Yunarto menegaskan bahwa mantan Danjen Kopassus itu kalah dibanding dengan nama-nama baru yang muncul.

"Walaupun di survei-survei nama Gatot (Nurmantyo), Anies (Baswedan), AHY kecil dibanding Prabowo, tapi mereka masih punya daya kejut," tukasnya.

Jadi, kalau dianalogikan atau menggunakan teori branding, sebuah produk yang sudah pernah dilaunching dua kali berturut-turut dan gagal, sulit dilaunching ketiga kalinya dan berhasil.

"Itu seperti yang dilakukan Prabowo. Itu menurut saya akan jadi PR (pekerjaan rumah) tersendiri. Berbeda dengan ketika Anies, AHY atau Gatot maju. Dia belum pernah dilaunching sebagai sebuah brand di level nasional. Walaupun surveinya kecil, tapi memiliki efek kejut lebih besar," paparnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya