Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
MAHKAMAH Agung (MA) melarang tersangka yang melarikan diri atau masuk daftar pencarian orang (DPO) mengajukan praperadilan. Hal itu termaktub dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018.
Dalam surat itu MA melihat ada kecenderungan tersangka DPO mengajukan pra-peradilan. Hal tersebut rupanya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, MA menerbitkan SEMA itu sebagai petunjuk bagi pengadilan untuk menangani permohonan dari tersangka DPO. MA menekankan tersangka yang menjadi DPO tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan.
"Jika permohonan pra-peradilan tersebut dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya, hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima," kata Ketua MA Muhammad Hatta Ali dalam SEMA tertanggal Jumat, 23 Maret 2018.
Kebijakan MA itu berlaku final dan tidak dapat diajukan upaya hukum lain. Surat itu pun dikirimkan kepada para ketua pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.
Suhadi, juru bicara MA, mengatakan aturan ini kelanjutan dari SEMA Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dalam Perkara Pidana. Aturan itu melarang seorang yang masuk DPO mengajukan PK. "Dengan demikian, kalau DPO ya kalau mau proses hukum, jangan menghindari hukum," jelas Suhadi kepada Medcom.id, kemarin.
Menurut dia, aturan itu dikeluarkan dalam rangka reformasi hukum. MA mencegah kemungkinan seseorang yang melarikan diri memberikan kuasa kepada orang lain untuk menggunakan haknya, sedangkan dirinya tengah menghindari hukum. "SEMA Nomor 1 Tahun 2018 ini dikeluarkan dalam rangka reformasi hukum," tegas Suhadi.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengapresiasi keberadaan SEMA tersebut. "ICJR mendukung dan mengapresiasi langkah MA menerbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, terutama untuk melengkapi ketidaksempurnaan pengaturan hukum acara praperadilan," katanya.
Ia menambahkan SEMA tersebut dibutuhkan untuk menetapkan status orang-orang yang dalam keadaan buron, tapi berupaya untuk mengajukan perlawanan hukum di pengadilan
Kendati memberi apresiasi atas terbitnya SEMA tersebut, ICJR mengingatkan bahwa hukum cara praper-adilan tetap harus dibentuk. Pasalnya, masih banyaknya kekosongan hukum yang terjadi dalam praperadilan.
Menurut dia, banyaknya ketentuan baru yang dapat dianggap sebagai bagian dari upaya paksa tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap upaya tersebut yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Kekosongan hukum ini harus diisi, mengingat lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak-hak tersangka dalam sistem peradilan pidana," tegas dia.(P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved