Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PEMBENTUKAN opini dengan berbagai informasi bohong dan ujaran kebencian diduga bermuatan politik. Itu sebabnya Polri akan terus bertindak tegas.
Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Nusantara Polri Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, pelaku pembuat dan penyebar ujaran kebencian saling terhubung. Beberapa pelaku dari kelompok penyebar informasi bohong tersebut yakni Muslim Cyber Army (MCA) dan Saracen, telah diadili.
"Tim bergerak ke wilayah yang berkoordinasi dengan satgas polda dan polres. Kami menemukan keterkaitan kelompok ini, mereka saling terhubung," terangnya di Jakarta, Senin (5/3).
Ujaran kebencian yang disebarkan terkait penyerangan terhadap ulama sengaja digulirkan untuk membentuk opini, sekaligus ketakutan dan gerakan kelompok yang akhirnya membuat gaduh.
Menurutnya di beberapa daerah yakni Jabar, Jatim, Jogjakarta, Jakarta, Banten dan Kalimantan Timur, informasi bohong penyerangan ulama dilakukan oleh kelompok yang saling terhubung dalam MCA.
"Kami turun ke lapangan memeriksa langsung, menghitung berapa banyak ujaran kebencian yang dilaporkan dan yang tidak atau di media sosial," imbuhnya.
Hasilnya, lanjut Gatot, sebanyak 45 ujaran kebencian penyerangan ulama gencar disebarkan. Dari 45 ujaran itu tim satgas membagi dalam empat kategori kejadian. Sedangkan kejadian yang terjadi hanya tiga peristiwa dan 42 informasi bohong.
Pertama, yakni peristiwa benar terjadi. Kedua, peristiwa yang direkayasa serta kejadian yang merupakan tindak pidana umum namun diviralkan, sehingga muncul tafsir korbannya merupakan ulama.
"Polisinya ada, korban ada pelakunya juga ada. Lalu ada juga peristiwanya tidak ada sama sekali, tapi dibuat seolah itu terjadi. Peristiwa yang benar terjadi dua di Jabar dan satu di Jatim," cetus Gatot.
Meski telah mengirim tujuh pelaku admin kelompok MCA ke dalam jeruji besi, namun hingga kini polisi belum juga menemukan pendana dan konseptor dari berbagai informasi bohong tersebut.
"Di darat kami belum temukan apakah ada oknum tertentu, tapi di medsos kami temukan koneksi ini. Yang didesain sedemikain rupa seolah terjadi suatu penyerangan ulama yang masif," ungkapnya.
Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran menuturkan, hingga akhir Februari tingkat produksi dan penyebaran ujaran kebencian alami peningkatan.
Informasi bohong penganiayaan terhadap ulama terus digulirkan melalui media sosial hingga 27 Februari.
"Setelah itu grafiknya menurun. Ini menunjukkan bahwa pembentukan opini isu penganiayaan ulama atau penyerangan ulama dilakukan oleh kelompok tertentu di dunia maya atau di medsos," tuturnya.
Pelaku tergabung dalam MCA dan kluster eks Saracen. Dugaan ini berdasarkan temuan hubungan kelompok Jatim, Banten dan Jabar.
"Ditemukan hubungan pelaku di tiga daerah adalah keluarga yang masuk MCA dan eks saracen. Ini sangat terlihat," imbuhnya.
Ketua Setara Institut Hendardi mengatakan, saat ini Polri harus bergerak cepat mengungkap dalang di balik tindakan pidana tersebut. Serangan berbagai ujaran kebencian tidak semasif sebelumnya saat pilkada DKI Jakarta.
Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang tidak mudah percaya dengan berbagai literasi yang tidak jelas muasalnya.
"Dalam pilkada saat ini orang model begini tidak semasif sebelumnya. Jadi yang dibutuhkan saat ini Polri bergerak cepat mengungkapnya, membuka siapa dalang di balik ujaran kebencian, apa tujuannya dan bekerja untuk siapa," tegasnya.
Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Effendi Ghazali menuturkan, jelang pilkada dan pilres ada tiga isu yang berpotensi untuk digulirkan dan membuat gaduh.
"Biasanya tentang investasi Tiongkok, lalu tentang kerugian bangsa dan ketidakadilan ekonomi dan kelompok masyarakat termasuk tokoh ulama. Termasuk di dalamnya mengkriminalisasi ulama bahkan menyerang," jelasnya.
Menurutnya, hal yang paling menarik terkait dalang di balik ujaran kebencian tersebut. Pernyataan dengan menggunakan nama tertentu.
"Apalagi MCA ini telah mengarah dari kelompok atau agama dan ada pernyataan. Kita menunggu betul satgas menelusuri siapa dalangnya tanpa ragu. Tapi juga khawatir terhadap cara provokasinya mirip seperti Suriah," tandasnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved