Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PENGHENTIAN penyelidikan bagi terduga korupsi yang mengembalikan uang negara dinilai sebagai langkah yang bertentangan dengan prinsip hukum pidana. Hukum pidana menyatakan pengembalian uang negara tidak menghilangkan unsur pidana dari palakunya.
“Kesepakatan bersama (MoU) itu suatu kekeliruan besar yang bertentangan dengan prinsip hukum pidana. Kesepakatan itu otomatis batal demi hukum,” kata pakar hukum pidana, Agustinus Pohan, saat dihubungi kemarin.
Menurutnya, kesepakatan itu telah mencederai keadilan bila diterapkan. Pasalnya, nyata bertentangan dengan prinsip equality before the law.
“Itu mencederai keadilan dan merupakan langkah mundur dalam pemberantasan korupsi,” paparnya.
Dia menilai kesepakatan bersama antara pihak kejaksaan, Kemendagri, dan Polri tersebut patut dipertanyakan karena memberi keistimewaan kepada penjahat kerah putih yang selama ini sulit dijerat.
Agustinus menambahkan, MoU itu tidak hanya bertentangan dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, tetapi juga bertentangan dengan kebijakan pemerintah untuk menegakkan hukum dan pemberantasan korupsi.
Pasal 2 dan 3 UU Tipikor menyebutkan bahwa siapa pun yang menyebabkan kerugian negara dapat dijerat dengan hukuman kurungan penjara atau denda. “Ini bukan hanya soal bertentangan dengan Pasal 2 dan 3, tapi bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar penegakan hukum dan kebijakan negara dalam pemberantasan korupsi,” tandasnya.
Sebelumnya, Rabu (28/2), Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menandatangani MoU terkait penanganan aduan korupsi di daerah. Dalam kesempatan itu, Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, pejabat pemda yang terindikasi melakukan korupsi, kasusnya bisa dihentikan jika mengembalikan uang yang dikorupsi.
Pendapat pribadi
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan Polri telah meminta klarifikasi dari Kabareskrim mengenai pernyataannya tersebut. “Jadi, itu ialah pernyataan pribadi dari beliau yang memang perlu dikaji lebih dalam,” jelasnya.
Ia mengatakan Ari menilai bahwa jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menentukan tidak ada kerugian negara dalam suatu laporan, tidak perlu lagi diproses hukum. Hal itu untuk menghemat biaya penyidikan hingga penuntutan yang jumlahnya lumayan besar. “Indeksnya per kasus korupsi itu sekitar Rp200 juta. Misalnya, kalau korupsinya hanya Rp100 juta, tetapi biaya penyidikannya Rp200 juta, malah negara rugi. Padahal, uang negara yang Rp100 juta sudah dikembalikan,” kata Setyo.
Ari, kata Setyo, menilai akan lebih baik jika pelaku dikenai hukuman tambahan seperti sanksi sosial. Meski begitu, saat ini belum ada payung hukum yang mengatur penghapusan pidana jika adanya pengembalian uang negara. “Sekarang peraturannya masih perlu dikaji lebih mendalam tentang peraturan-peraturan yang ada. Kalau yang peraturan sekarang, semua harus ditegakkan. Korupsi sedikit saja sudah diproses,” kata dia.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menilai MoU tersebut merupakan kemunduran dalam dunia penegakkan hukum. “Saya melihat ini seperti restorasi terhadap rezim pidana yang tak lagi berdaya mendorong perbaikan. Ini simplifikasi sekaligus mencerminkan rasa frustrasi.” (Sru/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved