Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Melorotnya Posisi Indonesia Dalam IPK, Kegagalan Pemerintah

Dero Iqbal Mahendra
23/2/2018 16:37
Melorotnya Posisi Indonesia Dalam IPK, Kegagalan Pemerintah
(Ilustrasi)

KORUPSI masih menjadi persoalan serius yang harus diatasi oleh pemerintah, meski berbagai upaya telah dilakukan seperti dibentuknya lembaga khusus antikorupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 14 tahun silam. Kerja-kerja KPK pun sudah tampak, namun ironisnya Indonesia masih jauh dari kondisi bebas korupsi.

Menanggapi melorotnya posisi Indonesia dari hasil indeks persepsi korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai bahwa hal itu merupakan cerminan dari kegagalan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

KPK sendiri sebagai sebuah lembaga anti korupsi meski memiliki peran dalam upaya pemberantasan korupsi, namun dalam hal ini hanya menjadi sebagai salah satu variable dalam IPK tersebut.
Baca juga: Riuh OTT, Indeks Korupsi Stagnan

"Subyek IPK itu ada di pemerintah. Makanya angka penilaian itu lebih ditujukan kepada kinerja pemerintah. Misalnya perizinan, maka data yg dipake IPK itu data PERC ( Politica Economi Risk Consultacy )," terang Donal kepada Media Indonesia, Jumat (23/2).

Donal menilai pemerintah masih belum menunjukkan kinerja peningkatan dalam pemberantasan korupsi. Hingga saat ini menurut Donal masyarakat masih menantikan ditandatanganinya inpres pemberantasan korupsi.

Bahkan menurut Donal komitmen dalam menurunkan tingkat korupsi juga terkait dengan menciptakan sistem anti korupsi yang transparan dan bersih termasuk berbagai upaya pencegahan lainnya

Sehingga jika memang posisi Indonesia menjadi melorot adalah sebuah kekeliruan bila yang disalahkan justru KPK. Sebab Dalam contoh Singapura yang memiliki nilai tertinggi bikan karena CPIB, namun justru karena perizinan di Singapura dan pemerintahannya yang bagus.

Donal juga menolak keras pendapat yang mengatakan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) atau penindakan lain yang dilakukan KPK membuat rendahnya anggaran dan terhambatnya proyek. Menurutnya justru dengan berjalannya penegakan hukum tersebut menjadi salah satu bagian yang meningkatkan skor IPK.

Senada dengan Donal yang berbeda Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dirinya juga menilai bahwa turunnya posisi Indonesia adalah tanggung jawab dari pemerintah. Bahkan hingga bisa disalip oleh Timor Leste merupakan suatu keprihatinan.

"Presiden harus sungguh memperkuat KPK karena selama ini masih setengah hati, terutama dengan bukti adanya Pansus Angket KPK tampak Presiden tidak tegas menolaknya. Selain itu Presiden juga harus membawa sistem anggaran negara menjadi lebih transparan dan akuntabel. Selama ini masih terjadi anggaran ditutup-tutupi dengan alasan rahasia negara," terang Boyamin.

Rendahnya IPK menurutnya juga merupakan bentuk cerminan kegagalan pemerintah dalam mengelola anggaran dan sumber daya alam. Dia juga beranggapan jika memang ada pihak yang takut karena banyaknya penindakan maka sebtulnya orang tersebut karena mereka bersalah atau mau melakukan korupsi.

Menurut Bonyamin anggapan bahwa banyaknya penindakan dari KPK akan berdampak negatif kepada ekonomi dan pembangunan adalah sebuah isu yang sengaja dibangun untuk melemahkan penindakan korupsi. Sebab masih banyak orang baik yang penyerapan anggarannya baik dan tidak terkena perkara hukum. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya