Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Pengawasan KPK Sudah Ada Dari Internal dan Eksternal

Dero Iqbal Mahendra
14/2/2018 17:16
Pengawasan KPK Sudah Ada Dari Internal dan Eksternal
(MI/Rommy Pujianto)

REKOMENDASI Pansus Angket DPR untuk KPK khususnya terkait tentang pembentukan lembaga pengawas independen dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan lembaga sejenis yang sudah ada.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, tanpa adanya lembaga tersebut sebetulnya pengawasan KPK sudah berjalan efektif yang juga sudah dilakukan dari eksternal dan internal.

"Misalnya dari pihak eksternal, salah satunya dilakukan oleh DPR, dan pengawasan keuangan dilakukan oleh BPK, sedangkan pengawasan secara keseluruhan itu dilakukan oleh publik. Jadi kalau dikatakan pengawasan terhadap KPK tidak optimal, nah kita perlu lihat siapa pihak pengawas yang tidak optimal melaksanakan tugasnya," ujar Febri di gedung KPK Jakarta, Rabu (14/2).

Oleh sebab itu Febri menyatakan akan lebih baik dilakukan penguatan kelembagaan dibandingkan membentuk lembaga pengawas independen tersebut bila memang DPR memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Termasuk di dalamnya adalah penguatan yang substansial termasuk penguatan di undang-undang.

Febri menyatakan pembentukan lembaga tersebut tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba sebab memerlukan analisis lebih lanjut. DPR sendiri sebetulnya bisa melakukan pengawasan melalui rapat dengan KPK sebagaimana ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam fungsi pengawaasan DPR. Akan tetapi Febri mengingatkan bahwa pengawasan tersebut tidak termasuk kedalam ranah Yudisial.

Di sisi lain Febri menjelaskan untuk pengawasan internal sebetulnya KPK sudah memiliki sistem tersebut. KPK sendiri memiliki satu Direktur Khusus yang mengawasi internal dengan posisi langsung di bawah Pimpinan Deputi bidang pengaduan masyarakat dan pengawasan internal.

"Ketika pimpinan diduga melanggar kode etik ada mekanisme pengawasan yang melibatkan pihak eksternal yang disebut komite etik misalnya, yang bahkan eksternalnya lebih dominan di sana. Ini yang kami sebut bahwa mekanisme pengawasan tersebut sebenarnya sudah diatur sudah dilaksanakan bahkan komite etik pernah dibentuk untuk beberapa pimpinan KPK sebelumnya dan secara umum pengawasan kinerja juga dilakukan oleh DPR," jelas Febri.

Terkait poin rekomendasi yang dikirimkan oleh surat Ketua DPR, Febri menjelaskan pihaknya sudah menjawab surat tersebut karena KPK menghormati DPR sebagai lembaga negara dan juga menghormati keputusan dari Mahkamah Konstitusi.

Namun KPK sejak awal berbeda pendapat dalam hal pansus angket tersebut dan pihak KPK juga menemukan adanya sejumlah temuan dan rekomendasi yang tidak tepat.

Sehingga dalam balasan surat tersebut, pihak KPK sudah menjelaskan sejumlah poin ketidaksepahaman KPK akan poin rekomendasi Pansus. KPK juga mengklarifikasi sejumlah temuan tersebut dengan mendasarkan kepada pasal 20 UU KPK sebagai bagian pertanggung jawaban kepada publik.

"Kami katakan bahwa sejumlah temuan dan rekomendasi tersebut tidak disetujui oleh KPK. Karena ada beberapa data yang kira-kira perlu diklarifikasi dan cek lebih lanjut. Karenanya kami sampaikan lampiran 13 halaman lampiran surat tersebut yang meliputi aspek kewenangan kelembagaan sumber daya manusia dan juga aspek keuangan di KPK," terang Febri.

Lebih lanjut Febri menekankan bahwa tanggung jawab dalam pemberantasan korupsi termasuk terkait Indeks Persepsi Korupsi Indonesia adalah tanggung jawab bersama DPR dan juga Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya sebagai kerja bersama.

Bila melihat track record pelaku korupsi yang ditangani KPK mayoritas berasal dari swasta 184 orang, eselon I - III sebanyak 175 orang dan anggota DPR/DPRD sebanyak 144 orang. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya