Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
BELAJAR dari pengalaman Pilkada DKI Jakarta, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyoroti materi ceramah di massa Pilkada Serentak 2018. Ceramah yang meminta para jemaah memilih pemimpin sesuai dengan agama yang dianut, diakui Bawaslu menjadi polemik dalam berdemokrasi.
"Itu kan jadi trouble bagi banyak orang, Pilkada DKI-kan tensinya naik gara-gara itu. Nah, oleh sebab itu kami ingin tensinya turun dengan materi khotbahnya baik," kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja, Jakarta, Minggu (11/2).
Rahmat mengatakan, Bawaslu berharap seharusnya materi khotbah yang disampaikan kepada jemaah adalah bagaimana menciptakan suasana berdemokrasi yang teduh, termasuk larangan tegas tentang politik SARA dan money politics adalah hal yang dilarang.
"Hal itu yang harus diceramahkan tokoh agama di masjid atau gereja, bagaimana buruknya hal itu terhadap negara dan agama. Itu yang kami inginkan ke depan," tandasnya.
Guna mewujudkan materi khotbah yang sesuai dengan tujuan menyejukan suasana Pilkada Serentak 2018, pihaknya akan menyusun pedoman materi khotbah bersama seluruh pemuka agama dari setiap kepercayaan.
"Kami undang para pemuka agama untuk menyusun materi khotbah untuk jadi bahan referensi khotbah yang mengingatkan antipolitik SARA, dan anti politik uang. Tema besar itu yang kita muat," jelas Rahmat.
Rahmat berharap, masukan Bawaslu ini tidak diributkan. Dia mengibaratkan, apa yang hendak disampaikan institusinya seperti ajakan KPK untuk mengharamkan praktik korupsi.
"Jadi kami ingin jangan jadi bahan polemik. Ini ibarat KPK pernah buat khotbah antikorupsi dulu. Lah kok kami menyusun ini jadi masalah?" ujar Rahmat.
Ia juga memastikan rumusan materi khotbah ini tak mengekang kebebasan khatib dalam berceramah. Namun, hanya sebagai referensi mengantisipasi politik uang serta menyinggung SARA. Menurut Rahmat, dua isu itu tak baik dipraktikan dalam kehidupan bernegara. Karenanya, para dai diimbau lebih bijak saat siar ke publik.
"Tidak, rumusan itu hanya referensi. Artinya, boleh dipakai, boleh tidak. Saat pemilihan pasangan calon (paslon), silakan memilih siapa saja. Tapi, tidak boleh kampanye SARA. Disisi lain harus diceramahkan oleh para pemuka agama di saat dia ceramah tentang buruknya politik uang yang mengakibatkan dampaknya terhadap negara," tegasnya.
Meski begitu, terang Rahmat, Bawaslu tak melakukan pengawasan di lokasi penceramah. "Polisi pesta demokrasi" akan bertindak, saat ada laporan.
"Berkampanye di tempat ibadah, kan, tidak boleh menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kalau ada laporan, kita tindaklanjuti. Misalnya, kalau dia mengampanyekan politik SARA. Itu bisa masuk pidana Undang-Undang Pemilu," pungkasnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved