Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

KPU Akui Verifikasi tidak Ideal

Liliek Dharmawan
21/1/2018 09:45
KPU Akui Verifikasi tidak Ideal
(MI/RAMDANI)

TUNTUTAN untuk memenuhi asas keadilan dalam proses verifikasi calon peserta Pemilu 2019 membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menurunkan kualitas verifikasi. Kendati tidak ideal, verifikasi faktual dengan metode sampling 5% dinilai sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebetulnya, kalau secara ideal, verifikasi faktual memang harus mendatangi satu per satu ke rumah. Namun, itu membutuhkan dana yang besar. Oleh karena itu, metodenya diubah," papar Komisioner KPU Wahyu Setiawan seusai apel Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) di Purwokerto, Jawa Tengah, kemarin.

Dengan pengubahan metode dari semula menggunakan sample 10% menjadi 5%, verifikasi faktual empat partai baru pun dikonversi sesuai dengan aturan yang baru. Dengan demikian, keempatnya mendapat perlakuan sama dengan 12 parpol peserta Pemilu 2014.

"Kalau ada partai baru yang telah dilakukan verifikasi faktual, (keanggotaan) sudah lebih dari 50 orang, tetapi di bawah 100 orang, maka dinyatakan MS (memenuhi syarat) karena aturannya telah dikonversi ke aturan yang baru," ujar Wahyu.

Menurut Wahyu, KPU pusat dan provinsi bakal melaksanakan verifikasi faktual pada 28-29 Januari dan hanya memverifikasi kepengurusan, 30% pengurus perempuan, serta domisili kantor. KPU kabupaten/kota melaksana-kan verifikasi sampai keanggo-taan mulai 30 Januari hingga 1 Februari 2018. Meski begitu, KPU tidak mendatangi anggota ke rumah-rumah dan hanya mendatangi kantor parpol.

MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 173 UU Pemilu terkait verifikasi parpol yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia, Partai Idaman, dan Perindo. MK menegaskan semua parpol peserta Pemilu 2019 harus diverifikasi.

Pengamat hukum Syamsuddin Radjab meminta KPU tidak mencari alasan dalam melakukan verifikasi faktual sebagaimana mestinya terhadap seluruh parpol. Apabila urung dilaksanakan, penyelenggara dianggap melanggar dan dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 476 dan 554 UU Pemilu.

"Pengumuman parpol peserta pemilu dapat saja direvisi dalam menambah waktu tugas atas pertimbangan putusan MK," ujarnya di sela-sela diskusi bertajuk Verifikasi dan Kerumitan Tiap Pemilu, di Menteng, Jakarta, kemarin.

Mantan Komisioner KPU Sigit Pamungkas menambahkan putusan MK harus dilakukan meski ada keberatan dari kalangan parpol lama yang duduk di parlemen. Keberatan itu diduga karena beberapa faktor, seperti infrastruktur di level kecamatan belum siap, kepengurusan di level bawah, dan ketiadaan kantor.

Tepis tudingan

Dalam diskusi bertajuk Pro-Kontra Verifikasi Parpol, di Jakarta, kemarin, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Arteria Dahlan menolak anggapan adanya lobi-lobi yang membuat metodologi verifikasi menjadi lebih sederhana.
"Kalau betul ada rapat, kalau betul ada permusyawaratan atau permufakatan jahat yang menekan KPU, saya katakan itu tidak benar," tegas Arteria.
PDIP, lanjut dia, bahkan siap jika dilakukan verifikasi faktual dan telah mengusulkan jika verifikasi dilakukan dengan cara sensus.

Sebelumnya, rapat kerja Komisi II DPR bersama pemerintah, KPU, dan Bawaslu sempat memutuskan verifikasi faktual sudah terepresentasikan melalui kelengkapan data yang diunggah ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Keputusan itu menuai protes keras dari Partai NasDem yang menuntut agar verifikasi faktual benar-benar dijalankan. (Gol/Ric/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya