Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KECENDERUNGAN individualisme saat ini mengancam eksistensi Pancasila. Sebab Pancasila mengutamakan asas gotong royong.
Trend individualisme ini juga akan menghambat proses menuju mufakat karena orang memikirkan individu masing-masing.
Kecemasan ini disampaikan Diaz Hendropriyono, Staf Khusus Presiden Jokowi dalam 'Obrol Orang Muda: Kebangsaan di Masa Milenial' di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (18/1).
Perubahan budaya ke arah individualisme, ungkap Diaz, terjadi karena beberapa hal, seperti masuknya arus liberalisme, pertumbuhan ekonomi negara, perkembangan teknologi, di antara faktor lainnya.
Untuk menghadapi masalah kebangsaan ini, menurut Diaz, salah satu caranya dengan melakukan ritual kebangsaan. Contohnya, di Thailand setiap pagi dan sore selalu dikumandangkan lagu kebangsaan dan semua masyarakat meresapi lagu kebangsaan tersebut.
"Narasi agama sebagai pemersatu harus disebarkan, bukan malah dieksploitasi untuk mencapai tujuan politik tertentu," ujar Diaz.
Pancasila, jelas Diaz, ada 5 sila yang kesemuanya satu kesatuan. Jangan hanya meresapi sila Ketuhanan yang Maha Esa, tapi ingat juga ada sila kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial serta persatuan.
"Pak Presiden sudah melakukan banyak hal untuk meningkatkan keadilan sosial, misalnya membuat BBM 1 harga di seluruh Indonesia, menerbitkan 5,2 juta sertifikat tanah milih rakyat untuk mendorong perekonomian, mengembangkan tol laut menjadi 15 trayek, dan membangun tol di seluruh nusantara, termasuk Trans Papua," tandasnya.
Dalam kesempatan sama, dua finalis lomba esai LIPI Vito dari Universitas Indonesia dan Riska dari Universitas Sumatera Utara menyampaikan pandangannya. Keduanya mewakili generasi milenial.
Menurut Vito, meski media sosial dan platform digital dinilai membuat masyarakat menjadi lebih individualistis. Namun beberapa kasus membuktikan bahwa platform digital dan media sosial, justru dapat meningkatkan kolaborasi seperti pada ruang guru yang sukses mengkolaborasikan edukasi bagi para stake holdernya
"Generasi milenial dan pengguna media sosial harus berhati-hati. Khususnya fenomena filter bubble di mana informasi-informasi yang dipaparkan kepada user belum tentu fakta. Namun, algoritma menilai user memiliki ketertarikan atas konten dan informasi tertentu, yang pada akhirnya membuat user terjebak pada informasi yang sudah disesuaikan dengan algoritma saja," tegas Diaz lagi. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved