Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

SPDP Agus-Saut Dianggap Kriminalisasi

Christian Dior Simbolon
10/11/2017 17:25
SPDP Agus-Saut Dianggap Kriminalisasi
(MI/Susanto)

TINDAKAN Ketua DPR RI Setya Novanto lewat kuasa hukumnya melaporkan 25 penyidik dan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Mabes Polri dinilai sebagai bentuk kriminalisasi.

Menurut Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo, pelaporan tersebut merupakan serangan balik Novanto untuk menghambat penyelesaian kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (KTP-E).

"Sejak awal 2014, sepertinya hampir tidak pernah berhenti upaya-upaya menurunkan wibawa KPK. Dan sekarang kriminalisasi komisioner KPK di Bareskrim Polri," ujar Ari di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Jakarta Pusat, Jumat (10/11).

Selain Ari, hadir sejumlah aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat lainnya, di antaranya Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi, pegiat pemilu Wahidah Suaib Wittoeng dan peneliti Formappi Lucius Karus.

Ari mengatakan Presiden Jokowi harus turun tangan untuk melindungi upaya-upaya pelemahan KPK, baik yang datang dari ranah politik maupun hukum. Pasalnya, publik sudah gerah dengan upaya-upaya pelemahan tersebut.

"Secara politik pelemahan ini juga bisa diarahkan ke Presiden Jokowi, yakni terkait bagaimana sikap dan ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum. Inilah kenapa sikap tegas Presiden sangat ditunggu publik. Bukan hanya pernyataan semata, tapi juga aksi nyata," imbuhnya.

Wahidah menambahkan, terbitnya SPDP terhadap pimpinan KPK menunjukan anomali penegakkan hukum di Indonesia. "Hukum kebolak-balik. Novanto yang tersangka, pimpinan KPK yang disidik. Novanto yang tersangka, tapi pembuat meme yang disidik. Ini sudah genting. Jangan sampai ada Cicak versus Buaya jilid baru atau cicak versus belut sekarang."

Ray menambahkan, seharusnya kepolisian bersikap lebih bijak dan mengesampingkan kasus dugaan pemalsuan surat yang dilakukan pimpinan KPK. Terlebih, kasus tersebut dilaporkan oleh pihak yang berperkara di KPK.

"SPDP itu seharusnya tidak diterbitkan. Apalagi meskipun menang praperadilan, bukan berarti Novanto tidak bisa dijadikan tersangka lagi. Wajar saja kalau KPK meminta perpanjangan masa pencegahan karena akan kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka," jelasnya.

Di sisi lain, Jojo Rohi mengatakan, penuntasan kasus dugaan korupsi proyek KTP-E yang melibatkan aktor-aktor Senayan perlu dikebut. Apalagi, Indonesia akan segera menggelar pemilu legislatif pada 2019 mendatang.

"Para aktor yang terlibat itu produk dari proses pemilu. Karena itu, kalau aktor-aktor itu dibiarkan, ini bisa menimbulkan apatisme dari publik terhadap politik. Pemilu jadi hanya dianggap mekanisme legal untuk mengganti satu maling dengan maling berikutnya," cetusnya. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya