Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Surat Pengajuan Pencekalan Novanto Sudah Sesuai Prosedur

Dero Iqbal Mahendra
09/11/2017 21:11
Surat Pengajuan Pencekalan Novanto Sudah Sesuai Prosedur
(MI/MOHAMAD IRFAN)

DUA pimpinan KPK Saut Situmorang dan Agus Rahardjo menanggapi santai keramaian seputar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap mereka.

Mereka mengungkapkan sebagai negara hukum, KPK pun tidak lepas dari kritik dan koreksi. Sehingga penyelesaian melalui jalur hukum adalah jalan yang wajar.

"Jangan (dibilang Kriminalisasi). Pokoknya KPK harus check and balance, itu saja. Apakah bentuknya kriminalisasi atau bukan, biar publik yang menilai. Tetapi intinya kalau memang kita ingin membangun peradaban hukum baru tidak boleh dendam, marah, sakit hati apapun namanya, tidak boleh tak mau dikoreksi," jelas Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK Jakarta, Kamis (9/11).

Bila memang ada hal yang kurang, menurut Saut, harus dikoreksi melalui aturan hukum yang berlaku. Sebab KPK selalu bekerja dengan berpatokan pada UU. Sebagai negara hukum semua pihak harus bersedia untuk ditanya, dikoreksi dan juga memberikan jawaban.

Dirinya mengingatkan bahwa pihak luar tentu mengawasi dan memantau perkembangan Indonesia. Jangan sampai hal tersebut membuat indeks persepsi korupsi Indonesia jalan di tempat.

Saut juga menyatakan bahwa koordinasi dengan Polri selalu dilakukan ada atau tidak masalah, baik formal maupun informal. Namun ia menolak memberikan tanggapan terkait dengan teguran Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim.
Brigjen Herry Rudolf Nahak.

Saut mengaku bahwa dirinya siap untuk diperiksa, pun menurutnya kalaupun dirinya pada akhirnya dihukum, hukumannya tidak akan sampai hukuman mati. "Memang vonisnya berapa tahun buat saya?" kelakar Saut.

Saat ditanyakan apakah hal ini adalah bagian dari serangan balik Setya Novanto, dirinya menolak mengaitkan hal tersebut, meski secara kasat mata hal itu tersebut berkaitan dengan kasus Novanto. KPK selalu melakukan tindakan jika memang sudah ada bukti awal, dan juga langkah langkah sesuai dengan tata aturan.

"Jadi kalau umpamanya itu dikaitkan dengan prosesnya, ya prosesnya kita ulang dari awal, kita baik-baik, hati hati. Jangan lupa, KPK itu memang digaji untuk membawa penjahat ke depan pengadilan. Kami kan digaji untuk itu, jadi jangan disalah-salahkan juga," tambah Saut.

Saut menekankan dalam proses pembuatan dan pengambilan keputusan terkait surat pencekalan Novanto ke luar negeri, sudah sesuai dengan prosedur yang ada.

"Saya tak mau komentar diprosesnya, tetapi kalau memang saya ditanya akan kita jawab. Jadi artinya, supaya nanti di luar orang tidak gaduh. Masa sih saya tanda tangani surat kalau enggak disetujui pimpinan lain, dan kalau tidak juga dikasih masukan dari teman-teman di bawah," terang Saut.

Dalam kesempatan yang berbeda juru bicara KPK Febri Diansyah juga menegaskan bahwa penetapan pencekalan Novanto sudah dimulai sejak dia menjadi saksi dalam kasus KTP-el. Hingga saat ini sudah terdapat sembilan orang yang juga dicekal berkaitan dengan kasus KTP-el, baik sebagai saksi maupun tersangka.

"Dari sejumlah pihak yang dicegah, ada yang dicegah ke luar negeri dalam status sebagai tersangka, dan sebagian besar sebagai saksi. Pencegahan seseorang ke luar negeri tersebut tentu memiliki dasar hukum yang kuat," tegas Febri.

Terutama bia melihat UU KPK No. 30 Tahun 2002 tentang KPK serta UU Imigrasi No. 6 Tahun 2011 diatur dalam BAB IX Pencegahan dan Penangkalan Pasal 91 s.d. Pasal 103.

Namun memang berdasarkan Putusan MK : PUT No. 64/PUU-IX/2011 – Perkara Pengujian UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terhadap UUD Negara RI dalam pasal 97 menyebutkan bahwa pencekalan lebih dari setahun batal demi hukum.

MK membatalkan ketentuan boleh memperpanjang cekal tanpa batas dan MK putuskan bahwa cekal hanya 6 bulan, dan hanya boleh diperpanjang sekali lagi maksimal 6 bulan.

"Cekal hanya maksimum 12 bulan saja. Lebih dari 12 bulan dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 45," terang Febri.

Legalitas akan pencekalan tersebut juga didukung dengan melihat putusan prapradilan PN Jaksel yang menolak permohonan pencabutan pencekalan yang diajukan Novanto. Sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan pencegahan seseorang ke luar negeri adalah tindakan yang sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang apalagi pemalsuan surat.

"Tindakan ini (Pencekalan) bahkan penting untuk memperlancar penanganan kasus korupsi, terutama untuk memastikan saat saksi atau tersangka dipanggil maka mereka sedang tidak berada di luar negeri. Oleh karena itu kami ingatkan agar para saksi dan tersangka yang dipanggil mematuhi aturan hukum yang berlaku, terutama dalam pemenuhan kewajiban hukum untuk datang jika dipanggil sebagai saksi," pungkas Febri. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya