Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pimpinan KPK Tak Bernyali Hadapi Kepolisian

Golda Eksa
04/11/2017 13:13
Pimpinan KPK Tak Bernyali Hadapi Kepolisian
ANTARA(ANTARA)

PENYIDIKAN kasus kekerasan yang menimpa penyidik Novel Baswedan diprediksi tidak bakal tuntas apabila pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tempat Novel bekerja enggan mendorong pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Kondisi itu diperparah dengan sikap pimpinan lembaga antirasywah itu yang cenderung tidak berani ketika berhadapan dengan Korps Bhayangkara.

Hingga saat ini penyidikan untuk menguak siapa pelaku dan dalang insiden kekerasan terhadap penyidik senior KPK itu belum menemukan titik terang, meski prosesnya telah memasuki hari ke-206. Walhasil, Novel pun dibiarkan meradang melihat kasus yang seolah menjadi misteri.

Demikian penuturan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak di sela-sela diskusi Kasus Novel Setelah 200 Hari, di Menteng, Jakarta, Sabtu (4/11). Ia menilai penyelesaian kasus itu bisa direalisasikan jika pimpinan KPK tegas dan mau mendorong pembentukan TGPF ke presiden.

"Pimpinan KPK yang sekarang ini kalau berhadapan dengan polisi ada kecenderungan tidak berani. Seharusnya pimpinan KPK sikapnya terang dan menyatakan ke Presiden kalau situasi tidak normal," ujar Dahnil.

Menurut dia, semangat memburu koruptor sejatinya bisa diperlihatkan para komisioner KPK dengan komitmen melakukan pelbagai upaya untuk menuntaskan kasus Novel. Musibah yang menimpa Novel dianggap sebagai persekongkolan sempurna yang harus diungkap ke publik.

Muhammad Isnur, menambahkan bahwa membiarkan kasus semakin berlarut sama saja menghilangkan barang bukti. Oleh karena itu, diperlukan sebuah terobosan berupa pembentukan TGPF yang sekaligus dapat membantu tugas kepolisian dalam mengurai perkara.

Ia mengemukakan, rencana Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk kali ketiga juga harus dibarengi dengan ukuran yang jelas, seperti pro antikorupsi atau memperkuat lembaga pemberantasan korupsi. "Jangan nanti malah Tito kembali dipanggil-panggil lagi. Mau sampai kapan Tito dipanggil? Presiden harus kasih target kepada Kapolri."

Senada disampaikan mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Ia memandang sulitnya Novel kooperatif karena ada rasa ketidakpercayaan kepada pihak kepolisian. Banyak problem yang melatari persoalan itu sehingga kerja sama pun urung terlaksana.

"Di sini penyidikan sudah berjalan tapi tetap saja masih ada keluhan masyarakat soal lamanya kasus diungkap. Artinya, sangat penting untuk segera menyatukan serpihan-serpihan yang terpisah menjadi satu kesatuan," kata dia.

Pendapat berbeda dikatakan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti. Menurutnya, kasus teror yang menyasar Novel sangat terencana dan tidak bisa dipatok dengan durasi penyidikan, yakni 100-200 hari kerja harus rampung.

Sebagai contoh, imbuh dia, upaya menguak siapa pembunuh aktivis HAM Munir Said Thalib baru membuahkan hasil setelah 7 bulan penyidikan dengan tersangka pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.

"Memang butuh waktu untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dalam hal ini kami melihat polisi masih on the track. Kompolnas akan selalu mengawasi kinerja kepolisian," tandasnya. (Gol)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya