Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

UU Penodaan Agama Beri Kepastian Hukum Bagi Masyarakat

Golda Eksa
26/9/2017 20:09
UU Penodaan Agama Beri Kepastian Hukum Bagi Masyarakat
(Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kiri) mendengarkan keterangan dari Koordinator Pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Mia Amiyati . ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
PEMERINTAH memastikan UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tidak akan menyulitkan setiap warga negara untuk menjalankan ibadah atas agama yang diyakini. Regulasi tersebut justru memberikan kepastian hukum dan bukan menimbulkan kerugian konstitusional.

Pernyataan pemerintah itu dibacakan oleh Koordinator pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung Mia Amiyati di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (26/9). "Undang-undang pencegahan penodaan agama tidak merugikan hak-hak warga negara, terlebih bagi umat Islam," ujarnya.

Uji materi tersebut teregister dalam Nomor 56/PUU-XV/2017 UU Penodaan Agama dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden. Pun keterangan Presiden Joko Widodo atas permohonan pengujian UU 1/PNPS/1965, itu ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Menurut dia, para pemohon yang mengaku beragama Islam dan dalam menjalankan kegiatan beribadahnya merasa terhalang-halangi oleh ketentuan aquo (pasal dalam UU Penodaan Agama) ternyata sangat kontradiktif dengan realitas di masyarakat.

Alasannya, terang Mia, karena warga negara Indonesia yang tersebar adalah beragama Islam yang dalam menjalankan kehidupan maupun peribadatannya justru tidak pernah terganggu dengan ketentuan aquo tersebut.

"Bahwa terhalang-halanginya pemohon dalam menjalankan aktivitasnya tidaklah berdasarkan akibat berlakunya norma aquo. Tetapi sebagai akibat pelaksanaan penegakan hukum sebagai konsekuensi diberlakukannya undang-undang pencegahan penodaan agama karena terjadinya penyimpangan ajaran agama Islam," ujar Mia.

Dia menjelaskan, penetapan dan peringatan kepada penganut Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) juga tidak bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Terjadinya kerugian seperti yang diakui oleh pemohon pun semata-mata akibat dari implementasi norma, yakni adanya penilaian terkait kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran JAI.

"Penetapan tersebut sebagai bentuk perlindungan hukum dari negara guna mencegah timbulnya keresahan kehidupan beragama dan perbuatan anarkistis. Oleh karena itu ditetapkan SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri" kata Mia.

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh 9 anggota JAI dari berbagai wilayah di Tanah Air. Fitria Sumarni selaku kuasa hukum pemohon, mengatakan ketentuan dalam Pasal 1, 2, dan 3 UU UU 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama telah merugikan kliennya. Bahkan, pasal-pasal dalam regulasi itu diduga dapat ditafsirkan sangat luas.

"Tidak adanya kejelasan norma dalam pasal itu yang kemudian dituangkan menjadi SKB dan ditafsirkan oleh peraturan daerah sehingga menjadikan kerugian yang dialami pemohon sangat spesifik dan konkret," pungkas Fitria. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik