Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Pemerintah Serius Menangani Gizi Buruk

Indriyani Astuti [email protected]
16/8/2017 06:56
Pemerintah Serius Menangani Gizi Buruk
(ANTARA/ADIWINATA SOLIHIN)

INDONESIA masih menjadi salah satu negara dengan permasalahan gizi. Sebagai upaya mengatasi kurang gizi (stunting), pemerintah berencana meningkatkan program gizi seimbang serta menyiapkan total anggaran sekitar Rp60 triliun untuk 12 kementerian/lembaga yang terlibat penanganan stunting. Saat ini tengah dirumuskan mengenai konsep gizi seimbang yang sederhana dengan mempertimbangkan makanan lokal yang ada di setiap wilayah Indonesia untuk mengupayakan pemenuhan gizi pada anak. Stunting ialah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga berakibat anak tersebut terlalu pendek untuk seusianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan. Dimulai pada masa awal kehamilan. Gejala stunting baru tampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting akan berdampak pada tingkat kecerdasan anak yang biasanya mengalami penurunan, kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas. Menurut Menko PMK Puan Maharani, kerangka penanganan stunting terbagi menjadi dua, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Kedua hal ini membutuhkan kerja sama pemerintah pusat dengan peran pemda dalam bentuk edukasi dan sosialisasi, makanan tambahan, suplemen, imunisasi, infrastruktur air bersih, infrastruktur sanitasi, dan bantuan keluarga miskin.

“Pemerintah telah mengusulkan lokasi intervensi gizi terintegrasi di 100 kabupaten/kota yang telah teridentifikasi. Kriteria lokasi merupakan komposit dari indikator prevalensi stunting tinggi, jumlah anak balita banyak, tingkat kemiskinan tinggi, serta tersedianya paket gizi dari kementerian seperti PKH, STBM, Pamsimas, Sanimas, dan PAUD,” ujar Puan. Sementara itu, sasaran utama intervensi ialah penurunan stunting pada 1.000 hari pertama kehidupan. Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas dalam tumbuh kembang seorang anak. Dimulai sejak masih dalam kandungan hingga berumur dua tahun. Dalam periode tersebut anak harus dipastikan mendapat gizi yang sehat dan seimbang.

Saat ini diketahui, sekitar 37% atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Baseline data prevalensi stunting pada 2014 adalah 32,9% dengan target 2019 sebesar 28,0% dan capaian pada 2016 adalah 26,1%. Indonesia merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. “Diharapkan, target penurunan kasus stunting dapat tercapai melalui berbagai intervensi program oleh pemerintah. Ke depan persentasenya menurun bahkan tak ada lagi kasus stunting di Indonesia. Yang terpenting pemerintah akan terus menjamin kecukupan gizi untuk anak dan ibu hamil,” tegasnya.

Terintegrasi dengan Germas
Sebagai upaya percepatan penurunan prevalensi stunting, Menko PMK juga menekankan perlunya kualitas pelaksanaan yang optimal. “Intervensi penanganan stunting yang terintegrasi dengan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), di antaranya penyediaan air bersih dan sanitasi,” ujarnya. Pemerintah dalam RPJMN telah menargetkan dapat menurunkan prevalensi stunting dari status awal 32,9% turun menjadi 28% pada 2019. Sementara itu, berdasarkan data monev Kemenkes 2016, prevalensi stunting diperkirakan berada pada 27,5%. Penurunan prevalensi stunting, sambung Puan, membutuhkan sinergi program kementerian dan lembaga (K/L). Program tersebut meliputi peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, sosialisasi dan edukasi untuk pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan hingga usia dua tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI, dan mengupayakan peningkatan usia pernikahan di atas 19 tahun untuk perempuan.

Program lainnya yang berkaitan ialah penguatan pelayanan kesehatan dasar berkualitas; pembangunan infrastruktur air minum dan sanitasi serta lainnya. “K/L juga perlu melakukan penguatan dan penajaman terkait dengan penanganan stunting seperti melaksanakan kegiatan K/L agar dapat menjangkau kelompok strategis yang lebih luas (ibu, anak, pasangan usia subur, keluarga, sekolah dan lainnya),” papar Puan. Dia juga meminta pembangunan infrastruktur terkait dengan kesehatan agar dapat difokuskan di wilayah rawan stunting dan program-program K/L lainnya juga dapat ikut mendukung kegiatan penanganan stunting di wilayah tersebut. Dia juga mengimbau K/L yang memiliki tenaga lapangan seperti kader Keluarga Berencana dan tenaga di puskesmas dapat ikut memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat berkaitan dengan perilaku hidup sehat. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya