Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Syafruddin Arsyad Temenggung. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sahih menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu sebagai tersangka.
Dalam amar putusannya, hakim tunggal praperadilan Effendi Mukhtar menolak eksepsi termohon dan seluruh permohononan praperadilan yang diajukan Syafruddin.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, dan membebankan biaya perkara nihil," kata Hakim Effendi saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/8).
Atas putusan itu, Effendi menilai penetapan tersangka terhadap Syafruddin sah dan berdasar. Hakim Effendi juga menilai KPK telah punya dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkam Syafruddin sebagai tersangka.
"Karena petitum utama tentang penetapan tersangka telah ditolak, maka permintaan terhadap petitum lainnya tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum, maka harus ditolak seluruhnya," ucap Effendi.
KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dugaan korupsi BLBI pada April 2017. Ia dianggap bertanggung jawab dalam mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Sebagai salah satu obligor, BDNI memiliki kewajiban sebesar Rp4,8 triliun. SKL dikeluarkan walau hasil restrukturisasi aset BDNI hanya sekitar Rp1,1 triliun.
Atas perbuatannya itu mereka disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK telah menyelidiki penerbitan SKL untuk sejumlah penerima BLBI. BLBI digelontorkan untuk 48 bank yang likuiditasnya tergangg pascakrisis ekonomi 1998.
Bank Indonesia kemudian memberikan pinjaman yang nilainya mencapai Rp147,7 triliun. Namun berdasarkan audit BPK, ada penyimpangan sebesar Rp138,4 triliun dari BLBI.
SKL BLBI sendiri dikeluarkan BPPN di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. SKL ini dikeluarkan karena banyak obligator yang menunggak pinjaman terjerat hukum.
SKL dikeluarkan dengan berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. SKL tersebut dipakai Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah obligator bermasalah. (MTVN/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved