Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Penyadapan Harus Dilengkapi Dua Alat Bukti dan Disetujui Pengadilan

Astri Novaria
26/7/2017 22:31
Penyadapan Harus Dilengkapi Dua Alat Bukti dan Disetujui Pengadilan
(Thinkstock)

PEMBAHASAN Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme soal penyadapan sempat berlangsung alot. Namun akhirnya dapat ditemukan kesepahaman antara pemerintah dan panitia kerja (Panja) DPR. Keduanya akhirnya menyepakati pasal mekanisme penyadapan sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 dan 31A.

Perwakilan dari pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan, penyadapan dapat dimohonkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Namun permohonan penyadapan mesti mengantongi dua alat bukti yang cukup. Persyaratan tersebut menjadi kewajiban penyidik dalam rangka melakukan penyadapan kasus dugaan tindak pidana terorisme.

Setelah itu, alat bukti yang disodorkan penyidik kemudian diuji di pengadilan dalam rangka memberikan persetujuan, atau sebaliknya. Apabila, tidak mendapat persetujuan, maka penyadapan tidak dapat dilakukan penyidik terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme.

Sebaliknya, apabila mendapat persetujuan, penyadapan dapat dilakukan yang hasilnya bersifat rahasia yang tidak boleh disebarluaskan kepada siapapun. Selain itu, hasil penyadapan mesti dilaporkan kepada atasan penyidik dan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).

"Jadi penyadapannya harus lapor ke atasannya dan ke Kemenkominfo yang nanti punya data,” ujarnya Harkristuti di Gedung DPR, Rabu (26/7).

Pada kesempatan yang sama, juru bicara Mahkamah Agung (MA) yang menjadi bagian dari pemerintah, Suhadi, punya pandangan serupa. Menurutnya, alat bukti yang cukup menjadi prasyarat penyidik dalam meminta persetujuan dari pihak pengadilan. Sebab, permintaan persetujuan penyadapan aparat penegak hukum kepada pengadilan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang.

Menurutnya, adanya kejelasan aturan penyadapan, aparat penegak hukum dan pihak lain dapat terlindungi. Termasuk pula hasil penyidikan dinyatakan sah secara hukum setelah melalui mekanisme hukum yang diatur dalam UU.

"Saya kira rumusan tadi sudah pas. Nanti Ketua Pengadilan akan lihat ada tidak korelasi antara penyadapan dan peristiwa yang diajukan. Itu yang diteliti tetap menyertakan dua alat bukti yang sah. Diharapkan penaydapan ini tidak dilakukan sewenang-wenang dan juga sebagai ukuran bagi Ketua Pengadilan dalam memberikan perizinan penyadapan. Dengan begitu, aparatur pengadilan dan penyidik terlindungi dengan adanya kejelasan aturan itu selain itu hasilnya pun juga sah. Itu perlu diatur secara sah, kalau secara global mengambang akan ada permasalahan dalam pelaksanaannya," pungkasnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya