Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Status Tersangka Novanto Bisa Gerus Elektabilitas Golkar

Christian Dior Simbolon
19/7/2017 14:45
Status Tersangka Novanto Bisa Gerus Elektabilitas Golkar
(MI/Ramdani)

KEPUTUSAN politik Partai Golkar mempertahankan Setya Novanto sebagai ketua umum partai meskipun telah berstatus tersangka kasus korupsi bakal berdampak buruk terhadap elektabilitas partai berlambang beringin itu.

Menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, seharusnya kader partai Golkar mendorong Nonvanto mundur dari jabatannya sebagai ketua umum dan Ketua DPR RI.

"Detik itu ditetapkan tersangka, seharusnya detik itu pula mundur, baik sebagai ketua umum maupun Ketua DPR. Partai harusnya menghitung juga dampaknya bagi elektabilitas Golkar baik di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Jangan sampai Golkar identik dengan Setnov," ujar Syamsuddin di Jakarta, Rabu (19/7).

Syamsuddin menambahkan keputusan mempertahankan Novanto juga bakal berimplikasi negatif terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, publik bakal mempersepsikan pemerintah didukung salah satu partai yang ketua umumnya bermasalah dengan hukum.

"Bisa jadi elektabilitas pemerintahan Jokowi-JK juga tergerus akibat didukung oleh tokoh yang bermasalah. Golkar kan koalisi pendukung Jokowi. Kalau ketua umumnya itu punya kasus hukum tentu menjadi beban bagi Jokowi-JK kalau Setnov itu tidak secepatnya mundur," ujarnya.

Hal senada dikemukakan pakar komunikasi politik dari Emrus Corner, Emrus Sihombing. Sikap politik Golkar yang masih mempertahankan Novanto, ujarnya, bisa jadi beban politik bagi Golkar sendiri dalam menghadapi kerja-kerja politik, khususnya Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Sebab, status tersangka SN tersebut bisa 'digoreng, baik langsung atau tidak oleh pesaing politik pada setiap peristiwa politik.

Selain itu, bila Golkar hanya bertindak atas dasar normatif semata, imbuhnya, sangat tidak produktif mendapat simpati dan dukungan rakyat. Sebab, persoalan politik tidak sesederhana itu.
"Dalam berpolitik, yang paling utama mengedepankan etika, moral dan persepsi publik, daripada sekadar "bertahan" di balik UU normatif," ujarnya.

Emrus menambahkan, secara etika dan moral politik, orang yang disangkakan terkait perbuatan tercela, seperti dugaan tindak pidana korupsi, sejatinya yang bersangkutan harus menghadapinya secara satria dengan melepaskan diri dari berbagai atribut apapun, termasuk jabatan yang disandangnya yang berpotensi bisa memperlama, apalagi mempengaruhi proses hukum yang sedang dijalaninya.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik