PEMBENTUKAN Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi oleh DPR tidak bertujuan untuk melemahkan lembaga antirasywah. Prinsipnya pansus dibentuk untuk mengkaji ulang posisi KPK dalam lingkup ketatanegaraan di Tanah Air.
Demikian penegasan Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK T Taufiqulhadi di sela-sela diskusi Nasib KPK Ditangan Pansus, di Jakarta, Sabtu (8/7). Turut hadir Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) Tommy Suryatama, pakar hukum pidana dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husin, dan pengamat hukum tata negara Satya Arinanto.
Menurut Taufiqulhadi, masyarakat diimbau tidak memandang minus alasan pembentukan pansus angket tersebut. Ia berharap publik bisa memberikan kesempatan kepada DPR untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Oleh karena itu, jangan apriori, biarkan DPR bekerja dulu. Yang kami khawatirkan ialah jika pansus berhenti di tengah jalan sehingga (publik) menjadi tidak mengerti apa pun," terang dia.
Politisi dari Fraksi Partai NasDem itu menegaskan bahwa asumsi yang menyebut pembentukan pansus dapat melemahkan KPK sangat tidak relevan. Pansus dibentuk agar nantinya bisa memberikan pandangan baru terkait KPK, khususnya sejumlah hal yang mungkin belum diketahui masyarakat.
Satya Arinanto mengatakan sesuai Pasal 79 ayat (3) UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) terdapat celah bahwa DPR bisa menggunakan hak angket tidak hanya pada lembaga eksekutif, tetapi juga berlaku bagi semua lembaga negara pelaksana UU.
Dengan berkaca dari regulasi itu, hak angket dapat pula diarahkan kepada lembaga independen, seperti KPK dan lembaga negara lainnya. "Kalau secara undang-undang, ya, legal. Namun, kalau ditafsirkan semua lembaga bisa diangket, saya tidak setuju karena tidak tepat.
"Hak angket, kata dia, pada prinsipnya hanya untuk melakukan penyelidikan terhadap lembaga dalam melaksanakan UU. Meski demikian, imbuh dia, apabila dalam pelaksanaannya ditemukan unsur kesalahan yang menyimpang dari UU, DPR dapat menindaklanjuti dengan menyatakan pendapat atau hal-hal yang bersifat rekomendasi.
Pendapat berbeda dilontarkan Tommy Suryatama. Ia menilai pembentukan pansus angket tersebut hanya memboroskan energi. Seharusnya DPR bisa memaksimalkan peran dengan menuntaskan pembahasan beberapa UU yang menjadi domainnya.
Ia pun khawatir pembentukan pansus itu akan berujung pada wacana revisi UU KPK yang selama ini gencar disuarakan. "Kan Ketua DPR (Setya Novanto) dalam status dicurigai. Mungkin timbul persepsi jelek sehingga dipaksakan untuk hak angket," ujarnya.
Terpisah, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, mengimbau kadernya yang duduk di fraksi DPR untuk
jangan turun dahulu ikut serta menjadi anggota Pansus KPK.
Pria yang akrab disapa Cak Imin itu masih ingin melihat perkembangan yang ada serta mengamati situasi yang terjadi di masyarakat.
"Sampai hari ini tidak ikut pansus," kata Muhaimin saat ditemui seusai kegiatan halalbihalal di kediamannya, Jagakarsa, Jakarta Selatan, kemarin. Namun demikian, ia meminta kadernya tetap menghormati anggota pansus serta menghormati aktivitas kerja yang dilakukan pansus KPK mengunjungi LP Sukamiskin, Bandung. (Put/X-4)