Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

DPR-KPK kian Runcing

Astri Novaria
08/7/2017 07:40
DPR-KPK kian Runcing
(MI/SUSANTO)

SEIRING dengan pergerakan Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang KPK menemui para terpidana kasus korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/7), hubungan DPR-lembaga antirasywah kian meruncing.

Sejumlah mantan pemimpin KPK jilid 1-3 merapatkan barisan.

Mereka mengunjungi Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Mereka mengecam Pansus Angket KPK.

Para eks petinggi KPK menyebut pansus melakukan tindakan contempt of court atau menghina pengadilan.

"Apa sih gunanya harus sampai ke (LP) Sukamiskin dan Pondok Bambu? Proses mereka itu sudah yang benar lewat banding dan lewat kasasi dan bahkan ada yang PK (peninjauan kembali), bukan hanya di KPK," kata mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dalam jumpa pers.

Mantan pemimpin KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan pembentukan Pansus KPK merupakan kebodohan maksimal.

"Itu kebodohan maksimal. Sesat pikir," tandasnya.

Menurut dia, keberadaan Pansus KPK berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik yang tengah digarap KPK.

Dalam kasus megaskandal korupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu sejumlah anggota DPR disebut-sebut kecipratan uang korupsi, seperti Ketua DPR Setya Novanto dan Ketua Pansus KPK Agun Gunandjar Sudarsa.

Sebaliknya, Pansus Angket KPK bergeming.

Ketua Pansus KPK (Fraksi Golkar) Agun Gunandjar Sudarsa menegaskan kinerjanya tidak mencari-cari kelemahan institusi pemberantasan korupsi, tetapi untuk membenahi kinerja lembaga itu agar sesuai dengan perundang-undangan.

"Pansus ini merupakan pansus penyelidikan terhadap keberadaan KPK yang kita berharap institusi tersebut tetap bekerja sesuai dengan koridor UU," kata Ketua Pansus KPK Agun Gunandjar Sudarsa di Gedung Nusantara, DPR, Jakarta, kemarin.

Selain itu, menurut dia, pansus juga akan menyelidiki kepatuhan KPK terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Wakil Ketua Pansus Angket KPK (F-NasDem) T Taufiqulhadi mengatakan pihaknya mendapat sejumlah informasi dari para napi korupsi.

Misalnya, ada napi yang mengaku diisolasi lima hari.

"Setelah diisolasi selama lima hari baru diperiksa. Itu pun tidak didampingi kuasa hukum."

Menurut Taufiq, informasi yang didapat Pansus KPK sudah cukup sehingga tidak perlu lagi pihaknya berkunjung ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Selanjutnya, pansus akan mengundang pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra (10 Juli) dan pakar hukum pidana Romli Atmasasmita (11 Juli).

Saat menanggapi temuan pansus soal pemeriksaan di KPK seperti horor, lembaga itu menepisnya.

"Proses pemeriksaan di KPK kami pastikan sesuai hukum acara yang berlaku dan profesional," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Penyelesaian

Terkait dengan ketegangan antara DPR dan KPK, ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan ada dua cara untuk menyelesaikannya.

Pertama, fraksi-fraksi yang tidak setuju hak angket menginisiasi rapat paripurna untuk menghentikan angket.

"Namun, hal ini sepertinya tidak mungkin karena kita tahu ada agenda melemahkan KPK di DPR," ujarnya.

Kedua, kata dia, lewat mekanisme hukum dengan menyengketakan hasil rekomendasi Pansus KPK ke pengadilan.

"Mahkamah Konstitusi seharusnya berwenang menyelesaikan sengketa antarlembaga negara," pungkasnya.
(Ind/Dro/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya