Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DUA kelompok Ikatan Alumni (Iluni) UI berbeda pendapat mengenai pembentukan panitia khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kelompok Iluni UI yang mendukung Pansus Hak Angket KPK melakukan audiensi di Gedung Nusantara atau Gedung Kura-Kura. Mereka ditemui Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Wakil Ketua Pansus Risa Mariska serta anggota pansus Masinton Pasaribu, Junimart Girsang dan M Misbakhun.
"Ini momentum jangan ditafsirkan DPR ingin intervensi, tidak. DPR melaksanakan hak, itu hak kita berikan ke DPR, kalau enggak jalankan kita salahkan mereka, kontrolnya lemah. Karena itu keinginan rakyat," kata Staf Khusus Iluni UI Ramli Kamidin, Jumat (7/7).
Ramli mengatakan korupsi seharusnya menurun setelah 15 tahun berdirinya KPK. Apalagi, KPK diberikan kewenangan sebagai lembaga superbodi. Ramli melihat KPK gagal memberantas korupsi karena meningkatnya kasus setiap tahun. Seharusnya KPK membuat kasus korupsi menurun.
"Kalau konsisten, KPK 15 tahun harusnya tidak ada korupsi. Ini kegagalan luar biasa, 15 tahun korupsi bertambah bukan berkurang," kata Ramli.
Sementara itu, di luar kompleks parlemen, ada juga Ikatan Alumni (Iluni) UI yang menolak intervensi proses pemberantasan korupsi. Kelompok penentang Pansus Angket KPK itu menggelar aksi demo.
Ketua Umum Iluni UI Arief Budhy Hardono mengatakan pengguliran hak angket saat proses hukum pemeriksaan kasus korupsi e-KTP sedang berlangsung bisa mengarah kepada tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi penegakan hukum.
"Penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPK oleh DPR yang diinisiasi oleh permintaan Komisi III DPR ke KPK untuk pemeriksaan Miryam S Haryani dikhawatirkan bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi KTP-E yang sedang ditangani KPK," ungkapnya. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved