Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kinerja Komnas HAM Dinilai Buruk

Rudy Polycarpus
14/5/2017 20:57
Kinerja Komnas HAM Dinilai Buruk
(MI/PANCA SYURKANI)

PENYELESAIAN masalah hak asasi manusia masa lalu yang berlarut-larut menunjukkan kondisi riil perlindungan nilai kemanusiaan saat ini masih rendah.

Aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Komnas HAM membuat catatan evaluasi terhadap Komnas HAM. Hasilnya, kinerja Komnas HAM periodre 2012-2017 dinilai masih buruk. Indikatornya ialah terbengkalainya beberapa kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas sampai pada persoalan di internal komisi.

Ketua YLBHI, Asfinawati mengatakan, sejak memasuki era reformasi, dalam melakukan penyelidikan dan menghentikan pelanggaran HAM seperti mandat awal lembaga itu dibentuk 1993, kinerja Komnas HAM mengalami penurunan.

"Dalam perjalanan reformasi dari 1998 hingga saat ini kami menemukan nyaris tidak ada perkembangan berarti dari mandat tersebut," kata Asfinawati dalam sebuah diskusi di Kantor YLBHI Jakarta, Minggu (15/5).

Sejumlah kasus penyelidikan pelanggaran HAM yang tidak tuntas, seperti penyelidikan kasus Paniai 2014 yang melibatkan TNI-Polri, pelanggaran HAM di sektor agraria, peristiwa Wasior Wamena, hingga kasus vaksin palsu.

Pada kesempatan yang sama, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Khalisa Khalid mengkritik kinerja Komnas HAM dalam penanganan ribuan kasus konflik agraria dan perebutan sumber daya alam yang dilaporkan publik ke lembaga itu.

Khalisa mencontohkan, pada 2012 sampai 2016, tercatat ada 1030 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan publik ke Komnas HAM, khusus terkait konflik agraria dan perebutan (SDA) saja. Namun, menurut dia, sampai sekarang nasib penanganan mayoritas kasus itu belum jelas.

Khalisa mencatat, umumnya selama ini surat tanggapan baru muncul pada tiga bulan usai pengiriman pengaduan. Surat itu, menurut dia, baru sekadar pemberitahuan kepada pemerintah atau aktor-aktor yang terkait kasus.

"Kami menyoroti akuntabilitas bukan saja soal anggaran, tapi juga keterbukaan soal sejauh mana penanganan kasus-kasus itu bisa di-update ke publik," tandas Khalisa.

Khalisa mengaku mengungkapkan kritik ini sebab khawatir kepercayaan publik terhadap lembaga negara ini akan semakin menyusut di masa mendatang. Akibatnya, penanganan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM bisa semakin melemah.

"Masyarakat pasti bertanya, makanya kita gedor ini kasus bagaimana kok belum selesai. Mereka hanya bilang tunggu-tunggu, tanpa kepastian," tukasnya.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya