Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Uji Materi UU Guru dan Dosen Masuk Tahap Pembelaan Pemerintah

Syarief Oebaidillah
12/5/2017 21:13
Uji Materi UU Guru dan Dosen Masuk Tahap Pembelaan Pemerintah
(Ilustrasi)

KASUS kriminalisasi terhadap guru memicu dua orang pendidik mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sidang perdana perkara dengan Nomor 6/PUU-XIV/2017 telah digelar Mahkamah Konstitusi Januari 2017 .

Pada pekan ini sidang rencananya memasuki agenda pembelaan oleh pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassonna H Laoly serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang dibacakan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata. Sidang dipimpin langsung Ketua MK Arief Hidayat.

Seperti diberitakan, Dasrul dan Hanna Novianti yang mengalami kriminalisasi tersebut menguji beberapa pasal, yaitu Pasal 9 Ayat (1a) dan Pasal 54 Ayat (1) UU Perlindungan Anak, dan Pasal 39 Ayat (3) UU Guru dan Dosen.

Kuasa hukum pemohon, M Asrun, bertindak atas nama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengatakan, posisi guru sulit untuk menjadi independen akibat tekanan dari berbagai pihak. Pemohon merasa kasus kriminalisasi yang menimpa mereka sebagai akibat berlakunya pasal-pasal yang dimohonkan.

Pemohon memaparkan telah dianggap melakukan kekerasan ketika mendidik siswanya sehingga orangtua dan masyarakat mengategorikannya sebagai tindakan melanggar HAM. Padahal, menurut pemohon, guru bermaksud melakukan hukuman terhadap muridnya dalam rangka menegakkan kedisiplinan.

"Jadi orangtua siswa melaporkan tindakan guru tersebut kepada polisi atau kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), maka sering kali guru tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap profesinya," papar M Asrun.

Para pemohon menilai permohonan mereka memiliki urgensi untuk dikabulkan oleh MK. Sebab, penegakan hukum dalam kasus kekerasan guru terhadap muridnya tidak dijalankan secara substantif sejak tingkat penyelidikan sehingga guru langsung dikriminalisasi ketika ada laporan, meskipun diketahui tindakan guru tersebut dilakukan dalam pelaksanaan tugasnya untuk mendidik.

Para pemohon pun menilai pasal-pasal tersebut tidak sejalan dengan UU Guru dan Dosen yang melindungi profesi guru ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39 Ayat (1) dan (2). Pemohon menilai tindakan kriminalisasi tersebut tidak adil karena guru seperti menghadapi dilema. Di satu sisi harus menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, sementara di sisi lain khawatir dikriminalisasi oleh orangtua atau LSM pembela anak atas tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak.

"Dampak dari dilema tersebut, akhirnya guru menjadi kurang tegas terhadap siswa yang nakal atau melanggar tata tertib sekolah," tandasnya.

Dalam pembelaan pemerintah, Sumarna Surapranata menegaskan tindakan pelaporan terhadap pemohon bukanlah untuk kriminalisasi dan juga bukan merupakan persoalan norma konstitusional yang menjadi kewenangan MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut, melainkan merupakan persoalan penerapan atau implementasi peraturan sehingga merupakan kewenangan peradilan umum untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tersebut.

Ia mengatakan, berdasarkan Pasal 36 Ayat (3) UU Guru dan Dosen, bagi guru yang mendapatkan tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil diberikan perlindungan secara hukum.

"Jadi berdasarkan UU Guru dan Dosen, guru dapat melaporkan kembali pihak-pihak yang melakukan tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil kepada penegak hukum," tegas Pranata, sapaan akrab Sumarna, di Jakarta, Jumat (12/5).

Ia menyatakan, pihak pemerintah memohon kepada Majelis Hakim MK agar memberikan keputusan bahwa para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing dan menolak permohonan pengujian para pemohon seluruhnya atau setidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

Sementara itu, Ketua MK menyatakan sidang selanjutnya akan dilangsungkan pada 22 Mei 2017. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya