Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (EKUIN) Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
"Dorodjatun Kuntjoro Jakti diperiksa sbagai saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5).
Dorodjatun bakal diperiksa sebagai saksi untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dorodjatun memenuhi panggilan penyidik KPK dan telah datang sejak pukul 10.00 WIB. Dia langsung masuk ke markas komis antirasuah. Guru Besar Emiritus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu langsung naik ke ruang pemeriksaan setelah tak lama menunggu di lobi.
Dorodjatun sempat dimintai keterangannya pada akhir 2014 lalu. Saat itu kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Saat surat SKL BLBI untuk BDNI dengan obligor Sjamsul Nursalim ini diterbitkan, Dorodjatun menjabat sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Selain Dorodjatun, penyidik KPK juga telah meminta keterangan dari mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli. Mereka diperiksa dalam kapasitasnya sebagai menteri dan ketua KKSK.
Kemarin, Rabu (3/5), KPK telah menggali keterangan dari bekas Kepala Loan Work Out BPPN, Dira Kurniawan Mochtar. Dia mengaku dikonfirmasi penyidik KPK soal penagihan kewajiban Sjamsul Nursalim, terutama soal aset PT Dipasena Citra Darmaja yang diduga tidak direstrukturisasi dalam litigasi BDNI.
Menurut KPK, kewajiban Sjamsul Nursalim yang mesti diserahkan ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun sebelum SKL bisa diterbitkan. Namun Sjamsul Nursalim baru membayarnya lewat penyerahan aset petani tambak Dipasena yang nilainya hanya Rp1,1 triliun. Diduga negara merugi Rp3,7 triliun. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved