Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
PELAKSANA Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi didakwa menerima Rp2,27 miliar dari pemilik PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) Fahmi Darmawansyah. Uang itu diperoleh melalui dua anak buah Fahmi: Adami Okta dan Hardy Stefanus. Dana tersebut diterima Eko dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura, dan euro. Eko selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) menetapkan PT MTI sebagai pemenang tender pengadaan satelit pemantau di Bakamla senilai Rp222 miliar yang berasal dari APBN-P 2016. “Terdakwa (Eko) menerima uang US$10.000, euro10.000, US$78.500, dan S$100.000 dari Fahmi yang diserahkan melalui Adami dan Hardy karena terdakwa selaku KPA telah menetapkan PT MTI sebagai pemenang tender,” jelas jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/5).
Jaksa menyebutkan bahwa kasus itu bermula ketika Staf Khusus Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, bertandang ke kantor PT Merial Esa, perusahaan yang juga dimiliki Fahmi Darmawansyah, pada Maret 2016. Ali Fahmi menawarkan agar Fahmi mengikuti lelang proyek di Bakamla. Fahmi menjelaskan perusahaannya sebagai agen pabrikan Rohde & Schwarz yang mempunyai alat satelit pemantau. Saat itu Ali Fahmi meyakinkan Fahmi bahwa produknya bisa memenangi tender asal mengikuti arahannya dan bersedia menyiapkan fee sebesar 15%. Jelang proses lelang pada September 2016 dengan nilai awal Rp400 miliar, Ali Fahmi kembali menegaskan kepada Adami bahwa proyek satelit pemantau itu akan dimenangi Fahmi dengan bendera PT MTI. Pasalnya, sebelum lelang kerangka acuan kerja (KAK) dan spesifikasi teknis telah dibuat oleh staf Bakamla Arief Meidyanto yang dibantu Hardy sehingga spesifikasi barang yang akan dilelang sudah mengarah pada produk Rohde & Schwarz. “Terdakwa (Eko) selaku KPA yang mengetahui proses lelang tersebut telah diarahkan pemenangnya justru menetapkan PT MTI sebagai pemenang pengadaan satelit pemantau dengan nilai Rp222 miliar,” jelas jaksa Kresno.
Seusai penetapan pemenang pada Oktober 2016, Eko dipanggil oleh Arie dan menyampaikan bahwa ada jatah 15% dari nilai kontrak yang dimenangi PT MTI. Dari 15% itu, sebesar 7,5% untuk Bakamla. Sebanyak 2% akan direalisasikan terlebih dahulu. Eko menerima Rp2 miliar, sedangkan Karo Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan dan PPK proyek Laksamana Pertama Bambang Udoyo masing-masing menerima Rp1 miliar. Uang Rp2 miliar itu ia terima pada 14 Desember 2016 dari Adami dalam bentuk S$100.000 dan US$78.500. Sebelumnya pada 14 November 2016, Eko juga menerima US$10.000 dan EUR10.000 (sekitar Rp276 juta) untuk operasional. Eko didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam menanggapi dakwaan itu, Eko menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (10/5) mendatang. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved