PEMERINTAH mengutamakan penggunaan kekuatan lunak atau softpower dalam meredam aksi kelompok bersenjata di setiap wilayah. Akan tetapi, otoritas keamanan tak akan memberikan ampun kepada kelompok yang menolak dialog dan mau memisahkan diri dari Indonesia.
"Ini karena kami berkeyakinan pendekatan soft approach ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan (pendekatan) yang lainnya," ucap Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Polanya akan memakai konsep pengampunan bagi gerombolan separatis yang pernah dilakukan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi kepada Setiap Orang yang Terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka.
"Tetapi kalau memang tidak bisa karena ada paham yang berbeda, ada keinginan untuk mendirikan negara di luar NKRI, pendekatan hard approach akan tetap dilakukan oleh pemerintah," imbuh Pram.
Mengenai proses pengampunan yang diupayakan untuk diberikan kepada kelompok bersenjata Aceh pimpinan Nurdin bin Ismail alias Din Minimi, Pramono menyebut Presiden berkomitmen memberi amnesti umum dan segera menyiapkan surat permohonan pertimbangan untuk dikirim ke parlemen.
Kepala BIN Sutiyoso mengakui sudah mengajukan surat permohonan amnesti itu ke Presiden, Senin (4/1). Sebelum tawaran amnesti itu diberikan, ia mengaku sudah berkoordinasi dengan eksekutif maupun legislatif. Dalam prosesnya, surat itu kemudian akan dikaji Kemenkum dan HAM.
Kemenkum dan HAM kemudian menulis surat ke Komisi III DPR. Setelah itu, dewan bakal membahas pemberian persetujuan permohonan amnesti itu.
"Kita tunggu saja nanti (hasilnya)," tambah mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Mengenai persoalan hukum yang menjerat Din Minimi dan kelompoknya, Sutiyoso mempersilakan proses di kepolisian tetap berlanjut.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut pertimbangan soal amnesti yang diajukan ke Presiden itu masih akan dibahas dengan Jaksa Agung M Prasetyo dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan. (Kim/P-2)