PRESIDEN Joko Widodo meminta para menteri memahami persoalan yang terjadi di lapangan dan tidak hanya memantau dari balik meja dengan mengandalkan laporan saja. Tujuannya ialah melihat realitas kondisi masyarakat.
"Di lapangan sering terjadi anomali, distorsi. Jangan hanya memantau dari belakang meja," kata Presiden saat memimpin sidang paripurna kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Apalagi, lanjutnya, situasi sulit seperti ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan reformasi birokrasi secara besar-besaran. Jokowi pun menyebut bahwa 2016 ini merupakan tahun percepatan. "Semua harus mempercepat langkah. Perlu dilakukan creative destruction atau perombakan kreatif pada jajaran birokrasi terutama untuk meningkatkan pelayanan publik," ujar Presiden seperti dikutip dari rilis anggota Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana.
Para menteri harus memperhatikan betul ketimpangan antarwilayah yang terjadi. Dari perjalanannya ke berbagai daerah, Presiden melihat bahwa ke-timpangan itu nyata, misalnya dalam perbedaan harga, antara Papua dan Jawa sangat terasa dan nyata.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung, seusai sidang paripurna kabinet, menyampaikan perbaikan yang diminta pertama kali oleh Presiden dalam mempercepat kerja itu ialah perubahan nomenklatur serta anggaran kementerian/lembaga menjadi lebih sederhana.
Tujuannya tepat sasaran penggunaan APBN. Ia mencontohkannya dengan Mendikbud Anies Baswedan yang bisa menghemat Rp2,7 triliun serta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menghemat Rp2 triliun berkat upaya itu. "Oleh Presiden dan Wapres disebut, dengan bahasa bercanda, sebagai 'Susinisasi'," selorohnya.
Soal kementerian yang dianggap Presiden belum melakukan percepatan, baik perbaikan birokrasi maupun serapan anggaran, Pram enggan mengungkapnya. Begitu pula Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki yang belum bisa memberikan data sementara serapan anggaran K/L. "Itu nanti adanya di BPS," kilah dia. (Kim/P-4)