Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
DALAM laporan Climate and Health Country Profiles 2015 yang diterbitkan World Health Organization (WHO) dan United Nations-Framework Convention Climate Change (UN-FCCC), emisi CO2 telah menyebabkan kualitas udara menjadi turun di berbagai belahan dunia. Tidak kurang dari 4,3 juta jiwa meninggal setiap tahun sebagai akibat tidak langsung polusi udara yang memicu berbagai macam penyakit, termasuk kanker.Laporan itu juga menyebutkan sekitar 14% dari emisi CO2 berasal dari sektor transportasi, terutama berasal dari pemakaian bahan bakar fosil.Selain itu, riset dari Intergovernmental Panel on Cilmate Change (IPPC) Working Group III 5th 2014, menyebutkan, tanpa intervensi masyarakat, laju pertumbuhan emisi karbon akan menyebabkan kenaikan suhu bumi rata-rata sebesar 3,7-4,8 derajat celsius pada 2100. Untuk itu, diperlukan upaya keras guna memperlambat pemanasan global.Sementara itu, International Energy Agency (IEA) menyebutkan sektor transportasi memberi kontribusi sebesar 23% emisi karbon di dunia. Ketiga terbesar setelah industri dan rumah tinggal. Dari 23% kontribusi polusi, sebanyak 80% di antaranya disumbang transportasi darat, termasuk dari kendaraan penumpang dan niaga.Sebagai produsen otomotif dunia, Toyota tentu tidak tinggal diam saja. "Sejak Earth Summit di Rio de Janeiro (Brasil) pada 1992, Toyota telah menjadikan isu ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan sebagai prioritas dalam bisnis mereka," kata Grand Master Divisi Public Affair Toyota Motor Corp (TMC) Hisashi Nakai dalam pemaparannya tentang aktivitas lingkungan Toyota di hadapan sekitar 100 jurnalis mancanegara, termasuk dari Media Indonesia, di Fuji Speedway, Shizouka, Jepang, akhir bulan lalu.Setahun setelah itu, industri otomotif yang kini dipimpin generasi ketiga keluarga Toyoda tersebut mengeluarkan Toyota Earth Charter yang kemudian menjadi basis perusahaan untuk menyediakan kendaraan yang aman dan bersih dari emisi gas buang.Tampaknya, sejak itulah Toyota ekspansif mengarahkan pengembangan, desain, dan produksi kendaraan agar tidak hanya makin hemat bahan bakar minyak (BBM), tapi juga mampu memberi kontribusi pada penurunan pemanasan global. Bahkan, kegiatan logistik dan penjualan juga menjadi sasaran Toyota dalam penurunan emisi.
Teknologi hibrida
Kesungguhan Toyota Motor Corporation (TMC) mengembangkan teknologi ramah lingkungan tercipta pada 1997, ketika sedan Prius dikeluarkan sebagai kendaraan pertama Toyota yang menggunakan teknologi hibrida.Paduan mesin bensin dan motor listrik sebagai tenaga penggerak membuat mobil hibrida hemat BBM berdampak pula pada penurunan emisi karbon. Bila pada saat itu, konsumsi BBM sedan konvensional mencapai rata-rata 14 km/liter, Prius generasi pertama dapat menempuh 28 km untuk 1 liter bahan bakar.Kini, teknologi hibrida itu tidak hanya dibenamkan pada sedan Prius, tapi juga beragam model kendaraan yang diproduksi dan dipasarkan Toyota. Sejak 1997 sampai sekarang, lebih dari 30 model mobil Toyota, baik pada segmen sedan, minivan, SUV (sport utility vehicle) maupun kendaraan niaga, telah menggunakan teknologi hibrida. Sampai Mei 2016, total penjualan semua model kendaraan hibrida Toyota telah menembus angka 9 juta unit. "Dengan menjual 9 juta kendaraan hibrida, kami telah secara cepat mengurangi emisi karbon dan menghemat BBM sangat besar," ujar Nakai.TMC mengklaim, dengan pencapaian itu, Toyota telah menurunkan emisi karbon sebanyak 67 juta ton atau setara dengan berat 24 juta unit Toyota Land Cruiser, serta menghemat 25 juta kiloliter bensin.Namun, beragam teknologi kendaraan ramah lingkungan tersebut masih terbatas yang masuk ke Indonesia. Sampai saat ini, PT Toyota Astra Motor (TAM) sebagai agen tunggal pemegang merek hanya memasarkan beberapa kendaraan berbasis teknologi hibrida, antara lain Toyota Camry dan Alphard, sedangkan Prius yang masuk kategori sedan menengah masih dipasarkan secara spot order, karena harga yang lebih mahal daripada kendaraan sejenis dengan mesin konvensional.Di negara-negara maju, termasuk Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa, kendaraan ramah lingkungan bisa laris manis karena pemerintah di negara-negara tersebut memberi dukungan, baik berupa insentif pajak maupun kemudahan pembelian, yang membuat harga mobil hibrida, misalnya hanya berbeda sedikit dengan mobil konvensional, yaitu lebih mahal sekitar Rp30 juta- Rp50 juta. "Di Indonesia, perbedaan harga mobil hibrida dengan mobil biasa sangat jauh, bisa mencapai Rp100 juta (lebih mahal), sehingga nilai tambah ramah lingkungan dan hemat bahan bakar (pada mobil hibrida), tidak memengaruhi orang membeli kendaraan (hibrida) tersebut," kata Wakil Presdir TAM Henry Tanoto. (Ant/S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved