Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
WILAYAH Indonesia dikenal sebagai negeri gempa karena dipenuhi banyak sumber gempa yang berupa batas lempeng dan jalur-jalur sesar atau patahan, baik di wilayah lautan ataupun di daratan. Di Sumatra ada dua sumber gempa utama, yaitu zona megathrust di bawah perairan barat Sumatra yang merupakan batas antarlempeng, yaitu Lempeng Samudra Hindia yang menunjam di bawah Lempeng Sumatra, dan jalur sesar besar Sumatra yang membelah Pegunungan Bukit Barisan mulai Aceh sampai Selat Sunda.
Aktivitas kegempaan di wilayah Sumatra naik dengan drastis setelah terjadi gempa-tsunami Aceh 2004. Naiknya aktivitas kegempaan, selain karena setiap gempa utama selalu diikuti banyak gempa susulan, juga disebabkan setiap kejadian gempa besar akan menaikkan tekanan bumi pada wilayah sekitarnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan proses pemicuan gempa pada sumber-sumber gempa di wilayah tersebut.
Kejadian gempa besar megathrust menimbulkan banyak kerusakan setelah 2004; termasuk gempa Nias 2005, gempa Bengkulu-Mentawai 2007, dan gempa Pagai-Mentawai 2010. Kejadian gempa darat yang berhubungan dengan sistem sesar Sumatra ialah gempa Singkarak, Sumatra Barat, 2007 dan gempa Kerinci 2009. Gempa Kota Padang 2009 yang menimbulkan kerusakan besar dan ratusan korban jiwa bersumber pada zona sesar dalam di antara zona megathrust dan jalur sesar Sumatra.
Gelombang kejut
Sesar ialah bidang atau zona rekahan pada kerak bumi tempat bagian bumi di kedua sisi rekahan tersebut bergerak relatif terhadap satu dengan yang lainnya. Dua bagian bumi pada kedua sisi patahan tersebut terekat satu sama lain oleh tekanan dan gaya friksi permukaannya sehingga ketika dua sisi itu terus bergerak secara perlahan-lahan karena didorong gaya tektonis, bidang sesarnya tetap merekat kuat. Karena itu, tekanan pada bidang ini akan terus meningkat sampai akhirnya akumulasi tekanan melampaui gaya rekat atau daya kunciannya. Saat bidang rekahan tersebut pecah dan bergerak secara tiba-tiba melepaskan semua tekanan, bagian bumi sebelah barat akan melenting ke arah barat daya, sedangkan bagian bumi sebelah timur akan melenting ke tenggara.
Peristiwa pecahnya dan pergerakan tiba-tiba pada bidang patahan menimbulkan gelombang kejut (shock wave), yang kemudian menjalar ke semua arah dan menggetarkan bumi di sekitarnya yang dirasakan sebagai gempa bumi. Proses penyesaran inilah yang menjadi sumber utama dari gempa-gempa di daratan Sumatra. Setelah gempa terjadi, bidang sesar kembali mengunci dan secara perlahan tapi pasti kembali mengakumulasi tekanan regangan untuk satu saat nanti kembali dilepaskan sebagai gempa bumi berikutnya. Proses akumulasi tekanan regangan pada jalur sesar ataupun pada zona subduksi dan peristiwa pelepasan tiba-tiba dari tekanannya ini disebut sebagai proses siklus gempa. Jadi, setiap sesar mempunyai siklus gempa dengan periode ulang gempa tertentu.
Dalam kurun waktu sejarah 200 tahun terakhir, sudah banyak bencana gempa besar yang terjadi di sepanjang sesar Sumatra. Dokumentasi dari sejarah gempa bumi yang terjadi dari jalur patahan gempa bumi sangat penting untuk mengevaluasi potensi bencananya. Catatan sejarah gempa di sepanjang sesar Sumatra relatif cukup baik untuk kurun 100 tahun terakhir. Sejak 1890-an, sudah sebanyak 21 kali gempa besar yang terjadi di sepanjang sesar Sumatra. Artinya sesar berpotensi mengeluarkan 1-2 kali gempa besar setiap dekade. Potensi ini termasuk sangat tinggi.
Belum diperhatikan
Meskipun demikian, sejarah gempa bumi dan lokasi geografis jalur sesar ini tidak banyak diketahui masyarakat sehingga ancaman bencana yang serius ini belum mendapat perhatian yang cukup dan belum diperhitungkan dalam rencana pembangunan wilayah (RTRW) ataupun dalam peraturan standar bangunan (building code). Gempa-gempa besar terakhir ialah gempa Liwa 1994 (M6,9), gempa di utara Danau Kerinci 1995 (M7,0), gempa kembar di Singkarak-Solok pada 6 Maret 2007 (M6,3 dan M6,4), gempa di selatan Danau Kerinci 2009 (M6,6), dan gempa Takengon di dekat Danau Lot Tawar pada 2012 (6,4 SR).
Di wilayah Pidie, gempa besar pernah terjadi pada 1967 (6,3 SR) dan 1942 (6,8 SR). Jadi gempa yang terjadi pada 7 Desember 2016 dengan kekuatan 6,5 SR ini bukan yang pertama dalam seabad terakhir. Kapan terjadinya gempa, sampai sekarang masih sangat sukar untuk diprediksi. Namun, kita sudah dapat memetakan dengan seakurat mungkin lokasi sumber-sumber gempa dan meneliti karakteristiknya serta memperkirakan efek bencananya.
Oleh karena itu, bencana gempa bumi sebenarnya tidak sukar untuk dihindari; yaitu dengan cara tidak membangun rumah-rumah dan bangunan lain di atas jalur-jalur sesar aktif. Kalaupun ingin membangun harus dengan memenuhi syarat konstruksi tahan gempa bumi, sesuai dengan tingkat bahaya guncangan gempa di wilayah masing-masing seperti yang sudah ditetapkan dalam peta zonasi gempa atau peta seismic hazard.
Peta seismic hazard Indonesia yang dibuat tim nasional sudah dipublikasikan Kementerian PU pada 2010 dan kemudian diadopsi SNI 2012. Dalam setahun terakhir, peta 2010 ini sedang dalam proses revisi oleh para pakar gempa dari berbagai instansi yang tergabung dalam Tim Revisi Peta Zonasi Gempa Indonesia dalam wadah Pusat Studi Gempa Indonesia (Pusgen) di Kementerian PU. Peta revisi ini memperbarui dan menambah berbagai sumber gempa bumi di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah Aceh ini.
Sumber gempa bumi di Pidie Jaya, kemarin, berasal dari satu segmen sesar disebut sebagai sesar Pidie, yang merupakan bagian dari jalur sesar Sumatra. Dengan adanya wadah baru Pusgen ini diharapkan, peta dan informasi kegempaan Indonesia dapat terus ditingkatkan kualitasnya. Hal yang tak kurang pentingnya ialah program untuk mengomunikasikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat tentang informasi kegempaan ini dan berbagai aspek kebencanaannya serta berbagai cara untuk menghindarinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved