Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ADA fenomena kebahasaan yang timbul dari keinginan untuk praktis berbahasa dalam menyatakan perbandingan. Namun, sebelum membahas fenomena itu, saya paparkan kalimat-kalimat contoh perbandingan berikut ini.
(1) Monumen Nasional di Jakarta dibandingkan dengan Jam Gadang di Kota Bukittinggi. (2) Saya membandingkan Monumen Nasional di Jakarta dengan Jam Gadang di Kota Bukittinggi. (3) Jika dibandingkan dengan Jam Gadang, Monumen Nasional lebih tinggi. (4) Karena tinggi Monas 132 meter, sedangkan Jam Gadang 26 meter, Monumen Nasional lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jam Gadang. (5) Tingkat kesulitan menyelesaikan soal perkalian lebih tinggi jika dibandingkan dengan menjawab soal pertambahan.
Kalimat-kalimat tersebut mengandung unsur yang sama, kata kerja banding yang mendapatkan imbuhan. Dengan imbuhan me-/-kan yang menjadi pembentuk verba aktif, didapatkan kata membandingkan. Dengan imbuhan di-/-kan yang menjadi pembentuk verba pasif, muncul kata dibandingkan.
Verba aktif membandingkan bermakna ‘memadukan atau menyamakan dua benda (hal dan sebagainya) untuk mengetahui persamaan atau selisihnya’. Verba pasif dibandingkan bermakna ‘dipadukan atau disamakan untuk diketahui persamaan atau selisihnya’.
Dalam lima kalimat contoh tersebut muncul pola berikut ini. Pertama, A dibandingkan dengan B. Kedua, membandingkan A dengan B. Ketiga, A lebih ... jika dibandingkan dengan B. Pola pertama dan kedua membuat perbandingan tanpa menyebut hasil. Verba dibandingkan dan membandingkan diikuti kata dengan. Pola ketiga membuat perbandingan dengan menyebut hasil yang relatif (lebih ...). Untuk pola ketiga, verba dibandingkan dan membandingkan didului kata jika dan diikuti kata dengan.
Yang saya maksud dengan pernyataan dalam kalimat pertama tulisan ini tidaklah tecermin dalam kalimat-kalimat contoh tersebut. Fenomena kebahasaan yang timbul dari keinginan untuk praktis berbahasa dalam menyatakan perbandingan ada pada kalimat-kalimat contoh perbandingan berikut ini.
(1) Monumen Nasional di Jakarta dibandingkan Jam Gadang di Kota Bukittinggi. (2) Dibandingkan Jam Gadang, Monumen Nasional lebih tinggi. (3) Karena tinggi Monas 132 meter, sedangkan Jam Gadang 26 meter, Monumen Nasional lebih tinggi dibandingkan Jam Gadang. (4) Tingkat kesulitan menyelesaikan soal perkalian lebih tinggi dibanding menjawab soal pertambahan.
Dalam keempat kalimat itu, perbandingan dilakukan dengan menggunakan kata dibanding dan dibandingkan. Sekilas tidak ada masalah dengan lima kalimat itu, tetapi coba kita simak dan perbandingkan kelompok kalimat pertama dengan kelompok kedua.
Kata dibanding bermakna ‘diminta banding’ (dalam bidang hukum) dan ‘ditimbang-timbang’. Apakah cocok makna tersebut dengan maksud kalimat?
Selain itu, jika tanpa kata dengan, ada pergeseran tentang siapa yang membandingkan. Pada kalimat yang tidak mengandung kata jika, yang pertama ialah muncul kerancuan karena bagian yang seharusnya menjadi anak kalimat berubah status menjadi induk kalimat. Akibatnya, kalimat majemuk yang terbentuk tidak sempurna. Yang kedua ialah muncul konflik predikat. Yang mana predikat sesungguhnya?
Dengan menimbang kalimat-kalimat tersebut, sesungguhnya memereteli pasangan kata jika dibandingkan dengan menjadi hanya dibanding atau dibandingkan atau dibandingkan dengan akan menimbulkan kerancuan meskipun maksud di balik kalimat itu dapat diterka-terka. Sudah seharusnya jika dibandingkan dengan tidak dipangkas demikian.
Dony Tjiptonugroho
Redaktur Bahasa Media Indonesia
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved