Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
BELUM lama ini publik dihebohkan dengan gaya hidup para petinggi negeri. Terbaru, masyarakat menyoroti jaksa penuntut umum kasus Putri Candrawathi yang tampak menenteng tas mewah keluaran Italia saat sedang menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tas yang disebut-sebut harganya melebihi upah minimum kota/kabupaten (UMK) Jakarta tersebut terlihat mencuri perhatian publik sehingga menjadi viral di dunia maya. Meski pada akhirnya dikonfirmasi oleh Kejagung, bahwa tas tersebut adalah tas KW bikinan Sidoarjo dengan harga tak sampai Rp5 juta.
Pandemi yang tanpa pandang bulu menghajar seluruh sendi kehidupan rakyat, membuat setiap gaya hidup public figure termasuk para pejabat tinggi menjadi perhatian publik. Tak urung juga termasuk dalam penggunaan barang mewah yang melekat pada kehidupan sehari-hari.
Seolah ingin membandingkan betapa sangat tidak adilnya hidup, ketika kelabakan susah payah untuk mencari sesuap nasi, di sisi lain dipertontonkan dengan gaya hidup para petinggi yang wara wiri menggunakan barang mewah. Rasanya lagu ojo dibanding-bandingke yang diviralkan Farrel Prayoga tidak berlaku untuk hal ini.
Penggunaan barang mewah dengan harga mahal memang dianggap prestisius dan dapat menaikkan gengsi sekaligus status sosial bagi penggunanya. Persepsi ini seperti menjadi candu sekaligus gaya hidup. Apa yang dikenakan juga dipercaya dapat memberikan added value, jadi terlihat semakin oke dan menambah rasa percaya diri.
Hanya saja, sangat disayangkan jika penerjemahannya diwujudkan dengan penggunaan barang impor produksi luar negeri. Sedangkan produk dalam negeri cenderung dipandang sebelah mata. Ironisnya, ketika barang-barang mewah itu tak mampu terbeli, pilihannya adalah menggunakan barang tiruan alias KW. Kualitas barang tiruan ini pun beragam, dari premium yang menyerupai barang aslinya sampai sulit dibedakan mana asli atau tiruannya, hingga yang sama sekali tidak masuk akal bentuk tiruannya.
Fakta menarik lainnya adalah produk buatan Indonesia dari brand kenamaan dunia kabarnya paling diburu dan diincar oleh konsumen. Sebuah kabar baik yang dapat diartikan bahwa idealnya kualitas produk dalam negeri kita mampu bersaing di kancah global.
Di sisi lain barang yang sudah berlabel brand luar negeri tersebut harganya melambung tinggi ketika masuk pasar dalam negeri, sehingga tak mampu terbeli. Jadilah masyarakat kita membeli barang tiruannya, yang dianggap serupa, sebagai cara menaikkan kelas dalam bergaya.
Padahal tak sedikit barang buatan asli Indonesia lainnya yang kualitasnya bisa diadu dengan produk impor. Tetapi, hanya segelintir saja yang merasa bangga ketika mengenakannya. Nyatanya, bangga buatan Indonesia memang masih harus terus dipupuk, supaya mencintai produk-produk Indonesia bukan hanya jadi jargon belaka.
Langkah strategis
Semangat untuk menggelorakan bangga buatan Indonesia juga didukung oleh Presiden Joko Widodo dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri (P3DN) dan Produk Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Program P3DN merupakan salah satu langkah strategis untuk memperkuat industri dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selain itu, dengan program ini dipercaya sebagai upaya untuk memulihkan perekonomian masyarakat akibat pandemi covid-19 yang melanda.
Stimulus dari terciptanya program ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, investasi serta pertumbuhan UMKM dan koperasi tentunya dengan menciptakan sinergi berbagai pihak. Dengan begitu ke depannya dapat mengantarkan produktivitas serta daya saing industri nasional.
Komitmen ini juga didukung dengan keluarnya instruksi kepada jajaran pimpinan, lembaga pemerintah, lembaga negara dan kepala daerah agar dapat mendukung pencapaian target belanja APBN dan APBD dengan setidaknya Rp400 triliun untuk penggunaan produk dalam negeri yang memprioritaskan pada produk usaha mikro, usaha kecil dan koperasi.
Komitmen ini harus didukung oleh seluruh stakeholder, dan seluruh warga negara yang mengharapkan bangkitnya perekonomian bangsa. Upaya ini seharusnya dapat dimaknai dengan terus membumikan penggunaan barang buatan Indonesia dalam setiap keseharian kita.
Saya berkesempatan berkunjung ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu. Alangkah takjubnya ketika melihat batik dengan motif sasirangan berseliweran dan menjadi pakaian wajib di sekolah maupun instansi pemerintah. Motif khas Banjar ini tampak cantik sekali memesona mata.
Kabar baiknya adalah program serupa juga telah menjamur di berbagai kota lainnya. Sebut saja, di Yogyakarta yang mewajibkan penggunaan pakaian gagrak Jogja setiap Kamis pahing, dan di Blora dengan pakaian adat Samin. Bisa dibayangkan perputaran roda ekonomi yang dihasilkan dari program tersebut, jumlah UMKM yang kecipratan rezeki karena banjir orderan dan lapangan kerja yang berhasil diciptakan. Juga, rasa cinta terhadap budaya sekaligus barang buatan Indonesia yang berhasil ditanamkan.
Penggunaan batik daerah maupun pakaian adat sebagai pakaian wajib di sekolah tentunya bertujuan untuk menanamkan rasa bangga terhadap buatan Indonesia sejak dini. Sehingga ke depannya, meski banyak berseliweran produk asing di pasar dalam negeri, pilihan akan produk-produk buatan Indonesia akan tetap selalu di hati.
Mahatma Gandhi saat perjuangan kemerdekaan India pernah mengajarkan Swadeshi yang artinya bangga menggunakan barang-barang yang dihasilkan oleh negara sendiri. Sejarah mengajarkan betapa ajaran Mahatma Gandhi telah mengantarkan kemerdekaan India dari kendali Inggris atas India, yang saat itu sangat tergantung secara ekonomi dengan Inggris.
Kisah ini tentu mengajarkan banyak hikmah, bahwa untuk mencapai kemerdekaan yang berdaulat, rasa bangga terhadap produk Indonesia harus terus dibangun. Meski bukan perkara mudah, mengubah gaya hidup dan cara pandang bahwa local pride adalah gaya berkelas dunia. Selain itu, bangga buatan Indonesia bukan hanya sekadar slogan, tidak hanya sekadar masalah pasar, tapi juga berbicara masalah kedaulatan negara, ketahanan dan harga diri sebagai sebuah bangsa. Sudah saatnya menjadikan gaya hidup bangga buatan lokal, untuk wujudkan kedaulatan nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved