Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SUMPAH Pemuda adalah nafas kebangsaan yang kemudian menjadi landasan politik, sosiologis, dan psikologis bangsa khususnya kaum muda generasi 1928 untuk meraih cita-cita kemerdekaan. Dari perspektif politik, Sumpah Pemuda yang digagas dan dikumandangkan oleh kaum muda, menjadi stimulan untuk melawan dominasi kekuasaan kolonial yang mencengkram dan sekuat tenaga digugat lalu dieliminasi.
Ditilik dari aspek sosiologis, Sumpah Pemuda melahirkan kekuatan moral, kesadaran pentingnya pendidikan, dan munculnya rasa cinta tanah air dari seluruh kalangan masyarakat serta tumbuhnya soliditas sosial. Pada sisi psikologis adalah menguatnya perasaan senasib yang semakin merekatkan perasaan dan terbangunnya komitmen sebagai warga bangsa.
Rentang sejarah panjang semangat 'radikal' kaum muda (baca kaum terpelajar/mahasiswa) melalui pemikiran dan aksi heroik menjadi momentum bersejarah yang layak untuk diapresiasi dan harus direvitalisasi di era kekinian. Tanah air, bangsa, dan bahasa adalah komponen pembentuk negara yang dikulminasikan menjadi proklamasi kemerdekaan RI.
Sumpah Pemuda adalah salah satu fase sejarah yang menjadi tonggak kesadaran untuk bernegara. Kaum muda selalu menjadi penentu sejarah sehingga tak salah kalau Soekarno pernah mengatakan "… beri aku 10 pemuda maka aku akan kuguncangkan dunia." Namun jauh sebelum itu, gejolak kaum muda era 1928 telah bergelora mampu menghentak jantung kolonialisme yang masih bercokol di tanah air kala itu. Senarai pemuda yang tentu tak terhitung jumlahnya menjadi bagian penting dari sejarah kebangsaan kita. Mereka adalah farmandeh di semua level yang berperan penting sebagai penggugah semangat untuk melahirkan negara merdeka.
Noblesse oblige kaum muda 1928
Dalam sejarah peradaban manusia selalu muncul dua lapisan; elite dan massa. Di era 1928 kepemimpinan kaum muda sangat signifikan dalam memelopori perjuangan kebangsaan. Sebagai kamu muda yang berada di lapisan elite, mereka mampu menjadi penggerak bangsa memotivasi pergerakan nasional. Salah satu ciri kepeloporan pemuda di era itu adalah tanpa pamrih dan melampaui keutamaannya (beyond the call of duty). Tanpa sifat itu mungkin tidak akan pernah ada Sumpah Pemuda.
Ciri kaum muda lainnya adalah ada pada ide, nalar ilmiah yang diperoleh dari pendidikan. Ide-ide muncul dan berkembang secara 'radikal' yang memang menjadi ciri pergolakan pemikiran yang disertai tindakan heroik. Mereka tidak hanya berada di menara gading tanpa bersentuhan dengan massa yang menjadi kekuatan utamanya.
Aksi-aksi kaum muda yang menciptakan sebuah prakondisi bagi berkembangnya akal sehat bagi warga bangsa kala itu, sekaligus mencoba menjangkau berbagai kemungkinan untuk melahirkan sebuah negara merdeka. Tentu saja upaya ini berbenturan langsung dengan penguasa kolonial dan kaum muda dicap sebagai kaum radikalis.
Semangat pantang menyerah menjadi daya dorong kuat bagi kaum muda yang melihat ketidakadilan, penindasan dan penistaan untuk semakin memasifkan perjuangan. Peran penting yang sangat menonjol dari generasi 1928 adalah patriotik. Semangat itulah yang menjadi katalisator bagi menguatnya nasionalisme yang melahirkan negara merdeka yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kaum muda kontemporer dan bela negara
Perkembangan dan kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh ketangguhan kaum mudanya. Kaum muda adalah generasi pengemban bagi kelangsungan hidup bangsa karena akan menapaki dari etape ke etape kebangsaan berikutnya. Perkembangan jaman yang semakin maju akan banyak memengaruhi kehidupan kaum muda Indonesia. Berbekal pendidikan yang baik mereka diharapkan dapat melanjutkan kehidupan yang berkualitas.
Jiwa patriotisme yang telah ditorehkan generasi terdahulu harus dapat terwariskan ke generasi kekinian, sebagai cara untuk menghadapi beragam tantangan yang semakin tidak ringan. Turbulensi dan kompleksitas kebangsaan yang terjadi dewasa ini seolah menggerus basis sosial kita sebagai bangsa. Pascakemerdekaan RI 1945 tantangan semakin kuat dihadapi oleh negara RI. "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." (pidato Soekarno 1961).
Kondisi itulah yang kita hadapi akhir-akhir ini, bangsa kita seolah terpolarisasi yang merusak tata hubungan sosial kita sebagai bangsa. Mahasiswa sebagai golongan kaum muda yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, perlu diingatkan selalu agar memiliki kesiapan dan kesigapan untuk menghadapi tantangan masa depan. Spirit Sumpah Pemuda harus menjadi landasan moral dan etis bagi mahasiswa sebagai pemimpin masa depan. Mampu menghilangkan sekat-sekat primodialisme, merajut jalinan humanisme dan populisme sesama warga bangsa.
Semangat Sumpah Pemuda dilandasi oleh patriotisme generasi era 1928 berupaya untuk diwariskan ke mahasiswa kekinian melalui pendidikan bela negara. Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Mahasiswa menjadi populasi yang mesti mendapat perhatian dari negara. Itu karena mereka adalah aset bangsa yang akan tampil sebagai pemimpin jelang se-abad NKRI. Mahasiswa merupakan iron stock yang sedang menjalani tempaan untuk menjadi otot pengetahuan yang berkualitas dan bermoral serta mampu memajukan bangsa dan negara.
Pemahaman pengetahuan kebelanegaraan kepada mahasiswa merupakan bagian dari upaya pewarisan nilai patriotisme yang sangat penting sebagai bekal menghadapi kompleksitas masa depan. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III bersama Pusdiklat Bela Negara Kemhan RI memberikan pembekalan dan implementasi merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) bela negara bagi mahasiswa. Sebanyak 46 perguruan tinggi mengikuti kegiatan tersebut secara maraton dan lintas universitas. Berawal di Universitas Bina Sarana Informatika, Universitas Budi Luhur, Universitas Esa Unggul, berakhir dan ditutup di Universitas Gunadharma dirangkaikan dengan upacara peringatan hari Sumpah Pemuda.
Spirit dari kegiatan tersebut adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya bela negara dan aspek-aspek lain khususnya terkait mental dan karakter dalam membangun kecintaan kepada NKRI. Pendidikan bela negara diberikan untuk meningkatkan kualitas dan daya juang sebagai bangsa. Pendidikan bela negara yang diberikan kepada mahasiswa kali ini menjadi golden time di tengah tantangan kebangsaan kita yang penuh dinamika. Toksik-toksik sosial dan politik yang membelenggu dan membelah bangsa diharapkan mampu diminimalisir.
Kita mengharapkan semangat kebangsaan dan kemampuan untuk berbuat yang terbaik menjadi harapan yang disematkan kepada mahasiswa, sebagai generasi yang siap menghadapi dan mengatasi problema kebangsaan kita hari ini dan di masa depan.
Melalui pendidikan bela negara kita ingin menghilangkan tujuh ciri manusia Indonesia yang bermuatan negatif, seperti yang pernah diungkapkan oleh Mochtar Lubis, yaitu; 1) hipokrit, 2) enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, kelakuannya, dan sebagainya, 3) berjiwa feodal, 4) percaya takhyul, 5) artistik, 6) berwatak lemah, dan 7) ciri lainnya; tidak hemat, lebih suka tidak bekerja keras (kecuali terpaksa), kurang sabar, cepat cemburu dan dengki terhadap orang yang dilihatnya lebih darinya, gampang senang dan bangga pada yang hampa-hampa, manusia-sok, tukang tiru, cenderung bermalas-malasan, cukup logis, masih lemah dalam mengaitkan antara sebab dan akibat, mesra dalam hubungan antar manusia, ikatan kekeluargaan yang mesra, berhati lembut, suka damai, punya rasa humor yang cukup baik, cepat belajar. (Lubis, 2013).
Beberapa dekade kemudian, Imam Ratrioso, mengemukakan delapan profil manusia Indonesia pascareformasi, yaitu; 1) semakin mementingkan diri sendiri, 2) kemauan belajar yang rendah, 3) semakin agresif, 4) melunturnya kesadaran keindonesiaan, 5) nafsu materialisme yang semakin sempurna, 6) kepasrahan yang tetap tinggi, 7) tetap mudah memaafkan, dan 8) tahan menderita. (Ratrioso,2015).
Watak-watak negatif yang tertera tersebut di atas tentu tidak menguntungkan dalam pembangunan karakter bangsa dan harus segera dihilangkan dari tata laku warga negara Indonesia. Kaum muda/mahasiswa adalah kunci keberlangsungan NKRI sehingga harus siap dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai bela negara sebagai landasan mental kejuangan menghadapi situasi apapun yang terjadi di masa depan.
Usia muda selalu identik dengan idealisme dan perjuangan. Tentang usia muda, kita perlu menyimak apa yang pernah dikatakan oleh Bung Karno, "Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya." Semoga kaum muda kita benar-benar dapat menjadi pilar negara di masa depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved