Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

113 Tahun Muhammadiyah Gerakan Dakwah yang Memberi Bukti

Erni Juliana Alhasanah Nasution Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta, Pengurus Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu), dan Bendahara Majelis Ulama Indonesia (MUI)
13/7/2022 05:00
113 Tahun Muhammadiyah Gerakan Dakwah yang Memberi Bukti
(Dok. Pribadi)

PADA Kamis, 7 Juli 2022, atau bertepatan dengan 8 Zulhijah 1443 Hijriah, Muhammadiyah memasuki usia yang ke-113 dalam hitungan kalender Hijriah. Suatu usia yang cukup matang bagi organisasi gerakan dakwah. Dakwah Muhammadiyah diimplementasikan terutama dalam bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan, yang pada saat ini sudah mengalami transformasi dengan pesat sejalan dengan perkembangan zaman.

Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan pada 8 Zulhijah 1330 H, atau bertepatan dengan 18 November 1912 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Jika dilihat dari segi usia, Muhammadiyah merupakan organisasi dakwah Islam tertua kedua di Indonesia setelah Jamiat al-Khair, yang lahir 1905 dan diprakarsai sekelompok imigran Arab yang ada di Jakarta.

Selain Jamiat al-Khair, sebelum Muhammadiyah lahir, sudah ada organisasi seperti Syarikat Dagang Islam (SI) yang lahir 1911. Namun, SDI yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) itu tampil menjadi organisasi politik. Sebaliknya, Muhammadiyah, sejak kelahiran mereka hingga sekarang, tidak pernah berputar haluan menjadi partai politik, tetapi tetap konsisten sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Karena konsistensi itulah, Muhammadiyah tumbuh menjadi organisasi dakwah Islam yang, dari segi amal usaha, paling besar di Indonesia. Muhammadiyah menjadi pelopor pendirian sekolah-sekolah Islam, rumah sakit, rumah bersalin, panti asuhan, dan lain-lain yang semuanya diorientasikan bagi pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

 

Gerbang kemajuan

Tidak ada istilah jeda, reses, atau istirahat bagi Muhammadiyah dalam menggerakkan dakwah Islam. Dari waktu ke waktu, Muhammadiyah senantiasa bergerak maju membawa segenap umat ke gerbang kemajuan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dari rahim Muhammadiyah, telah lahir puluhan atau bahkan ratusan cendekiawan muslim, yang senantiasa mewarnai perjalanan sejarah dinamika pergerakan Islam di Indonesia.

Pada saat ini, Muhammadiyah merupakan gerakan yang penuh visi, religiositas, pendidikan, dan sosial berdasarkan ajaran Islam. Di hampir setiap komunitas urban, kita dapat dengan mudah menemukan gedung-gedung yang didirikan Muhammadiyah seperti masjid, musala, sekolah (dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi), rumah sakit, klinik, panti asuhan, perkantoran, serta tempat-tempat pertemuan.

Jutaan anggota Muhammadiyah tersebar di seluruh Nusantara dan berkhidmat di pelbagai lapangan kehidupan seperti pendidikan, politik, bisnis (ekonomi), hukum, media massa, seni, dan budaya. Tak dapat dibantah, Muhammadiyah menempati posisi yang amat penting dalam kehidupan sosial, spiritual, dan budaya dalam kehidupan Indonesia kontemporer.

Dari tangan para aktivis Muhammadiyah, telah lahir beragam hasil karya seperti buku-buku (baik fiksi maupun nonfiksi), lukisan, puisi, dan pemikiran-pemikiran keagamaan yang mewarnai corak pembaruan Islam di Indonesia. Karya-karya tersebut semakin memperkaya kiprah dan kepeloporan Muhammadiyah dalam meramaikan dan mempertinggi bobot gerakan dakwah Islam di Indonesia.

Jasa Muhammadiyah terhadap Islam tak dapat dilupakan siapa pun. Ia telah berhasil mengangkat nama Islam dan harga diri umatnya. Pada saat umat Islam Indonesia masih dalam keterbelakangan, kolot, tidak terdidik, percaya pada klenik, Muhammadiyah bertindak. Organisasi kaum reformis itu pelan-pelan mengajarkan keterampilan, mendidik umat Islam dengan ilmu-ilmu modern sesuai dengan tuntutan zaman.

 

Kepeloporan Muhammadiyah

Dari waktu ke waktu, kepeloporan Muhammadiyah dalam mengembangkan gerakan Islam di Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut.

Sejak 1912, KH Ahmad Dahlan sudah mendirikan sekolah rakyat yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyyah Diniyyah Islamiyah. Sekolah yang muridnya terdiri dari anak-anak santri Kauman Yogyakarta itu merupakan pelopor lembaga pendidikan agama dengan metode klasikal.

Pada 1914, dari rahim Muhammadiyah lahir organisasi wanita Islam pertama di Indonesia dengan nama Sapatresna (siapa cinta), yang pada perkembangan berikutnya, 1922, organisasi ini diubah namanya menjadi Aisyiyah yang menjadi salah satu organisasi otonom (ortom), yang berhak mengatur rumah tangga organisasi sendiri, dengan tetap bertanggung jawab kepada Muhammadiyah yang secara khusus membina anggota putri Muhammadiyah.

Pada 1917, Muhammadiyah mendirikan suatu perkumpulan yang diberi nama Pengajian Malam Jumat. Pengajian itu merupakan forum dialog dan tukar pikiran antarkeluarga dan warga Muhammadiyah dengan segenap anggota masyarakat yang bersimpati pada gerakan dan tujuan Muhammadiyah. Dari dialog dan pembicaraan melalui forum pengajian itulah, terbentuk satu unit kerja bagi para mubalig atau juru dakwah yang diberi nama Korp Muballigh Keliling.

Pada 1918, KH Ahmad Dahlan mendirikan gerakan kepanduan di lingkungan Muhammadiyah. Gerakan kepanduan Islam pertama itu lalu diberi nama Hisbul Wathan. Pada tahun yang sama, Muhammadiyah mendirikan suborganisasi Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), yang antara lain bertujuan untuk meringankan beban para korban bencana letusan Gunung Kelud di Jawa Timur.

Pada perkembangan berikutnya, suborganisasi ini diberi nama Majelis Pembina Kesejahteraan Umat yang di antaranya berfungsi membantu orang-orang tak mampu. Bentuk nyatanya, antara lain, balai kesehatan/rumah sakit umum, rumah bersalin, panti asuhan anak-anak yatim, dan rumah penampungan orang-orang jompo.

Pada 1920, untuk pertama kalinya Muhammadiyah menerbitkan majalah resmi Muhammadiyah yang diberi nama Suara Muhammadiyah. Majalah yang kini kantor redaksinya beralamat di Jl KH Dahlan 43 Yogyakarta itu merupakan majalah tertua di Indonesia yang sampai sekarang masih terbit. Dalam bahasa Jawa, Suara Muhammadiyah sudah terbit sejak 1915.

Pada 1921, Muhammadiyah membentuk Bagian Penolong Haji yang mengadakan kegiatan pertama mengurus dan membantu perjalanan jemaah haji Indonesia pada 2 Maret 1921. Pembentukan bagian itulah yang kelak memberikan inspirasi kepada Kementerian Agama RI untuk membentuk Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, yang saat ini sudah dipisah menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Direktoral Jenderal Urusan Haji.

Pada 1922, untuk pertama kalinya Muhammadiyah membentuk Bagian Perpustakaan, yang bertujuan meningkatkan pengetahuan minat baca para anggota dan umat Islam pada umumnya. Jumlah buku yang terkumpul dalam perpustakaan yang pertama sebanyak 921 eksemplar.

Pada 1926, Muhammadiyah memelopori penyelenggaraan salat Id di tanah lapang. Salat Id pertama di tanah lapang itu digelar di Alun-Alun Utara Yogyakarta, bersamaan dengan penyelenggaraan Kongres Ke-15 Muhammadiyah pada masa kepemimpinan KH Ibrahim.

Pada 1927, dibentuk Bagian Ekonomi yang antara lain bertugas menjajaki pendirian Bank Muhammadiyah. Pada tahun yang sama, dibentuk Badan Amil Zakat yang bertugas menghimpun dan menyalurkan zakat sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Pada tahun itu juga, Muhammadiyah membentuk Majelis Tarjih, sebagai lembaga yang berusaha mendiskusikan, menelaah, dan mengkaji keabsahan hukum Islam yang sudah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Karena Majelis Tarjih juga bertugas melakukan pembaruan pemikiran keagamaan dalam Muhammadiyah, lembaga itu kemudian diberi nama Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam.

Pada 1929, Muhammadiyah membentuk Bagian Sekolahan yang bertugas mendirikan dan mengelola sekolah-sekolah milik Muhammadiyah. Bagian ini pada perkembangan berikutnya dipecah menjadi dua: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), yang mengelola sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas, dan Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti) yang mengelola perguruan tinggi Muhammadiyah.

Pada 16 Mei 1931, Muhammadiyah memelopori lahirnya organisasi remaja putri yang diberi nama Nasyi’atul Aisyiyah yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, dan pengembangan keterampilan di kalangan wanita-wanita muda Islam.

Pada 2 Mei 1932, sebagai pengembangan dari pandu Hizbul Wathan, berdiri organisasi kepemudaan yang diberi nama Pemuda Muhammadiyah. Tujuan mereka membina dan menggerakkan potensi pemuda Islam untuk mengembangkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

 

Majelis Islam A’la Indonesia

Pada 1935, meskipun secara formal Muhammadiyah bukanlah organisasi politik, dengan tokoh utamanya, KH Mas Mansur, Muhammadiyah memelopori berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang menjadi cikal bakal Masyumi, partai politik Islam terbesar pada era Soekarno.

Pada 18 Juni 1961, Muhammadiyah memelopori kelahiran organisasi pelajar Islam yang diberi nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dengan maksud untuk menampung kegiatan pelajar dari warga Muhammadiyah, untuk bersama-sama Muhammadiyah mengembangkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar di kalangan pelajar. Pada 1 Februari 1993, karena peraturan pemerintah, IPM berubah namanya menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM).

Pada 31 Juli 1963, untuk menyalurkan dan mengembangkan bakat para aktivis Islam, khususnya generasi muda, dalam bidang seni bela diri, Muhammadiyah mendirikan organisasi bela diri Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dari organisasi itu telah lahir ratusan pendekar yang di antaranya banyak yang berhasil meraih medali, baik emas, perak, ataupun perunggu, dalam pelbagai event kejuaraan pencak silat baik pada tingkat regional, nasional, maupun internasional.

Pada 14 Maret 1964, untuk mengembangkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar di lingkungan kampus (pendidikan tinggi), Muhammadiyah mendirikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dari rahim IMM telah lahir sejumlah cendekiawan Muhammadiyah yang sudah mulai berkiprah menjadi pemimpin baik di internal Muhammadiyah maupun di lingkungan kebangsaan sebagai pejabat tinggi negara.

Pada 21 November 2002, untuk lebih memodernkan pengelolaan zakat, infak, dan sedekah di lingkungan warga persyarikatan khususnya, dan di lingkungan masyarakat muslim pada umumnya, Badan Amil Zakat yang sudah dirintis sejak 1927 dikembangkan menjadi lembaga amil zakat (LAZ) secara nasional, yang resmi sesuai dengan Undang Undang tentang Zakat bernama Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu), yang pada saat ini sudah bekembang pesat di seluruh wilayah Indonesia.

 

Penanggulangan bencana

Untuk ikut serta menanggulangi semakin banyaknya bencana di Tanah Air, pada 2007 Muhammadiyah merintis Pusat Penanggulangan Bencana yang kemudian dalam Muktamar Muhammadiyah 2010 diresmikan menjadi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), yang betugas mengoordinasikan sumber daya Muhammadiyah dalam setiap kegiatan penanggulangan bencana, baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri.

Ketika coronavirus disease 2019 (covid-19) mewabah di Indonesia, serta merta Muhammadiyah turun ke tengah-tengah masyarakat, mengambil inisiatif dalam gerakan tolong-menolong, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk berperan dalam menanggulangi covid-19.

Bagi Muhammadiyah, kerja-kerja kemanusiaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan hidup mereka. karena itu, begitu covid-19 menyerang Indonesia, Muhammadiyah segera membentuk gugus tugas sendiri di luar yang dibentuk pemerintah. Gugus tugas yang dimaksud ialah Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Dengan dilandasi spirit ta’awun, MCCC dibentuk juga di wilayah-wilayah Muhammadiyah se-Indonesia.

Dari paparan di atas, dalam gerakan dakwah (dalam beragam bentuknya), Muhammadiyah benar-benar menunjukkan bukti, bukan janji.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya