Penyelenggaraan COP-4 Konvensi Minamata, Kepemimpinan Indonesia Diakui Dunia

Ir Yun Insiani, MSc Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Utama KLHK dan Tim
20/3/2022 05:00
Penyelenggaraan COP-4 Konvensi Minamata, Kepemimpinan Indonesia Diakui Dunia
(Ilustrasi MI.Duta)

Sejarah Konvensi Minamata

ISU merkuri mulai mendapat perhatian dunia sejak terkuaknya kasus Minamata Disease. Hal ini bermula dari adanya pencemaran akibat pembuangan limbah mengandung merkuri dari pabrik pupuk PT Chisso ke Teluk Minamata, Jepang, pada 1950-an. Kasus tersebut menimbulkan sebuah penyakit aneh, yang semula ditemukan pada kucing. Namun, antara 1953-1956, gejala penyakit aneh itu juga ditemukan pada penduduk sekitar teluk. Pada 1976, tercatat sekitar 120 orang meninggal dan 800 orang menderita sakit karena keracunan merkuri. Karenanya, penyakit aneh itu dikenal dengan sebutan “Penyakit Minamata” atau Minamata Disease.

Pada 2001, United Nations Environment Programme (UNEP) menyusun kajian global tentang merkuri dan senyawa merkuri terkait dengan aspek dampak kesehatan, sumber, transportasi, peredaran, dan perdagangan merkuri, serta teknologi pencegahan dan pengendalian merkuri. Kesimpulan yang diambil UNEP berdasarkan kajian itu ialah perlunya tindakan/upaya internasional, guna menurunkan risiko dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang disebabkan oleh senyawa dan lepasan merkuri.

Hasil kajian tersebut menggugah kesadaran dunia internasional mengenai pentingnya sebuah kesepakatan bersama dalam menyikapi pengelolaan merkuri. Pada 2009, UNEP menyelenggarakan Governing Council (GC) yang sepakat untuk membentuk Intergovernmental Negotiating Committee (INC).

Setelah lima kali melakukan pertemuan INC, dalam periode 2010- 2013, negara-negara yang hadir pada pertemuan INC-5 di Jenewa, Swiss, menyetujui penambahan sebuah konvensi yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan merkuri dari hulu sampai hilir, yang berasal dari sumber antropogenik dengan tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Konvensi ini kita kenal dengan nama Minamata Convention on Mercury.

Penandatanganan Konvensi Minamata dilakukan pada acara Diplomatic Conference di Minamata, Jepang, 10 Oktober 2013. Saat itu ada 92 negara yang hadir dan ikut menandatangani konvensi tersebut. Indonesia menjadi salah satunya.

COP-4 Konvensi Minamata

Konvensi Minamata mengenai merkuri mulai berlaku secara global, atau entry into force pada 16 Agustus 2017. Setelah dinyatakan berlaku secara global, UNEP menyelenggarakan Konferensi Para Pihak atau Conference of Parties (COP) pertama (COP-1) Konvensi Minamata mengenai merkuri pada 24-29 September 2017 di Jenewa.

Masih pada September 2017, Indonesia meratifikasi Konvensi Minamata melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai merkuri. Instrumen pengesahan itu diserahkan Menteri Luar Negeri RI, Ibu Retno Marsudi, kepada pihak UN Headquarters pada 22 September 2017, tepat dua hari sebelum penyelenggaraan COP-1 Konvensi Minamata.

Pada 2018, saat COP-2 berakhir, salah satu keputusan yang dicapai ialah kesepakatan mengenai negara yang akan menjadi tuan rumah saat COP-4 Konvensi Minamata, ialah negara dari kawasan Asia Pasifik, tetapi pada akhirnya Sekretariat Konvensi Minamata menawarkan ketuanrumahan kepada seluruh negara pihak. Tawaran berharga ini tentunya tidak disia-siakan Indonesia. Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri, mengirimkan surat kesediaan Indonesia menjadi tuan rumah COP-4 Konvensi Minamata kepada Sekretaris Eksekutif Konvensi Minamata.

Saat COP-3 pada 25-29 November 2019, terungkap dua negara yang maju menjadi calon terkuat tuan rumah COP-4, yaitu Indonesia dan Kolombia. Berbagai upaya diplomasi dan negosiasi dilakukan Indonesia untuk menunjukkan keseriusan menjadi tuan rumah COP-4, dibuktikan dengan kehadiran Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya, dalam sidang COP-3 untuk kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah. Akhirnya, semua kerja keras dibayar dengan kesepakatan Indonesia terpilih menjadi tuan rumah sekaligus President of COP-4 pada saat sidang COP-3 pada 25 November 2019. Menjadi tuan rumah COP-4, memiliki posisi strategis dan nilai penting bagi Indonesia, dalam menunjukkan dan mengukuhkan kepemimpinan Indonesia memainkan peran sentral diplomasi lingkungan hidup global.

Penyelenggaraan COP-4 sesi pertama (COP-4.1) di awal November 2021 berjalan dengan sukses. Selanjutnya, COP-4.2 akan berlangsung mulai 21–25 Maret 2022 secara tatap muka di Bali. Kedua momen ini menjadi salah satu bukti nyata kepemimpinan Indonesia dalam diplomasi lingkungan hidup global telah mendapat pengakuan dunia internasional. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya negara anggota Konvensi Minamata yang mengirimkan delegasi. Bahkan, beberapa negara mendatangkan menteri dan wakil menteri untuk menghadiri pertemuan ini.

Inisiatif Indonesia, untuk perlawanan perdagangan merkuri ilegal, selain menjalankan tugas presidensi dan tuan rumah penyelenggaraan COP-4, Indonesia juga berinisiatif mengusulkan sebuah draf non-binding declaration yang mengangkat isu perdagangan ilegal merkuri, dengan tema Declaration on combating global illegal trade of mercury. Usulan ini dilatarbelakangi oleh maraknya perdagangan ilegal merkuri secara global dan menjadi salah satu masalah utama dalam pengelolaan merkuri. Sebagai solusi, Indonesia menyadari bahwa perlu penguatan komitmen dan kerja sama global.

Di sisi lain, ditinjau dari aspek diplomasi, Deklarasi Bali ini akan menjadi sebuah catatan penting kontribusi Indonesia dalam upaya perlindungan lingkungan dunia. Indonesia berharap pada COP-4 Deklarasi Bali yang merupakan usulan Indonesia mendapatkan dukungan untuk menggalang political will negara-negara pihak, terhadap isu perdagangan ilegal merkuri yang membutuhkan penanganan multisektoral di tingkat global.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya