Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Stunting dan Teknoagroindustri Pangan

Posman Sibuea Guru Besar tetap di Prodi Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), dan anggota Pokja Ahli Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
27/1/2022 05:00
Stunting dan Teknoagroindustri Pangan
(MI/Seno)

TEMA Hari Gizi Nasional, yang dirayakan setiap 25 Januari tahun ini, mengangkat Aksi bersama cegah stunting dan obesitas. Tema ini hendak merefleksikan permasalahan gizi utama di RI saat ini, yaitu pertama, masalah kekurangan gizi terutama stuntingwastingunderweight, dan anemia gizi. Kedua, masalah kelebihan gizi seperti kegemukan dan obesitas.

Laporan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI (2018) menyebut 9 juta balita di RI atau 1 dari 3 balita menderita stunting. RI masuk kelompok lima besar negara dengan mega- stunting di dunia. Di tengah pandemi covid-19 yang mulai bisa dikendalikan, meski penguatan ketahanan pangan menurut FAO (2020) mengalami gangguan di sejumlah negara.

Proses lost generation atau generasi yang hilang sedang berlangsung di Tanah Air. Anak yang mengalami stunting tingkat kecerdasannya terancam menurun oleh defisit pangan yang masih bersemayam di negeri agraris ini. Selain itu, mereka mudah mengalami penyakit tidak menular, pada usia produktif penghasilannya 20% lebih rendah dan menjadi beban negara.

 

Ketersediaan pangan

Dampak buruk stunting harus dicegah secara tepat waktu dan tepat sasaran jika negara tidak mau dituduh melakukan pelanggaran HAM karena dianggap menelantarkan warganya. Aksi bersama memutus mata rantai stunting menjadi tugas mulia kemanusiaan. Penurunan prevalensi, targetnya dari 27,7% pada 2019 menjadi 14,0% pada 2024, harus diikuti dengan peningkatan ketersediaan pangan.

Para pengamat pangan dan gizi, sebagian menganggap target ini sulit dicapai, mengingat pandemi covid 19 telah mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita di RI. Dalam laporan World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022, Bank Dunia menyebutkan pendapatan per kapita RI turun dan membuat RI kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah bawah. Sementara itu, Bank Dunia menyebut ambang batas minimal untuk sebuah negara masuk menjadi upper middle-income country (UMIC), naik menjadi US$4.096 di tengah penurunan pendapatan per kapita di RI menjadi US$3.870.

Guna membumikan tema Hari Gizi Nasional 2022, pemerintah berupaya lebih serius mengelola ketersediaan pangan dengan pemanfaatan potensi lahan tidur menjadi lahan pertanian produktif. Hal ini tampak di sejumlah daerah sedang dikembangkan Proyek Strategi Nasional (PSN) Food Estate, untuk meningkatkan ketersediaan pangan dari hulu ke hilir.

Dengan laju pertambahan penduduk yang meningkat setiap tahun, kebutuhan pangan pun semakin besar. Jumlah penduduk RI yang bertambah sekitar 3 juta orang setiap tahun membutuhkan penambahan produksi beras paling sedikit 2 juta ton per tahun. Jika tidak ada upaya khusus, dengan jumlah penduduk yang saat ini mencapai 273 juta jiwa, RI akan mengalami defisit pangan dan gizi. Sejumlah langkah antisipasi harus disiapkan untuk menggenjot peningkatan produksi pangan.

Persoalan defisit pangan yang kerap muncul ke permukaan, mendorong pemerintah membuka food estate, dengan pencetakan sawah secara signifikan. PSN ini dianggap menjadi jawaban yang tepat dengan menyeimbangkan luas lahan sawah dengan laju alih fungsi lahan. Secara teoritis, pencetakan sawah dengan memanfaatkan lahan tidur diharapkan dapat menjadi solusi.

 

Pangan lokal

Upaya lain ialah program penganekaragaman konsumsi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal. Selama ini pemerintah seakan terus membiarkan pola konsumsi pangan masyarakat tetap mengkristal pada beras. Sayangnya, produksi beras nasional selalu mengalami defisit di tengah tingkat konsumsi yang terus meningkat setiap tahun. Ruang ini dimanfaatkan mafia beras meraup untung dari bisnis makanan pokok ini.

Solusi atas tingginya konsumsi beras dituangkan dalam Perpres No 22/ 2009 tentang percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. Namun, regulasi ini belum berbuah manis. Percepatan penganekaragaman konsumsi masih sangat lamban dan kurang menyentuh akar permasalahan. Program besar diluncurkan sejak 2010, yakni one day no rice (satu hari tanpa nasi). Namun, tindak lanjutnya masih jalan di tempat. Bahan baku pangan nonberas berbasis sumber daya lokal yang tersebar di seluruh negeri, belum mampu dioptimalkan untuk mengurangi konsumsi beras sebesar 1,5% per tahun.

Pemerintah kabupaten belum merancang dengan baik model pengembangan pangan pokok lokal (MP3L), untuk menyukseskan program one day no rice. Mereka belum serius mengembangkan tanaman umbi-umbian, yang relatif lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim jika dibandingkan dengan tanaman padi.

Pemerintah pusat seharusnya tidak perlu panik setiap kali terjadi kenaikan harga beras, lalu membuka keran impor yang efek jangka panjangnya merugikan petani lokal.

Hal yang patut dilakukan mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal. Pengurangan konsumsi beras (termasuk raskin/rastra) secara bertahap, harus didukung pengembangan teknoagroindustri pangan melalui program MP3L berkelanjutan di daerah.

Sejumlah penelitian menunjukkan pola konsumsi masyarakat RI semakin seragam pada dua komoditas pangan utama, yaitu beras dan terigu. Warga kota dan desa sudah terbiasa mengonsumsi pangan olahan terigu, meskipun Indonesia tidak memproduksi gandum.

Idealnya, untuk membumikan pengembangan produk pangan baru untuk memutus mata rantai stunting, Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang dibentuk pertengahan 2021, harus segera bekerja untuk mengelola teknologi diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal. Kehadiran lembaga pangan ini patut dimaknai babak baru diversifikasi pangan.

Pemerintah secara resmi membentuk Bapanas. Lembaga baru yang mengurusi perut rakyat ini dituangkan dalam Perpres No 66/2021 tentang Bapanas. Dasar pertimbangannya, Pasal 129 UU No 18/2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kehadiran Bapanas yang cukup lama tertunda ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelola pangan nasional. Selama ini proses kebijakan pangan mulai pendataan, penentuan impor, hingga pencetakan dan pengelolaan lahan ditangani dan dikelola beragam kementerian dan lembaga. Melalui Bapanas yang beleidnya diundangkan pada 29 Juli ini, paling tidak akan mengefisienkan proses kebijakan pangan karena lembaga ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Ke depan, Bapanas dapat melakukan program kerja pengelolaan pangan dari hulu ke hilir, untuk memastikan pangan yang beragam selalu tersedia secara berkelanjutan di seluruh daerah. Ia bertugas mengelola supply chain, distribusi, konsumsi, keamanan, pengembangan teknologi pangan, dan menjaga kestabilan harga seperti tertuang dalam tugas dan fungsinya.

Paling tidak tiga langkah berikut patut dipertimbangkan untuk pengembangan produk pangan pokok lokal yang mendukung penguatan diversifikasi pangan. Pertama, masyarakat didorong untuk meningkatkan proporsi konsumsi pangan sumber karbohidrat lokal nonberas. Kedua, menumbuhkan kelembagaan UMKM industri pangan nonberas berbasis sumber daya lokal. Ketiga, pengembangan teknoagroindustri pangan tepat guna.

Ini menjadi mesin pendorong diversifikasi konsumsi pangan yang patut terus dihidupkan, supaya program aksi bersama cegah stunting dan obesitas dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan, bayi, sampai mereka memasuki masa keemasan atau masa 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK), akan semakin baik jika mendapat asupan pangan bergizi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya