Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PANDEMI covid-19 telah memaksa pemangku kepentingan pendidikan, khususnya guru sebagai salah satu bagian terpenting, untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang sama sekali berbeda. Guru harus terus mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan pembelajaran khususnya di bidang teknologi.
Mereka dituntut belajar lebih agar dapat menghadirkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkualitas. Sudah barang tentu hal ini tidak mudah bagi sementara kalangan, utamanya yang selama ini kurang begitu akrab dengan pembelajaran daring. Dibutuhkan penyesuaian dan kemauan lebih dari guru agar tetap dapat memberikan pembelajaran berbasis teknologi.
Perubahan di satu sisi memberikan harapan, tetapi pada sisi lain menghadirkan beban tambahan. Belajar teknologi informasi, mempersiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan secara daring, beradaptasi dengan berbagai platform digital yang diperlukan dalam pembelajaran, dan sebagainya. Beban kerja tambahan, jika tidak disikapi dengan benar, dapat memengaruhi suasana kebatinan guru. Banyaknya tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada guru dapat menyebabkan hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal karena guru hanya memiliki sedikit waktu untuk menyelesaikan sekian banyak tugas.
Guru bahagia
Penelitian di berbagai negara mengonfirmasi temuan, guru merupakan salah satu profesi dengan tingkat stres tinggi. Harapan yang menjulang, tuntutan tugas yang menggunung, dan ketidaksiapan menghadapi perubahan sering kali menjadikan profesi ini sarat beban. Tingginya tingkat stres pada gilirannya dapat menyebabkan menurunnya tingkat kebahagiaan subjektif guru.
Meskipun demikian, guru tetaplah pendidik. Tugas kependidikannya melekat sepanjang hayat. Tidak peduli panas dan hujan, normal atau normal baru, luring atau daring, guru tetap harus melaksanakan tugas mulianya dengan senang hati. Mengapa guru harus bahagia? Karena kebahagiaan berkaitan langsung dengan kinerja (Salgado, et.al., 2019).
Kebahagiaan merupakan faktor kunci yang menentukan keberlanjutan jangka panjang dalam suatu organisasi dan memiliki dampak positif pada kinerja keseluruhan (Herwanto dan Ummi, 2017). Kebahagiaan guru sebagai pendidik menyangkut dua hal penting; rasa sejahtera yang diperoleh dari keasyikannya melaksanakan pekerjaan yang memang sudah menjadi panggilan hidupnya dan ini intrinsik, serta nilai ekstrinsik dari pekerjaan (work value).
Diener dan McGavran (2008) menyatakan, stressful life events merupakan salah satu faktor risiko kebahagiaan subjektif karena dapat menyebabkan peningkatan efek negatif dan penurunan kepuasan hidup. Sebenarnya banyak faktor yang memengaruhi kinerja. Namun, penelitian Jalali dan Heidari (2016) menunjukkan kebahagiaan adalah prediktor terkuat bagi kinerja guru. Guru yang berbahagia cenderung memiliki kinerja lebih baik.
Lalu bagaimana agar guru dapat terus berbahagia? Bersyukur! Ya, bersyukur karena berterima kasih, pengalaman menghargai aspek-aspek positif dalam hidup, berkaitan langsung dengan peningkatan kebahagiaan, kesejahteraan subjektif (Alkozei, 2017). McCullough et.al. (2001) mendefinisikan bersyukur sebagai kebangkitan emosi yang disebabkan oleh perilaku moral. Bersyukur dikonseptualisasikan sebagai afeksi moral yang analog dengan emosi moral lainnya seperti empati dan rasa bersalah. Bersyukur terjadi ketika seseorang menerima kebaikan. Bersyukur juga dapat dipahami sebagai kecenderungan umum untuk mengenali dan merespons atas bantuan yang diberikan seseorang melalui pengalaman yang positif atas hasil yang didapat.
Berkaitan dengan kebersyukuran, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan McCullough et.al. (2002); pertama, intensitas. Individu yang bersyukur diharapkan memiliki pengalaman positif lebih banyak bila dibandingkan dengan mereka yang kurang berterima kasih. Kedua, frekuensi. Seseorang yang memiliki sikap batin penuh terima kasih sering merasakan syukur setiap harinya. Rasa berterima kasih ini bahkan dapat muncul hanya karena kebaikan-kebaikan kecil.
Ketiga, rentang. Rentang mengacu pada banyaknya hal-hal yang patut disyukuri dalam kehidupan, seperti keluarga, pekerjaan, dan kesehatan. Keempat, densitas. Kepadatan mengacu pada jumlah orang-orang yang kehadirannya telah memberikan dampak positif dalam kehidupan. Misalnya, seseorang yang berhasil dalam karier akan merasa sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantunya, langsung atau tidak langsung.
Latihan bersyukur
Pada akhirnya, bahagia itu pilihan. Emmons (2007) menyarankan beberapa cara untuk dapat melatih diri agar kita lebih mudah bersyukur. Pertama, biasakan menulis jurnal rasa syukur (keep a gratitude journal). Sebuah ungkapan tertulis berisi hal-hal yang membuat kita merasa lebih bersyukur. Bertemu dengan mantan siswa yang telah berhasil, dapat menyenangkan hati orangtua, dan sebagainya. Apabila dilakukan secara rutin, kebiasaan ini akan menciptakan rasa bahagia yang lebih intens. Jika tidak sempat menuliskan, setidaknya hadirkan ungkapan rasa syukur atas berbagai anugerah yang melimpah dalam ingatan, sebut satu per satu.
Kedua, menulis surat ucapan terima kasih atau surat rasa syukur kepada seseorang yang telah memberikan pengaruh positif dalam kehidupan (write a gratitude letter). Di era digital, surat ucapan terima kasih dapat dituliskan melalui berbagai platform media sosial yang tersedia. Menuliskan ungkapan rasa terima kasih, tidak saja menyenangkan hati penerima, tetapi juga bagi penulisnya sendiri. Kita menjadi lega hati karena telah menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu. Akan lebih baik manakala isi surat ucapan terima kasih ini diungkapkan lagi secara langsung di saat ada kesempatan bertatap muka.
Ketiga, menghitung sebanyak mungkin berkah pada saat melakukan aktivitas (do a gratitude walk). Ini yang dalam bahasa agama disebut mampu menyebut setiap karunia yang diterima (tahadduts bi al-ni’mah). Di saat kita menikmati indahnya alam semesta (tadabbur ‘alam), ucapkan rasa terima kasih kepada Tuhan dan juga kepada siapa pun yang telah bersedia merawat semesta dengan sepenuh jiwa. Kemampuan mengenali anugerah dalam setiap langkah akan menumbuhkan rasa syukur yang membahagiakan. Hidup terasa penuh berkah.
Keempat, mengucapkan terima kasih kepada siapa saja yang telah membantu kita (thanks everyone for everything practice). Tunjukkan penghargaan kepada orang-orang yang melakukan kebaikan. Katakan, "Saya belajar banyak dari Anda..." atau "Terima kasih pencerahannya...." Ucapan terima kasih dapat pula diwujudkan dalam bentuk perilaku baik kepada sesama. Misalnya, pegang daun pintu agar tetap terbuka untuk siswa di belakang kita. Atau, katakan kepada keluarga dan sahabat bagaimana perasaan kita kepadanya. Jika kita mengatakannya dengan tulus, pada saat yang tepat, meski sederhana, itu sudah lebih dari cukup. "Terima kasih, telah bersedia membaca tulisan ini!"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved