Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
BEBERAPA waktu lalu, MK membatalkan pengalihan program jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek) PT Taspen (Persero) dan PT ASABRI (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Putusan MK ini merupakan jawaban atas gugatan beberapa pihak yang merasa dirugikan dengan pengalihan program tersebut. Putusan ini, paling tidak, memberi kepastian hukum atas penyelenggaraan program.
Ketentuan pengalihan program ini sebetulnya merupakan amanat UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pasal 65 UU BPJS mengamanatkan kedua BUMN ini mengalihkan program jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.
Ada dua hal yang ingin disoroti dalam tulisan ini. Pertama, pertimbangan pembatalan, khususnya kekhasan program dan potensi terjadi pengurangan nilai manfaat. Kedua, rumusan pasal pengalihan itu sendiri (Pasal 65 UU BPJS).
Karakteristik program
Program jamsostek yang diselenggarakan Taspen, ASABRI, dan BP Jamsostek pada dasarnya memiliki perbedaan signifikan. Perbedaannya, tidak hanya karakteristik peserta, tetapi juga pengaturan iuran dan manfaat serta pengelolaan dana. Bahkan, ada perbedaan nama program. Misalnya, Taspen dan ASABRI menggunakan sebutan tabungan hari tua (THT), sementara BP Jamsostek menggunakan jaminan hari tua (JHT).
Perbedaan paling mendasar dalam iuran, terjadi dalam program jaminan pensiun (JP) dan JHT. Kontribusi iuran program THT dan JP yang dikelola Taspen dan ASABRI, hanya berasal dari peserta. Kontribusi pemerintah belum ada karena belum ditetapkan.
Khusus untuk program pensiun, kontribusi pemerintah diberikan pada saat manfaat diberikan kepada peserta. Karena itu, pemerintah setiap tahun menganggarkan dana pembayaran pensiun dalam APBN yang disalurkan melalui Taspen dan ASABRI. Beban anggaran untuk pembayaran pensiun ini terus meningkat.
Dari sisi manfaat, program jaminan sosial yang diselenggarakan Taspen, ASABRI, dan BP Jamsostek juga berbeda walaupun manfaat programnya sama-sama ditetapkan pemerintah. Perbedaannya, tidak hanya terkait dengan nominal, tetapi juga jenis dan cakupan manfaatnya.
Untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK), misalnya, santunan kematian akibat kecelakaan kerja ASABRI dibedakan menurut sifat tugas kedinasannya. Ada santunan kematian kategori ‘gugur’ dan kategori ‘tewas’. Batasan gugur dan tewas untuk TNI dan polisi juga berbeda.
Perhitungan nilai manfaat santunan kematian JKK juga berbeda.
Taspen dan BP Jamsostek menggunakan formula tertentu, yakni besaran gaji ikut memengaruhi besaran santunan. Sementara itu, nilai santunan kematian peserta ASABRI ditetapkan dalam angka nominal, tidak dibedakan menurut pangkat dan golongan.
Masih banyak perbedaan lainnya. Dengan demikian, karakteristik yang berbeda ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri ketika penyelenggaraannya disatukan dalam satu lembaga. Programnya sama, tetapi pengelolaannya berbeda.
Lalu, apakah pengalihan program berpotensi mengurangi nilai manfaat? Dari sisi regulasi mestinya tidak ada pengurangan. Pasal 65 UU BPJS mengatur pengalihan program, bukan penyeragaman program dan peleburan lembaga. Taspen dan ASABRI tidak dibubarkan dan dileburkan ke BP Jamsostek.
Di samping itu, manfaat program jaminan sosial ditetapkan pemerintah, bukan badan penyelenggara. Program jaminan sosial yang diselenggarakan Taspen, ASABRI, dan BP Jamsostek masing-masing diatur dalam peraturan pemerintah (PP) yang berbeda.
Manfaat program THT dan pensiun Taspen diatur dalam PP No 25/1981 sebagaimana diubah melalui PP No 20/2013. Sementara itu, program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) diatur dalam PP No 70/2015 sebagaimana diubah melalui PP No 66/2013.
Ketentuan manfaat program jamsostek ASABRI, mengacu pada PP No 102/2015 sebagaimana telah diubah melalui PP No 54/2020. PP ini mengatur penyelenggaraan program JKK, JKM, THT, dan JP.
Sementara itu, manfaat program BP Jamsostek diatur dalam tiga PP. Program JKK dan JKM mengacu pada PP No 44/2015 sebagaimana diubah melalui PP No 82/2019. Program JP diatur dalam PP No 45/2015. Lalu, program JHT diatur dalam PP No 46/2015 yang telah diubah melalui PP No 60/2015.
Perlu dipahami PP yang menjadi acuan BP Jamsostek hanya mengatur penyelenggaraan program bagi pekerja di luar penyelenggara negara. Artinya, PP ini tidak berlaku bagi pekerja penyelenggara negara yang menjadi peserta Taspen dan ASABRI. Nilai manfaat yang diberikan BP Jamsostek tidak berlaku bagi peserta Taspen dan ASABRI.
Rumusan bermasalah
Kalau dicermati, sebetulnya rumusan pasal pengalihannya mengandung masalah, terutama dalam menentukan program apa saja yang dialihkan. Pasal 65 ayat 2 UU BPJS menyatakan, PT Taspen (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.
Sementara itu, Pasal 65 ayat 1 UU BPJS menyatakan PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.
Frasa ‘program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia’ yang dimaksud Pasal 65 ayat 1 UU BPJS tersebut, mengacu pada PP No 67/1991. Isi PP ini sebetulnya mengatur program tabungan hari tua. Iuran yang dipungut dinamakan iuran wajib THT.
Dari rumusan kedua ayat itu, Taspen dan ASABRI hanya mengalihkan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun. Padahal, sejak 2015 kedua BUMN ini juga mengelola dua program lainnya, yaitu JKK dan JKM. Bagaimana nasib program JKK dan JKM?
Diakui, pada saat UU BPJS dirumuskan, Taspen dan ASABRI memang hanya mengelola program tabungan hari tua dan pensiun. Kalau pengalihan yang dimaksud berlaku untuk semua program jamsostek Taspen dan ASABRI, rumusan ini sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Dengan demikian, rumusan pasal pengalihannya tidak memprediksi perubahan yang terjadi, terutama setelah UU BPJS berlaku. Padahal, tambahan program JKK dan JKM untuk Taspen dan ASABRI merupakan konsekuensi dari penerapan UU SJSN sehingga mestinya sudah bisa diantisipasi dalam rumusannya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved