Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Ekspor Listrik 100 MW ke Singapura

Suryopratomo Duta Besar Indonesia untuk Singapura
02/11/2021 05:00
Ekspor Listrik 100 MW ke Singapura
Suryopratomo Duta Besar Indonesia untuk Singapura(MI/Ebet)

PERNYATAAN menarik disampaikan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gan Kim Yong saat membuka Singapore International Energy Week. Menteri Gan berpandangan semua negara, termasuk Singapura, harus memberi kontribusi untuk mencegah terjadinya perubahan iklim.

Kontribusi Singapura terhadap emisi gas buang sebenarnya sangat kecil. Namun, Singapura tidak bisa melakukan sendiri mencegah terjadinya perubahan iklim. Kalau dunia gagal mencegah terjadinya pemanasan global, Singapura pun akan merasakan akibatnya.

Sekarang ini masyarakat Singapura sudah merasakan dampak dari perubahan iklim. Tiba-tiba hujan lebat mengguyur Singapura. Sebaliknya, masyarakat Singapura bisa dihadapkan gelombang panas.

Salah satu langkah yang akan dilakukan Singapura untuk mencegah perubahan iklim ialah menjadi negara rendah karbon. Itu dilakukan secara bertahap mengganti penggunaan energi berbasis fosil menjadi energi baru terbarukan.

Menurut Menteri Gan, hingga 2035, Singapura akan membutuhkan sekitar 4 GW tenaga listrik yang berasal dari energi bersih. Salah satu langkah itu dimulai dengan mengimpor 100 MW energi tenaga surya dari Pulau Bulan, Indonesia.

Langkah kerja sama antara Indonesia dan Singapura dalam pengembangan energi bersih patut diapresiasi. Kerja sama antara kedua negara akan memberi manfaat yang lebih optimal bagi penyediaan energi yang terbarukan dan meningkatkan kemampuan bersama untuk ikut serta dalam komitmen global mencegah terjadinya perubahan iklim.

Bahkan, langkah ini bisa menjadi titik awal kerja sama di antara negara ASEAN. Pengembangan energi baru terbarukan, tidak mungkin ditanggung oleh satu negara sendiri. Indonesia sendiri membutuhkan investasi sekitar Rp10.000 triliun untuk melakukan transisi energi menuju energi baru terbarukan.

 

Transisi energi

Transisi energi harus dilakukan secara terukur dan berhati-hati. Tidak bisa transisi energi dilakukan seperti membalikkan telapak tangan. Kita harus mempertimbangkan persoalan keterjaminan, keberlanjutan, dan keterjangkauan.

Kemampuan setiap negara menyediakan energi bersih tidaklah sama. Penguasaan teknologi yang bisa diandalkan dan kemampuan pembiayaan berbeda-beda. Bahkan, kemampuan antarwarga untuk mendapatkan akses energi pun tidak merata.

Pengalaman yang terjadi di dunia sekarang ini memberi peringatan tentang perlunya kehati-hatian dalam melakukan transisi energi. Pemulihan ekonomi di Tiongkok terkendala oleh terbatasnya pasokan energi. Bahkan persoalan energi menjadi sangat serius karena memengaruhi sisi produksi.

Tiongkok, pada kuartal III, pertumbuhannya tidak mencapai 4,5% (yoy). Padahal, pada dua kuartal pertama 2021 pertumbuhan ekonomi melesat tinggi. Keterbatasan pasokan listrik membuat banyak pabrik mengurangi produksi dan akibatnya kuartal IV pun perekonomian Tiongkok akan tertekan kalau mereka tidak bisa menyelesaikan persoalan pasokan energinya.

Hal yang sama terjadi di negara-negara Eropa. Transisi energi untuk menciptakan dunia yang lebih hijau ternyata tidak ditopang energi alternatif yang lebih tersedia dan terjangkau harganya. Akibatnya, negara-negara Eropa bukan hanya harus menghadapi musim dingin yang lebih dingin dan gelap, tetapi juga akan ada gangguan di sisi produksi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Arifin Tasrif mengingatkan perlunya transisi energi yang lebih mulus. Jangan sampai terjadi gangguan pada sisi pasokan karena akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.

Bahkan, yang perlu diperhatikan, jangan sampai menimbulkan keraguan, akan pentingnya semua negara mempersiapkan transisi energi menuju energi bersih. Sebab, kalau itu yang terjadi bisa berdampak buruk kepada upaya kita mencegah terjadinya perubahan iklim, seperti akan disepakati dalam Konferensi Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia.

 

Posisi Indonesia

Sekarang ini, kenaikan rata-rata suhu bumi bukan hanya membuat permukaan air laut meningkat dan banyak pulau yang tenggelam. Namun, yang lebih mengkhawatirkan ialah terganggunya ekosistem. Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung sekitar 1,5 tahun ini merupakan salah satu akibat dari perubahan iklim itu.

Jutaan umat manusia di muka bumi menjadi korban dari ketidakseimbangan alam. Kita harus kehilangan orang-orang terdekat, orangtua, saudara, sahabat karena covid-19.

Laporan The Intergovernmental Panel on Climate Change mengajak semua negara di dunia mengurangi peluang terjadinya perubahan iklim, terutama pengurangan gas rumah kaca atau emisi CO2 harus dilakukan secara masif agar skenario kenaikan suhu bumi di atas 1,5 derajat Celsius dalam satu dekade ke depan bisa dicegah.

Secara individual, Indonesia akan mengurangi emisi gas buang hingga 29% pada 2030 mendatang. Apabila langkah itu dilakukan secara bersama-sama atau berkolaborasi dengan masyarakat dunia, komitmen pengurangan emisi gas buang bisa ditingkatkan menjadi 41%.

Upaya pengurangan emisi gas buang yang dilakukan RI dimulai dengan mengurangi laju deforestasi. Angka deforestasi di RI periode 2019-2020 mengalami penurunan sampai 75%, atau sebesar 115,5 ribu hektare, jika dibandingkan dengan periode 2018-2019 yang mencapai 462,5 ribu hektare.

Komitmen pemerintah juga tegas untuk terus berada di jalur pengurangan deforestasi sebagai salah satu sumber penurunan emisi. Upaya masih terus dilakukan dan sumber daya terus dialokasikan untuk mengendalikan tingkat deforestasi di Indonesia di berbagai tingkatan.

Presiden Joko Widodo juga aktif mengampanyekan upaya penyelamatan Bumi dengan menanam mangrove. Bersama para Duta Besar Uni Eropa, Presiden telah melakukan penanaman mangrove di Kalimantan Utara.

Satu lagi yang menjadi kontribusi besar RI bagi penyelamatan Bumi ialah menjaga kelestarian terumbu karang. Dengan sama-sama menjaga terumbu karang yang terbentang di seluruh wilayah Indonesia, Indonesia akan membantu penyerapan CO2 karena terumbu karang diketahui merupakan makhluk hidup yang paling kuat menyerap CO2.

Sektor energi tidak ketinggalan untuk ikut menurunkan emisi gas buang. Upaya ini dilakukan karena penurunan efek rumah kaca tidak akan berkelanjutan apabila tidak diikuti penurunan emisi gas boleh bahan bakar yang kita gunakan.

Langkah penurunan emisi gas buang dari sektor energi sudah mulai dengan penggunaan bioenergi. Penggunaan bioenergi bahkan bukan hanya diterapkan pada transportasi darat, tetapi juga angkutan udara.

Penggunaan bioenergi terbukti tidak banyak memengaruhi kepada kinerja mesin. Ini tentunya memberikan pesan yang positif bagi pengurangan energi yang berasal dari fosil.

Indonesia memiliki banyak pilihan untuk pengembangan energi baru terbarukan. Energi baru terbarukan bisa bisa berasal dari sinar matahari, angin, air, panas bumi, dan juga arus bawah laut yang merupakan dua pertiga wilayah Indonesia.

Teknologi di bidang energi baru terbarukan telah berkembang luar biasa. Sekarang, kini untuk menghasilkan satu megawatt listrik yang berasal dari solar hanya membutuhkan 0,6 hektare dari sebelumnya satu hektare.

Dengan begitu banyaknya SDA yang dimiliki Indonesia bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan energi untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bisa kita ekspor. Inisiatif itu, sudah dimulai di mana 100 MW energi dari tenaga surya kita akan ekspor dari Pulau Bulan ke Singapura pada 2024. Kebutuhan 4 GW listrik Singapura, yang berasal dari energi bersih, bukan mustahil akan bisa dipenuhi dari Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya