Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

AY.4.2 Terus Merebak di Dunia

Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes
02/11/2021 05:00
AY.4.2 Terus Merebak di Dunia
(MI/Seno)

HARI-HARI ini banyak dibicarakan tentang varian AY.4.2. dan kemungkinannya merebak ke negara kita dan apakah memang dapat menimbulkan kenaikan kasus. Untuk menjelaskannya, kita mulai data seluruh kasus covid-19 di dunia, yang selama ini memang sudah memasuki tiga kali gelombang.

WHO melaporkannya secara berkala dalam bentuk data mingguan. Gelombang pertama, puncaknya pada data mingguan per 4 Januari 2021, yang lalu turun sampai minimal pada data mingguan 15 Februari. Kemudian, naik lagi sampai menjadi puncak gelombang kedua pada data mingguan 21 April 2021. Kemudian, jumlah kasus dunia turun lagi sampai terendah pada data mingguan 14 Juni 2021. Lalu, naik lagi membentuk gelombang ketiga.

Puncak gelombang ketiga ialah pada data mingguan 23 Agustus 2021, dan lalu turun sampai data mingguan 11 Oktober 2021. Yang agak mengkhawatirkan ialah bahwa angkanya kemudian meningkat lagi. Data mingguan 18 Oktober 2021 sudah meningkat 4,82% dari minggu sebelumnya, dan kita memang tidak tahu pasti, apakah masih akan terus meningkat kembali di hari-hari mendatang.

 

AY.4.2. dan delta

Tentang AY.4.2, ini ialah semacam ‘turunan’ dari varian delta. Pada akhir 2020 dan awal 2021, kita mengenal varian baru yang pertama kali dilaporkan di India ketika itu, namanya B.1.617. Kemudian diketahui bahwa varian ini ada tiga jenisnya. Pertama ialah B.1.617.1 yang pernah diberi nama varian kappa waktu WHO memasukkannya ke dalam golongan variant of interest (VOI) dan karena sekarang bukan VOI lagi, tapi masuk variant under investigation (VUI) maka nama kappa nya tidak digunakan lagi.

Kedua ialah B.1.671.2 yang dikenal luas sebagai varian delta dan menjadi penyebab kenaikan kasus di banyak negara, termasuk Indonesia, yang oleh WHO sampai sekarang masih dimasukkan ke kategori variant of concern (VOC).

Ketiga ialah B.1.617.3 yang memang belum mendapat nama khusus karena data yang ada belum menunjukkan dampak bermakna dalam pandemi covid-19 sejauh ini. WHO sampai 1 November 2021 mengategorikan 4 varian sebagai VOC, 2 varian sebagai VOI dan 15 varian sebagai VUI, termasuk B.1.466.2 yang disebutkan bermula dari Indonesia.

Nah, dari varian delta (B.1.671.2), kemudian ada berbagai turunannya lagi, antara lain clade A, I, dan J. Sejauh ini sudah ada sekitar 75 jenis varian delta yang tergolong AY, dan di antaranya yang paling banyak dibahas ialah AY.4. Data di Inggris menunjukkan bahwa AY.4 sudah merupakan sekitar 63% dari kasus baru negara itu dalam sebulan terakhir.

Sementara itu, AY.4.2. juga terus meningkat angkanya di Inggris, pada data 4 sampai 11 Oktober 2021 ada 8,5% kasus barunya ialah AY.4.2. Lalu naik menjadi 10,3% pada data 11 sampai 18 Oktober 2021, dan bahkan naik lagi menjadi 11,3% pada data mingguan 18 sampai 25 Oktober 2021. Inggris sudah menetapkan AY.4.2. sebagai variant under investigation (VUI) di negaranya. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang Inggris menggunakan juga berbagai istilah lain, seperti variant in monitoringvariant under surveillance, dll.

Data dari GISAID, yang mengompilasi genom berbagai jenis virus delta menunjukkan sudah ada 26.000 genom AY.4.2. yang dilaporkan. Varian ini sudah dilaporkan dari 42 negara, termasuk beberapa hari yang lalu dari negara tetangga dekat kita Singapura. Varian AY.4.2. disebutkan mengandung mutasi pada A222V dan juga Y145H.

Kita tahu kalau ada varian baru virus SARS CoV2, itu selalu dibicarakan kemungkinan lima dampaknya, yaitu pada penularan, beratnya penyakit, kemungkinan infeksi ulang, dampak pada diagnosis dan dampak pada vaksin. Untuk AY.4.2. ini memang data-datanya masih sangat awal dan bukti ilmiahnya masih terus dikumpulkan. Dari lima kemungkinan dampak maka baru ada informasi tentang penularan, yaitu bahwa AY.4.2. tampaknya sekitar 10% sampai 15% lebih menular.

Data dari Inggris menunjukkan penularan lanjutan (secondary attack rate) varian delta di rumah tangga yang diteliti ialah 11%, sementara angkanya pada AY.4.2. meningkat menjadi 12,4%.

Ada juga yang menyebut AY.4.2. sebagai delta plus. Ini bukanlah istilah baku walau tentu boleh-boleh saja digunakan karena memang merupakan ‘terusan’ dari varian delta. Hanya saja, harus diingat bahwa sebelum AY.4.2. sudah ada delta plus ‘yang lain’.

Pada sekitar Mei dan Juni 2021, India menghadapi varian K417N yang juga merupakan turunan dari varian delta dan mereka sebut sebagai delta plus ketika itu. Pada Juni 2021 pemerintah India mengategorikan K417N sebagai VOC bagi negaranya.

 

Penanggulangan

Pertanyaan berikutnya tentu bagaimana kita di Indonesia perlu antisipasi tentang kemungkinan penyebaran varian AY.4.2. Untuk ini, ada empat hal yang dapat dan perlu dilakukan. Pertama ialah pembatasan sosial, yang kita sebagai anggota masyarakat tetap menerapkan 3M atau 5M dengan ketat, sementara pemerintah melakukan PPKM sesuai level yang ada dari waktu ke waktu. Ini perlu terus diingatkan, jangan sampai landainya angka kasus membuat kita terlena dan lengah.

Kedua, 3 T berupa tes, telusur, dan terapi harus terus digalakkan. Dalam hal ini, karena kita bicara tentang varian baru, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing harus terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Data di GISAID per 1 November 2021 menunjukkan bahwa Indonesia sudah mengirimkan 8.350 sampel, sementara Singapura sudah mengirimkan 8.970, Filipina mengirim 12.681, India jauh lebih tinggi lagi karena sudah mengirim 72.325 WGS ke GISAID.

Tentu tidak terlalu tepat juga kalau membandingkan dengan negara maju, tetapi Amerika Serikat memang sudah memasukkan 1.466.011 WGS sampel ke GISAID dan Inggris sudah mengirimkan 1.109.311 sampel.

Hal ke tiga ialah terus meningkatkan vaksinasi. Data Kementerian Kesehatan per 31 Oktober 2021 menunjukkan 35,44% warga yang menjadi target yang sudah mendapat vaksinasi dua kali, artinya masih sekitar 65% masyarakat kita yang belum dapat perlindungan secara lengkap. Di pihak lain, karena cakupan vaksinasi lansia ialah 24,57%, artinya tiga perempat kaum lansia Indonesia belum mendapat perlindungan optimal dengan vaksinasi lengkap ini.

Hal keempat tentunya ialah penguatan di pintu masuk wilayah Indonesia. Ada dua hal yang mungkin dapat dipertimbangkan. Kesatu, sekarang masa karantina ialah 5 hari, jangan dipersingkat lagi dan bahkan akan baik kalau dapat ditingkatkan menjadi 6 hari misalnya, setidaknya dari negara-negara tertentu dengan AY.4.2. WHO memang menyebut angka rata-rata masa inkubasi ialah 5 – 6 hari.

Kedua, sesudah selesai karantina, pendatang dari luar negeri perlu tetap dalam pengawasan petugas kesehatan di daerahnya. Tetap dalam ‘radar kesehatan’ untuk setidaknya 14 sampai 21 hari kemudian.

Kita memang tetap harus waspada terhadap kemungkinan varian-varian baru covid-19 ini dan mengambil langkah tetap untuk antisipasinya.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik