Sentuhan Afektif Pembelajaran Daring

Khoiruddin Bashori Dewan Pengawas Yayasan Sukma
27/9/2021 05:00
Sentuhan Afektif Pembelajaran Daring
Khoiruddin Bashori Dewan Pengawas Yayasan Sukma(Dok. Pribadi)

SUDAH menjadi rahasia umum, pendidikan kita cenderung kognitif. Meskipun secara kurikuler terdapat keharusan untuk penguatan pendidikan karakter, soft skills , pada kenyataannya belum dapat berjalan dengan baik. Guru masih saja memprioritaskan penguasaan materi pembelajaran. Sudah barang tentu ini dapat dipahami jika dikaitkan dengan keharusan mempersiapkan siswa menghadapi asesmen nasional.

Sebenarnya inovasi teknologi, seperti sistem jejaring sosial, gim untuk pembelajaran, dan aneka platform digital lainnya memperluas peluang belajar dan interaksi siswa dalam konteks pendidikan maupun kehidupan profesional. Transformasi teknologi memiliki kemampuan untuk memperdalam, memperkaya, dan memandu pembelajaran serta interaksi secara lebih adaptif. Akan tetapi, pembelajaran daring yang dilakukan oleh mereka yang miskin imajinasi tak pelak menyebabkan kebosanan siswa. Pembelajaran daring, jika tidak dilakukan dengan benar, ternyata juga menyertakan potensi risiko untuk mengabaikan proses-proses afektif, yaitu pengalaman dan ekspresi emosional peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

 

Pembelajaran kolaboratif

Idealnya, teknologi dan penggunaannya dalam pendidikan harus dirancang dengan tujuan meningkatkan interaksi pembelajaran yang melibatkan kedua aspek fundamental pembelajaran; kognitif dan afektif. Menurut Näykki dkk (2019), sistem dan perangkat digital dapat memberikan banyak peluang untuk pembelajaran afektif dalam konteks yang berbeda, juga untuk berbagai kelompok usia. Dalam pelaksanaannya di lapangan, perancah (scaffolding) kognitif dan afektif dalam proses pembelajaran diperlukan untuk membuat pengalaman belajar dengan platform digital lebih bermakna dan menarik.

Kemajuan teknologi informasi telah digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar kognitif peserta didik, menciptakan komunikasi yang lebih efisien dan konstruktif, dan secara efektif dapat menggunakan sumber daya secara bersama, serta menemukan dan membangun kelompok dan komunitas belajar yang lebih luas. Namun, penelitian juga menunjukkan, teknologi dapat mengubah interaksi sosial. Misalnya, teknologi dapat memengaruhi keterbukaan diri dan manajemen identitas individu serta menyediakan arena untuk mengintimidasi. Sebagai akibatnya terdapat risiko hambatan interaksi sosial yang produktif dan berkurangnya kehangatan sosial.

Pembelajaran daring semestinya tidak boleh mengabaikan pendidikan afektif. Sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dimensi penting dari proses pendidikan, yang berhubungan dengan penemuan, keyakinan, sikap dan perasaan siswa yang terkait dengan relasi interpersonal dan keterampilan sosial. Sisi ini menyangkut pula pengembangan moral, spiritualitas, dan nilai-nilai. Tantangannya ialah tidak mudahnya bagi pendidik untuk terus dapat menjaga konsistensi dalam memberikan perhatian yang seimbang antara ranah kognitif dan afektif. Yang justru lebih sering terjadi, kata Pedro et al (2018), ialah beban kognitif yang terlalu berlebihan untuk menangani secara efisien konten dan kegiatan yang terkait tugas. Atau kurangnya isyarat sosial penting yang tersedia untuk pemrosesan informasi sosial, khususnya dalam komunikasi yang berbasis teks.

Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif dapat menjadi salah satu pilihan dalam mengatasi kekurangan dimaksud. Pembelajaran kolaboratif adalah jenis pembelajaran dan proses interaksi di mana peserta didik dalam kelompok secara bersama-sama berbagi proses pembelajaran dengan menegosiasikan tujuan belajar dan mengoordinasikan proses belajar secara timbal balik. Proses belajar kolaboratif terdiri atas diskusi, negosiasi, dan refleksi menyangkut tugas yang ada. Cara ini memiliki potensi untuk lebih dapat mengarah ke kedalaman, daripada jika proses itu dilakukan secara sendiri-sendiri (Baker, 2015).

Premis sukses pembelajaran kolaboratif adalah apabila semua anggota kelompok aktif terlibat dalam membangun, memantau, dan memelihara proses pembelajaran bersama pada ranah kognitif dan afektif (Isohätälä et al, 2019). Ini berarti menafsirkan dan memahami sedang bekerja dengan siapa, apa yang lagi dikerjakan, dan bagaimana tindakan dan keadaan perasaan masing-masing memengaruhi kondisi orang lain sangat penting untuk dapat berhasil dalam pembelajaran kolaboratif. Dengan demikian, pembelajaran daring sebaiknya juga dilakukan secara kolaboratif. Kombinasi dari upaya bersama untuk memahami dan mengembangkan pembelajaran dan berbagi pengalaman yang dilakukan dengan cara siswa mengevaluasi dan menginterpretasi bersama dinamika belajarnya.

 

Sentuhan afektif

Selain penguasaan materi pelajaran, yang harus dilakukan dalam pembelajaran daring ialah upaya untuk lebih memahami proses interaksi multi-faceted yang terlibat dalam pembelajaran kolaboratif. Mengintegrasikan komponen kognitif dan afektif sebagai inti kolaborasi. Secara teori, pembelajaran kolaboratif membutuhkan anggota kelompok untuk memperhatikan dan mengoordinasikan kognisi, sumber daya metakognisi, motivasi, emosi, dan upaya lain dalam proses pembelajaran. Pada praktiknya, ini mengharuskan siswa untuk berbagi pemikiran, pemahaman, dan perasaan, juga menunjukkan secara lisan dan perilaku komitmennya terhadap tugas dan kelompok. Selain prestasi akademik, melalui pembelajaran kolaboratif yang sarat muatan afektif, siswa dapat sekaligus mengasah keterampilan sosialnya.

Penelitian menyarankan siswa memerlukan perancah kognitif dan afektif dalam proses pembelajaran kolaboratif. Salah satu contoh strategi untuk meningkatkan proses kolaborasi ialah dengan merancang tindakan peserta didik melalui bantuan scripted cooperation  (Fischer et al., 2013). Scripting  didefinisikan sebagai ‘Satu set pembelajaran yang sengaja dirancang tentang bagaimana siswa harus tampil dalam kelompok, bagaimana mereka berinteraksi dan berkolaborasi serta menyelesaikan masalah’ (Dillenbourg, 2002). Skrip akan sangat membantu proses kolaborasi dengan menentukan, mengurutkan, dan mendistribusikan kegiatan yang seharusnya dilakukan siswa selama berkolaborasi.

Skrip biasanya dimaksudkan untuk memperlancar koordinasi dan komunikasi, tetapi ada juga yang bertujuan mengembangkan kegiatan sosial-kognitif tingkat tinggi seperti menjelaskan, berdebat, dan mengajukan pertanyaan. Atau malah mengenalkan dan mengembangkan kegiatan sosial-emosional.

Pada akhirnya perlu ditegaskan, proses afektif memainkan peran penting dalam pembelajaran individu dan juga dalam pembelajaran dan interaksi kelompok. Perasaan siswa, seperti nikmat, bosan, bangga, dan cemas, memengaruhi prestasi dengan memengaruhi keterlibatan dan sikap mereka terhadap lingkungan belajar dan pembelajaran. Pengalaman emosional ini secara alami memiliki efek besar pada bagaimana siswa dan/atau kelompok mengerjakan tugas. Dengan memberi sentuhan emosional dan menghadirkan suasana yang tidak terlalu formal, guru dapat membangun kedekatan personal dengan perserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran daring seyogianya lebih memperhatikan proses interaksi kelompok, bagaimana perasaan siswa diekspresikan, dipantulkan, dan dibentuk dalam interaksi sosial, meski secara virtual.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya