Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
SEPERTI sudah diperkirakan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II 2021 secara konsensus akan tumbuh positif berkisar 6,0%-7,0%. Beberapa ekonom memperkirakan PDB kuartal II 2021 akan berada di bawah 6,0% lantaran pembatasan mobilitas menjadi penekan perekonomian.
Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kamis (5/8), akhirnya mengonfirmasi perkiraan konsensus tersebut, yakni PDB kuartal II 2021 tumbuh 7,07% yoy. Dalam hal ini, tidak perlu diperdebatkan terkait dengan fenomena low based effect karena bagaimanapun pada akhirnya perekonomian nasional bisa meninggalkan zona kontraksi.
Buktinya, semua komponen pembentuk PDB tumbuh positif dan memberikan kontribusi lebih baik daripada kuartal II 2020 ataupun kuartal I 2021. Membaiknya pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 juga tak lepas dari membaiknya perekonomian global, termasuk negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Perekonomian global pada kuartal II 2021 mengalami peningkatan signifikan, terlihat dari pergerakan purchasing manager index (PMI) manufaktur global yang meningkat dari level 54,8 pada Maret 2021 ke level 56,6 pada Juni 2021. Hal ini mendorong permintaan terhadap sejumlah komoditas yang berdampak pada kenaikan harga komoditas kelompok bahan makanan (gandum, minyak kelapa sawit, dan kedelai) dan komoditas hasil pertambangan (timah, aluminium, dan tembaga) di pasar internasional pada kuartal II 2021 baik secara qtq maupun yoy.
Perekonomian beberapa negara mitra dagang utama Indonesia pada kuartal II 2021 juga menunjukkan pertumbuhan positif. Secara tahunan (yoy), perekonomian Tiongkok tumbuh 7,9%, Amerika Serikat 12,2%, Singapura 14,3%, Korea Selatan 5,9%, Vietnam 6,6%, Hong Kong 7,5%, dan Uni Eropa 13,2%. Sebuah gambaran lonjakan pertumbuhan yang kuat sebagai hasil jerih payah penanganan pandemi covid-19 yang cepat melalui kebijakan lockdown dan vaksinasi massal.
Alhasil, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) kuartal II 2021 mencapai Rp4.175,8 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 (ADHK) mencapai Rp2.772,8 triliun. Sebuah capaian yang cukup baik di masa pandemi yang belum berhenti.
Lepas dari resesi
Secara tahunan (yoy), ekonomi Indonesia kuartal II 2021 terhadap kuartal II 2020 tumbuh sebesar 7,07%. Secara teknis, ini memberikan petunjuk kuat bahwa perekonomian Indonesia sudah lepas dari jerat resesi ekonomi sebagai resultan dari kombinasi dan harmonisasi kebijakan pemerintah beserta lembaga-lembaga otoritas lainnya (Bank Indonesia/BI dan Otoritas Jasa Keuangan/OJK).
Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 25,10% yoy. Hal ini wajar lantaran kegiatan semua moda transportasi melonjak di April/Mei 2021 terkait dengan aktivitas puasa dan Idul Fitri yang berdampak pada permintaan kebutuhan gudang.
Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa tumbuh tertinggi, yakni 31,78% yoy seiring dengan melonjaknya permintaan barang ekspor nonmigas (hasil pertanian dan pengolahan atau manufaktur), dipicu kebangkitan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia tadi.
Sementara itu, komponen belanja pemerintah dan komponen investasi (pembentukan modal tetap bruto/PMTB) tumbuh cukup baik, masing-masing 8,06% yoy dan 7,54% yoy di tengah masa pandemi. Sekiranya belanja pemerintah, terutama pemerintah daerah (pemda) bisa didorong lebih kuat, diyakini pertumbuhan serapan belanja pemerintah akan bisa mencapai double digit sehingga dorongan ke pembentukan PDB akan jauh lebih besar lagi. Ini menjadi catatan penting untuk kuartal III berjalan ini dan kuartal IV nanti, yakni serapan belanja pemerintah (pusat dan daerah) harus dioptimalkan.
Dimaklumi, dengan kebijakan PPKM (level 3 dan 4) di sejumlah daerah menyusul kenaikan angka positif covid-19 harian yang rata-rata di atas 30 ribu kasus, hampir pasti akan menekan sisi konsumsi rumah tangga karena limitasi mobilitas orang dan barang meskipun ini sifatnya temporer. Maka, penting untuk mencari alternatif penopang pertumbuhan dari sisi belanja pemerintah, investasi langsung, dan ekspor.
Sementara itu, komponen impor barang dan jasa tumbuh tinggi sebesar 31,22% yoy. Lagi-lagi, ini merupakan dampak dari pemulihan ekonomi global, khususnya negara-negara mitra dagang utama Indonesia, yang sudah membuka perekonomiannya seiring dengan pembukaan kebijakan lockdown di negara-negara tersebut.
Lonjakan impor ini tidak perlu dirisaukan secara berlebihan lantaran mayoritas komponen impornya terdiri atas bahan baku/penolong dan barang modal yang mengindikasikan kenaikan permintaan dari industri atau pabrikasi. Artinya, kegiatan sektor industri bergerak ditopang pasokan bahan baku/penolong impor, pun barang modal impor berupa mesin-mesin. Konfirmasi ini terlihat dari posisi PMI Manufaktur pada kuartal tersebut yang di atas threshold 50, yang berarti berada di fase ekspansi.
Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia pada kuartal II 2021 tetap didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,92%; diikuti Pulau Sumatra 21,73%; Pulau Kalimantan 8,21%; Pulau Sulawesi 6,88%; Pulau Bali dan Nusa Tenggara 2,85%; serta Pulau Maluku dan Papua 2,41%.
Komposisi seperti ini nyaris tidak berubah dari waktu ke waktu. Maka, yang perlu dicermati ialah besaran pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) setiap kawasan atau provinsi yang belum merata. Setelah setahun lebih masa pandemi, perbaikan perekonomian mulai terjadi di semua kelompok pulau dengan level pertumbuhan berbeda-beda.
Pada kuartal II 2021, kelompok Pulau Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan (yoy) tertinggi 8,75%. Diikuti Pulau Sulawesi 8,51%; Pulau Jawa 7,88%; Pulau Kalimantan 6,28%; Pulau Sumatra 5,27%; Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Nusra) 3,70%. Pulau Jawa yang tumbuh 7,88% (di atas PDB nasional, yang 7,07%) mampu menjadi penopang PDB nasional. Itu karena kontribusi total PDB pulau ini yang terbesar di Indonesia, yakni 57,92%.
Dengan jumlah populasi terbesar di Indonesia dan segala keunggulan infrastruktur dasarnya, wajar jika PDB Jawa tumbuh tinggi 7,88% ditopang lonjakan mobilitas masyarakat dan barang yang tinggi, menjelang dan sesudah Idul Fitri (sebelum pembatasan sosial diterapkan untuk memutus rantai penularan pada waktu itu), memberikan dampak signifikan pada peningkatan permintaan riil dari sisi konsumsi rumah tangga.
Untuk itu, ke depannya perlu dilakukan pemerataan PDB secara regional atau spasial, yakni untuk kawasan atau provinsi di kuartal II 2021 yang perekonomiannya tumbuh di bawah pertumbuhan nasional, harus diberi perhatian khusus. Terutama Bali dan Nusra sebagai daerah dengan sumber pendapatan utama dari sektor pariwisata.
Di luar program vaksinasi massal di daerah-daerah tujuan wisata, maka kebijakan stimulus dan insentif tertentu, selayaknya diberikan supaya sektor pariwisata--mencakup hotel, restoran, kafe, agen perjalanan--dapat segera pulih. Sumber pertumbuhan ekonomi baru dari sektor pariwisata atau kemaritiman layak diutamakan, mengingat Indonesia memiliki potensi besar di sektor ini.
Untuk Sumatra dan Kalimantan, sebagai daerah penghasil komoditas pertanian dan pertambangan, juga diperlukan dukungan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih baik melalui serapan pasar domestik dan ekspor. Penghiliran produk pertanian dan pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah penting diprioritaskan sehingga proceed ekspor yang diperoleh akan berlipat ganda untuk memperkuat cadangan devisa.
Kegiatan di sektor pertanian dan pertambangan, juga tetap mematuhi protokol ramah lingkungan, mengingat Indonesia termasuk negara yang mendukung program climate change dan sustainable development goals mengacu pada Paris Agreement.
Catatan penutup
Secara umum, struktur PDB Indonesia menurut pengeluaran ADHB di kuartal II 2021 tidak menunjukkan perubahan berarti. Masih didominasi konsumsi rumah tangga sebesar 55,07% atau lebih, dari separuh PDB Indonesia; diikuti komponen investasi 29,86%; komponen ekspor 20,31%; dan komponen belanja pemerintah 8,51%.
Sementara itu, komponen impor (sebagai faktor pengurang dalam PDB) memiliki peran 19,00%. Namun, mengingat di dalam komponen impor terdapat bahan baku/setengah jadi dan barang modal, hal ini memberikan sinyal positif seiring dengan bergairahnya industri atau pabrikasi sebagaimana tecermin dari level PMI manufaktur yang berada di zona ekspansi.
Untuk melanjutkan momentum pertumbuhan positif, kecepatan vaksinasi diperkuat dengan prokes ketat (5M dan 3T) di seluruh wilayah Tanah Air akan menjadi kunci utama. Jika pelandaian kurva kasus positif covid-19 harian terwujud menuju herd immunity, diikuti pembukaan kegiatan ekonomi, normalisasi perekonomian pun tercapai. Saat ini, Indonesia sedang melanjutkan fase pemulihan menuju ke fase normalisasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved