Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
EURO 1992 Swedia selalu dikenang bukan hanya karena sukses 'Tim Dinamit' Denmark menerobos jajaran elite untuk menjadi yang terbaik di Eropa. Swedia juga mencatat sebuah sejarah sepak bola Eropa, yang mana kesebelasan yang sebenarnya tidak lolos ke putaran final, justru akhirnya menjadi juara.
Ketika itu, Denmark bukanlah tim yang berhak tampil di Swedia. Hanya saat itu terjadi gejolak di Balkan. Yugoslavia yang seharusnya tampil di putaran final, tak bisa berangkat karena negaranya terpecah.
Eropa memang mengalami gejolak politik di awal 1990-an. Demokratisasi yang melanda Eropa Timur. Tidak tanggung-tanggung negara sekuat Uni Soviet pun kemudian terpecah menjadi 12 negara merdeka.
Beruntung Uni Soviet tidak bernasib seburuk Yugoslavia untuk dicoret dari keikutsertaan di Euro 1992. Mereka tetap diperkenankan tampil, tetapi harus menggunakan bendera Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (Commonwealth of Independent States).
Hanya satu negara Eropa Timur yang memilih menyatukan diri. Jerman Timur memutuskan kembali bersatu dengan Jerman Barat menjadi Jerman. Namun, di Euro 1992, belum ada pemain Jerman Timur yang masuk Die Mannschaft. Baru empat tahun kemudian di Inggris, Jerman tampil di bawah satu bendera.
Euro 2020 tampil dengan format yang baru. Jumlah tim yang berhak lolos ke putaran final bertambah menjadi 24 negara. Mereka membagi diri menjadi enam grup di babak penyisihan.
Dengan enam grup, otomatis hanya ada 12 tim yang bisa lolos ke babak kedua. Pengalaman Piala Dunia 1982, sebanyak 12 tim dibagi menjadi empat grup dengan tiga negara ada di dalam satu grup.
Mereka bertarung untuk menjadi juara grup agar bisa lolos ke semifinal. Ketika itu tiga tim besar, Argentina, Brasil, dan Italia, berada di dalam satu grup. Italia dengan Paolo Rossi membuat kejutan besar untuk menyingkirkan Argentina yang diperkuat Diego Armando Maradona dan Brasil dengan bintang mereka, Zico.
UEFA kali ini memilih sistem knock-out di babak kedua. Konsekuensinya mereka harus mencari empat the best losers guna melengkapi 16 tim agar bisa berhadapan di babak kedua. Karena itu, terpilihlah Ukraina, Swiss, Republik Ceko, dan Portugal sebagai the best losers.
Tiga the best losers ternyata mampu bertahan dan lolos ke perempat final. Ukraina lolos setelah menang 2-1 atas Swedia. Swiss menang adu tendangan penalti melawan juara dunia 2018 Prancis. Terakhir, Republik Ceko yang secara mengejutkan menyingkirkan Belanda 2-0.
L’histoire se repete. Bayangan berulang kembalinya sejarah seperti Euro 1992 pun muncul. Bukan mustahil the best losers akan membuat kejutan besar seperti dulu dilakukan Denmark.
Malam ini Republik Ceko akan memulai perjalanan membuat kejutan besar dengan bertemu Denmark di Stadion Olimpiade Baku, Azerbaijan. Satu jam setelah pertandingan itu, Ukraina akan melanjutkan petualangan mereka menghadapi Inggris di Stadion Olimpiade Roma, Italia.
Republik Ceko harus diperhatikan karena mereka pernah membuat kejutan besar di Euro 1976. Saat itu mereka menjadi juara dengan mengalahkan Jerman (Barat) melalui drama adu penalti. Bahkan tendangan penalti Antonin Panenka menjadi cara menendang penalti yang melegenda.
Ujian terberat
Ukraina meski baru berkiprah sebagai negara merdeka sejak 1992 akan menjadi ujian terberat bagi Inggris, yang berambisi untuk 'membawa pulang sepak bola' ke negara asalnya. Setelah kemenangan 2-0 atas Jerman Selasa (22/6) lalu, inilah kesempatan emas bagi Inggris untuk mengulang kejayaan seperti di ajang Piala Dunia 1966.
Namun, pertandingan malam ini akan menjadi ujian terberat Inggris karena tiga alasan. Pertama, Ukraina yang mereka hadapi tampil tanpa beban, tapi mereka sangat percaya diri karena memiliki basis sepak bola yang kuat. Ukraina merupakan juara dunia U-20 dan peraih medali perak Kejuaraan Eropa U-21 pada 2006.
Kedua, inilah satu-satunya pertandingan dengan Inggris harus tampil di luar kandang mereka. Kalau Harry Kane dan kawan-kawan bisa melenggang sampai final, semua pertandingan yang mereka mainkan dilangsungkan di Stadion Wembley. Namun, malam ini mereka tidak sepenuhnya akan mendapat dukungan penonton fanatik karena di masa pandemi covid-19 tidak mudah untuk berangkat ke Stadion Olimpiade Roma.
Italia memberlakukan orang yang datang dari Inggris untuk menjalani karantina lima hari sebelum bisa beraktivitas. Berbeda dengan Inggris yang sudah memberlakukan kebijakan 50% kapasitas stadion boleh diisi penonton, di Italia jumlah penonton masih dibatasi 25%. Dipastikan, malam nanti Kane dan kawan-kawan harus tampil 'sendirian'.
Alasan ketiga, setelah kemenangan 2-0 atas Jerman, the Three Lions dihadapkan kepada euforia. Pertandingan Selasa lalu merupakan balasan atas empat kekalahan beruntun di turnamen besar sebelumnya. Bahkan bagi pelatih Gareth Southgate, kemenangan itu merupakan pembalasan manis atas kekalahan yang dialami 25 tahun lalu di tempat yang sama.
Southgate meminta anak-anak asuhannya tetap membumi dan tidak larut dengan kemenangan atas Jerman. “Ini merupakan momen yang berbahaya bagi kami. Kami merasakan semua bicara kesuksesan dan seakan mudah untuk memenangi kejuaraan ini. Justru dari sinilah tantangan besar dimulai. Saya pikir para pemain menyadari semua ini,” ujar Southgate yang tidak mau larut dalam euforia.
Pelatih Inggris mengajak anak-anak asuhannya untuk belajar dari pengalaman semifinal Piala Dunia 2018. The Three Lions hampir saja lolos ke final sebelum kecolongan gol balasan dan akhirnya justru harus kalah dalam perpanjangan waktu dari Kroasia.
Tim-tim Eropa Timur selalu penuh dengan kejutan. Termasuk Ukraina yang kini ditangani pemain terbaik yang pernah dimiliki negara itu, Andriy Shevchenko. Gaya permainan mantan bintang AC Milan yang agresif itu tecermin pada tim asuhannya.
Kapten kesebelasan Oleksandr Zinchenko menjadi simbol kebangkitan sepak bola Ukraina. Pemain berusia 24 tahun itu menjadi gelandang sayap yang efektif bermain dari kiri. Shevchenko menjadi semakin yakin kepada tim asuhannya karena di kanan ia memiliki Oleksandr Karavayev yang juga agresif baik dalam bertahan maupun menyerang.
Apabila penyerang kawakan Andriy Yarmolenko segera pulih dari cedera, Ukraina pantas untuk diperhatikan. Ia sangat paham gaya permainan Inggris karena Yarmolenko bermain untuk West Ham bersama gelandang bertahan Inggris yang akan ia hadapi malam ini, Declan Rice. Pasangannya di depan, Roman Yaremchuk, bisa membuat pusing kiper Inggris Jordan Pickford.
Dengan pola 3-5-2 yang dimainkan Ukraina, Southgate berpikir untuk kembali bermain dengan empat pemain belakang, bukan lagi menerapkan pola 3-4-3 seperti saat menghadapi Jerman. Luke Shaw akan ditarik ke belakang mengisi bek kiri bersama Kyle Walker sebagai bek kanan. Risikonya, Shaw harus bekerja lebih keras dalam membantu serangan, tetapi itu biasa dilakukan saat bermain untuk Manchester United.
Inggris sangat berharap Raheem Sterling mampu mempertahankan permainan yang gemilang dengan memanfaatkan kecepatan dan kecerdikan untuk mengambil posisi. Bintang asal Manchester City itu sudah menyumbang tiga dari empat gol Inggris selama kejuaraan.
Apabila Bukayo Saka bisa mengimbangi dengan kecepatan yang sama untuk bermain dari sayap, Inggris berpeluang besar untuk bisa menjinakkan Ukraina. Apalagi jika Kane kembali bisa menunjukkan ketajaman dan ketenangan dalam memanfaatkan setiap peluang.
Namun, Ukraina yang tanpa beban sekali lagi tidak bisa dianggap enteng. Seluruh Ukraina merasa pencapaian Zinchenko dan kawan-kawan sejauh ini sudah luar biasa. Shevchenko tidak merasa gentar menghadapi Inggris. Apalagi ini bukan di Wembley. Inilah kesempatan emas bagi the best losers untuk kembali membuat kejutan besar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved